par botol parfum berbentuk bulat t
akkk
aca itu
meninggalkannya. Itupun dalam keadaan tidur lelap. Akan tetapi, yang sebentar itu ternyata berakibat fatal baginya. Semua kosmetiknya hancur. Padahal untuk membel
pecahan beling botol parfum itu. Tangannya bergera
h, dengan suara keras yang meme
-
g ia hadapkan ke arah televisi. Eliza berpikir, ibunya itu pasti suntuk diam di kamar seharian. Jika b
ng, mandiin anak-anak dulu," ujar Eliza, setelah m
naknya. Sebentar lagi, Agung akan pulang dari bekerja. Jika sudah ada di rumah
bersalah Eliza timbul di dadanya. Ternyata cubitannya gara-gara kosmetik tadi meninggalkan bek
ari kamar mandi. Seluruh tubuhnya basah. Ia menghela napas panjang. Rit
a Agung yang pulang dari bekerja. Mendengar suara itu, Zaydan langsung berontak ingin turun dari gendongan Eliza
eriaknya, khas suara anak
masih basah. Apalagi kakinya. Berlari dalam keadaan seperti itu, pasti bahaya. Jari-jari anak
nahan sebelah tangan Zaydan. Tetapi, anak itu tida
fokus pada anaknya, Minah t
l ...." t
a masih menahan tangan Zaydan, berusaha
!" teriakan Mina
faatkan Zaydan untuk lepas dari sang ibu. Ia merenggut
berlari mengejar Zaydan yang
, El. Ibu m
alu beralih ke arah sang ibu. Toh, di depan
masalah jika ia kencing di tempatnya duduk. Toh, Eliza selalu memakaikanny
u saja ia berger
kencang. Eliza terpekik. Ia kembali meletakkan sang ibu
llah,
epala anaknya menghantam tepat di kusen pintu. Eliza meraih tubuh Zaydan. Tulang-tulangnya teran apa. "Masss!!!" teriaknya lagi, memanggil sang suami yang ent
ih menangi
peda motornya di depan rumah, ia kembali ke luar. Pak Budi,
gar suara teriakan
" Agung langsung meraih tubuh Zay
-
it, dapat dua jahitan. Selebihnya tidak ada masalah. Menurut pikiran Eliza,
njaga anak dengan baik. Rasa bersalah juga menghinggapi sebagian ruang di dadanya. Tadi siang, anak bungsunya
mendesaknya tadi, semua
-