Dadanya sesak, jika mengingat kalau ia akan meninggalkan sang ibu. Hal yang sama se
emantapkan hati untuk terus merawat sang ibu
an ridho atas ja
..
nya, ia hanya diam saja. Hanya tangannya yang sibuk membe
dimandikan, sudah dud
ang ibu. Sulit rasanya untuk menyembunyikan segala rasa yang berkelindan dalam rongga dadanya saat ini. Rasa bersala
icara ...." Lagi
," pinta Eliza yang teru
tutur Minah. "Berkah hidupmu ada dalam r
ibu, perihal jalan yang mungkin ia dan suaminya pilih. Ia masih belum siap untuk mengatakan semuanya. Eliza takut, ibunya terluk
u .
ta, El. Tapi, ndak ada satupun dari kalian yang bicara." Minah mempe
di kursi tempat ia biasa duduk, sementara menantunya itu duduk melantai bersama kedua anaknya. Minah rasa, itulah saat yang tepat untuk mereka bicara. Agung sempat mengelak, karena
a mata ibunya membuat dada Eliza pias. Rasanya ia tidak sanggup untuk berkata apapun lagi. Jemarinya menjadi dingin, penuh keringat. Ia takut untuk menangis. Sungguh, itulah yang selama ini Eliza
aja, seperti dugaan Eliza sebelumnya. Akan
jalanlah, pada kewajiban yang seharusnya. Agung -- suami
za semakin serak. Gumpalan tangis
Minah-lah yang terlebih dahulu menangis. Air matanya bergenang d
ua ini cukup berat baginya. Ibarat memakan buah simalakama. Jika kedua kakaknya bisa diandalkan dan bisa sedikit peduli pada ibunya, mungkin
-
waktu seminggu untuk bersiap-siap. Tentu saja ia harus segera bicara dengan Edo. Segalany
a dengan kakak iparnya itu. Jika siang hari, Edo akan
Beruntung, Zaydan dan Zea sudah tertidur sejak mereka selesai makan malam. Jadi, Eli
begitu panggilan teleponnya tersambung. Ia me
do ramah. Kelihatannya suasana hati Edo malam itu cukup baik. At
oga Mas gitu.juga ya .... Oh
Ada apa nih? Kayaknya ada hal s
a singkat. "
ralah
ra. Matanya kembali melirik pada Eliza yang sedang menatapnya t
bu
lengkap. Segala hal tentang pekerjaannya yang sedang dalam masa kritis, hingga mengha
dak ada tanggapan darinya, hingga
...." Agung me
u lebih baik tetap berada di sini, Mas. Akan tetapi, Mas tahu
...." bisik Edo
enggenggam jemari istrinya. Ia terlalu gugup untuk mengatakan itu sejujurnya. Selama ini, hubungann
. Di sana akan kita rundingkan bers
ya lebar, mengembang pada Eliza yang masih seti
. Kami tunggu
klah
ah ganggu waktu istirahat
an kakaknya itu. Menurut pemikiran Agung, mungkin Eliza yang tidak pandai mengambil hati Edo. Sehingga yang terjadi, hanyalah kesalahpahaman. Akan tetapi, tidak bisa dipungkir
-