Bercerita tentang kisah perjalanan cinta Yusuf, pemuda perantauan dari Jawa yang jatuh hati pada gadis Kalimantan. Awalnya indah sebelum akhirnya Ia mengetahui bahwa wanita yang ia cintai ternyata seorang kuyang, makhluk siluman berupa kepala terbang dan jeroan yang menjuntai. Apa yabg terjadi pada Yusuf selanjutnya?
Bismillah
"Isteriku Kuyang "
# part_1
# by: Ratna Dewi Lestari.
Angin semilir membelai rambutku yang lebat, ku telusuri setiap jalan di Kota yang baru saja ku datangi. Ya, kota dengan hutan yang lebat dan masih sangat asri. Kalimantan.
Bersama dengan sahabatku semasa kuliah dulu, aku mengadu nasib di Kota yang terkenal banyak cerita misteri di baliknya. Menurutku Kota ini tak seseram yang banyak orang ceritakan. Mungkin karena aku tinggal di daerah perkotaannya yang jauh dari hal mistis.
Yang kutahu Kota ini menyimpan banyak wanita cantik dan mempesona, memanjakan mata para pria dengan kulit wajah dan tubuhnya yang putih berseri.
Sambil menikmati keindahan Kota menggunakan vespa milik teman, ku tebarkan pesona dengan tersenyum manis ke setiap wanita yang berpapasan denganku. Ah, mereka rata-rata berwajah putih dan glowing. Membuat aku semakin betah di Kota ini. Surga wanita cantik.
***
Tak terasa sudah setahun berada di Kota nan asri ini. Akupun sudah bekerja di sebuah perusahaan yang terbilang elit dan bergaji lumayan besar. Dalam jangka waktu beberapa bulan saja, mobil sudah terparkir di kontrakanku. Sengaja tak membeli rumah karena aku tak bermaksud menetap selamanya di Kota ini.
Namun semua pikiranku seketika berubah di saat pertama melihat Arini, wanita cantik asli tanah Kalimantan yang baru saja magang di Kantorku. Wajahnya bukan hanya cantik, putih, bersih dan bersinar, tapi ketika berpapasan dengannya ada sesuatu yang membuatku ingin selalu menatapnya dan tak bisa berpaling dari paras cantiknya yang menawan.
Ia benar-benar membuatku tergila-gila. Wanita berjilbab dengan tubuh yang lumayan tinggi itu pun selalu membalas tatapan dan tersenyum melihat tingkahku yang selalu memperhatikannya.
Sebulan berkenalan dengannya, kuberanikan diri menemui orang tuanya. Walaupun antara aku dan Arini belum ada ikatan apapun, dan akupun belum menyatakan perasaanku. Nyatanya Arini tak keberatan dengan keinginanku.
Dengan rasa percaya diri aku datang bertandang kerumah Arini di hari minggu. Wanita itu tampak sangat cantik menyambut kedatanganku. Begitupun kedua orang tuanya yang begitu ramah kepadaku. Yang aku heran, wajah Ibu Arini terlihat sama cantik seperti Arini, sangat awet muda untuk ukuran seorang Ibu yang punya anak gadis seperti Arini.
Arini punya seorang adik yang berusia sepuluh tahun. Bocah laki-laki itu pun ramah dan senang berbincang denganku.
Keluarga Arini sangatlah baik. Rumah Arini yang eksotik dan terkesan asri dengan pepohonan rindang di sisi kanan dan kiri membuatku semakin betah dan ingin segera memantapkan hati untuk meminang Arini.
Kesempatan itu tak kusia-siakan, saat Arini mengajakku berkeliling dengan berjalan kaki menikmati suasana sore di sekitar tempat tinggalnya. Di pinggie sawah, ketika matahari mulai terbenam dengan langit yang berwarna jingga, kuungkapkan semua rasa, rasa cinta dan sayang kepada dirinya.
Gayung bersambut. Dengan tersipu malu Arini menerima cintaku. Wanita cantik itu mengangguk dengan tangan yang sedikit gemetar ketika kusentuh. Aku tak mampu menyembunyikan rasa bahagiaku. Dan dengan sebuah janji, aku tak ingin berpacaran lagi. Aku ingin segera melamarnya dan menjadikannya seorang istri.
Awalnya Arini sempat terkejut dengan ucapanku. Namun , setelah semua kuungkapkan ia pun setuju dengan syarat ia ingin tetap tinggal dengan kedua orang tuanya. Ia ingin berbakti dan merawat kedua orang tuanya. Bagiku tak masalah, aku malah bangga dengan sikap Arini yang begitu mencintai orang tuanya.
***
Pernikahan kami berlangsung secara meriah. Arini tampak sangat cantik menggunakan pakaian adat kebanggaannya. Keluargaku pun terpesona dengan kecantikan dan tak henti-henti memuji wanita pilihanku.
Setelah acara usai dan semua tamu pulang, keluargaku pun ikut menginap bersamaku di rumah Arini.
Semua tampak biasa, tapi ketika tengah malam timbul keanehan di rumah Arini. Aku heran ketika keluarga masih berkumpul dan mengobrol dengan seru, tak nampak sosok Ibu Arini di antara kami. Kamar pun terbuka lebar.
Hingga ku dengar sayup-sayup sekumpulan orang berteriak sambil memukul kentongan. Mereka berteriak menyebut kata kuyang berkali-kali. Mereka berlari mendekat ke arah rumah Arini.
Bukkk!
Kudengar suara benda jatuh di atap rumah Arini. Aku menatap Arini, Arini seperti tidak mendengar apa yang barusan ku dengar. Aku berusaha bangkit namun ditahan tangan Arini. Ia menggelengkan kepalanya seraya berucap.
"Biarkan saja, Bang! biasa itu di daerah sini! jangan heran,"
"Kuyang itu apa, Dek?" tanyaku heran. Ya, aku memang tidak tau apa yang mereka sebut dengan kuyang itu.
"Kuyang itu binatang malam yang suka mencari buah, kalau di daerah Abang namanya kelelawar," jelas Arini.
"Ooo , kelelawar ...," jawabku dengan mengangguk cepat.
"Bang, masuk yuk! dah sepi ni," ujar Arini centil mengedipkan mata.
Naluri kelelakianku tiba-tiba muncul. Dengan tergesa ku gandeng Arini menuju kamar pengantin. Melewati kamar Ibu Arini yang terbuka, kulihat Ibu sedang duduk menjahit baju. Ia tersenyum melihatku.
"Aneh, sejak kapan Ibu berada di situ?" pikirku.
Arini menarik tanganku kencang, pikiran itu segera hilang berganti dengan kebahagiaan bisa berdua saja dengan istri yang selama ini kunanti.
Di kamar, Arini membuka jilbabnya , ia tampak semakin cantik dengan rambut hitam panjang terurai , kusibak rambut nya dan kukecup mesra lehernya. Mataku terperangah melihat bekas sesetan benda yang melingkar nyaris melingkar penuh di lehernya.
"Dek ... ini kenapa?" tanyaku hati-hati takut menyinggung perasaan istriku.
"Apa, Bang?" Arini menatapku heran.
"Ini, Dek," ucapku seraya menunjuk bekas luka di lehernya. Ia pun mengernyitkan dahinya.
"Oh, ini, ini bekas luka kena tali layangan sewaktu kecil, Bang, cukup berbekas karena lumayan dalam lukanya. Beruntung aku selamat," jawab Arini lirih meraba bekas lukanya.
"Ooo, ya la, Dek, biarin la bekas luka itu. Sekarang kita lanjutkan urusan yang tertunda!" ajakku dengan mendekatkan wajahku ke wajahnya yang bersemu merah. Malam pertama harus berjalan lancar. Aku tak mau kehilangan momen berharga.
***
Pagi ini Arini nampak semakin cantik. Ia begitu sigap menyiapkan keperluanku dan dirinya. Dengan hati bahagia kami berangkat ke kantor bersama.
Sebelum berangkat sempat ku dengar Arini berbisik kepada ibunya. Kata- kata yang sempat kudengar dari mulut Arini ketika tak sengaja diriku melintas," Bu, di desa sebelah ada ibu hamil, anak pak kades,"
Entah apa maksud Arini berkata seperti itu. Bisik-bisik lagi. Kulihat wajah mereka sangat ceria dan kegirangan. Seperti melihat makanan enak. Hatiku jadi deg-deg ser. Apa sih menariknya ibu hamil sampai mereka bisa kegirangan seperti itu? Ah, entahlah.
Aku berpura-pura tidak mendengarnya dan berlalu begitu saja. Arini sempat menutup mulutnya. Membuat tingkahnya semakin aneh terlihat.
Dengan sabar aku menunggu Arini di dalam mobil. Arini berlari kecil dengan senyuman lebar di wajahnya. Ia membuka pintu mobil dan wajah cantiknya menyembul. Ku perhatikan dengan seksama, Arini sepertinya sangat bahagia.
"Bahagia banget, Dek," ucapku keceplosan.
"He-he-he, iya, Bang, Adek bahagia nikah sama Abang," ucapnya manja. Membuatku serasa terbang melayang.
Kucubit pipinya yang mulus. Ah, aku semakin merasa bersalah berpikir yang tidak-tidak kepada istri tercantikku.
Dengan hati yang berdebar kupacu mobil secepat mungkin menuju ke kantor. Mobil berderu di sepanjang jalan melewati rindangnya pepohonan di sisi kanan dan kiri jalan. Desa tempat Arini tinggal memang masih sangat sayup dan rumah masih sangat jarang. Tiba-tiba timbul perasaan takut. Sebelum pergi keluargaku sempat berpamitan untuk kembali pulang ke kampung halaman. Aku tak bisa mengantar karena dari kantor tidak mengizinkan. Dengan terpaksa aku merelakan keluargaku pulang tanpa kehadiranku.
***
Pulang kerja langit sudah gelap. Aku dan Arini sudah sangat lelah. Ku lihat istriku sudah tertidur di sampingku. Ku belai kepalanya yang tertutup jilbab merah.
Memasuki jalan desa hatiku mulai tak karuan. Udara terasa dingin menyengat tulang. Tidak ada lampu penerangan. Cahaya hanya dari lampu mobil dan rumah warga yang berjarak antara satu rumah dan rumah berikutnya.
Tiba-tiba pandanganku tertuju pada sekumpulan sinar dari jauh. Ku tajamkan mata dan mobil ku hentikan di pinggir jalan. Semakin lama semakin nampak jelas sekumpulan orang dari jalan setapak tak jauh dari mobil. Orang-orang itu membawa obor dan membawa peralatan dapur juga bambu hijau yang sudah di runcingkan . Mereka berjalan beriringan seraya menyebut nama "kuyang".
Lagi-lagi kuyang. Sebenarnya kuyang itu apa?
Gerombolan orang itu melintas di depan mobilku . Salah satu dari mereka mendekat dan mengetuk kaca mobilku, membuat copot jantungku. Aku takut mereka mempunyai niat jahat.
Tok! Tok! Tok!
Perlahan kubuka jendela mobilku . Pria paruh baya itu tersenyum penuh arti kepadaku.
"Jaga dirimu, kau orang baru di sini! berhati-hatilah ," setelah ia mengucapkan itu, ia pun berpamitan dan berlalu bersama rombongannya. Aku hanya terhenyak dan berusaha mencerna setiap kata-kata si bapak.
Arini menggeliat dan menatapku sayu. Kasihan ia, nampaknya sangat kelelahan.
"Kenapa berhenti di sini, Bang?" Ia nampak sangat heran melihat mobil terparkir di pinggir jalan sepi.
"Ah, ga apa-apa, Dek, ini Abang lanjuti ya perjalanan kita, kasihan kamu pasti sangat lelah," tuturku lembut seraya mencium keningnya.
Ia mengangguk dan mobil segera kupacu. Walaupun mobil kupacu cepat, tapi entah mengapa rasanya lambat. Untuk tiba di rumah terasa amat lama.
Memasuki gapura desa tanpa sengaja mataku menatap bayangan aneh berkelebat melintas tak jauh dari mobil. Lampu mobil menerpa bayangan hitam yang melesat cepat. Nampak seperti kepala dengan rambut terurai panjang di langit malam. Aku terkesiap. Jantungku berdetak cepat. Tanpa sengaja ku sebut nama Allah dan mobil ku rem mendadak.
Ckitttttt!
"Astagfirullah," ucapku tanpa sadar. Tanganku mengelus dadaku yang berdetak kencang.
"Kenapa, Bang?" ia menatapku heran.
"Ah, tak apa, Dek," jawabku sekenanya. Aku memilih diam dan melanjutkan perjalanan yang sebentar lagi sampai. Lelah, letih dan takut menyergap diriku. Ingin segera sampai rumah dan melupakan semua kejadian buruk dengan tertidur.
Mobil berhenti di halaman rumah Arini. Suasana nan asri jika siang hari terasa sangat mencekam di malam hari. Kulihat ponsel, baru jam sembilan malam. Namun, siswa nya di desa ini sangatlah sepi. Tak nampak orang berlalu lalang. Rumah yang berjarak membuat suasana tampak bak kuburan.
Aku pun segera melangkah masuk ke dalam rumah sambil menggandeng Arini. Tak nampak ibu dan ayah serta adik Arini. Mungkin semua sudah tertidur lelap. Aku pun tak mau ambil pusing.
Selesai makan dan bersih-bersih, aku dan Arini segera menuju peraduan . Lelah dan letih yang menyerang sedari tadi memaksaku untuk segera berbaring. Tertidur sambil memeluk Arini yang cantik.
***
"Ah, bisa-bisanya tengah malam begini aku mau pipis!" sungutku . Dengan terpaksa kubuka mataku pelan, rasanya sangat mendesak dan tidak bisa ditahan lagi. Tanganku bergrilya mencari keberadaan Arini. Kosong. Kupicingkan mataku, ya, Arini sudah tak tampak di sampingku .
Ku edarkan pandanganku berharap Arini ada di kamarku . Namun, nihil. Arini tak jua terlihat.
Dengan langkah malas aku beranjak dari peraduan . Berjalan menuju toilet yang letaknya di luar rumah. Dingin menyergap ketika ku buka pintu belakang rumah. Bulu kudukku seketika berdiri , kutatap...
Bersambung....
Boy mendengus kesal saat Jean, calon istrinya itu pergi begitu saja dan meninggalkannya di tengah pernikahan yang sedang berlangsung. Untuk menutupi rasa malu, Boy yang kebetulan bertemu dengan Mia, mantan muridnya, meminta untuk menjadi istri sementara. Mia yang memang sudah menaruh rasa semenjak duduk di bangku SMA tentu saja menerima saat itu juga. Apakah Boy bisa jatuh cinta? atau malah meninggalkan Mia demi Jean yang tiba-tiba datang kembali?
Kehidupan yang begitu keras membuat Parni, berusia 40 tahun, harus memutar otaknya hanya demi memenuhi keinginan anak-anak dan suaminya yang lumpuh sejak lama. Membawanya pada dosa yang tak bertepi. Apa yang kira-kira di lakukan Parni hingga membuat satu kampungnya ketar-ketir?
Saat Nenek pindah ke rumah baru yang di jual amat murah dengan desain yang nyaman, tapi ternyata rumah itu menyimpan banyak misteri.. Di ruang bawah tanah ternyata tempat jagal dan mutilasi. Arwah-arwah yang gentayangan merupakan arwah penasaran yang menuntut balas. Mereka sudah banyak membunuh pembeli rumah sebelumnya. Arwah penasaran merasuk pada setiap orang dan setiap inci rumah,sehingga rumah penuh dengan teror. Hidup jika malam menjelang. Satu persatu pemilik rumah diteror dan harus bertahan untuk berjuang hidup karena rumah seperti terkunci dan susah untuk keluar.
Semenjak kematian Bapak yang tragis karena di keroyok warga, sosok Pocong tiba-tiba menghantui warga. Mereka bilang itu adalah Bapakku yang menuntut balas. Apa benar yang dikatakan warga? atau itu hanya wujud yang menyerupainya saja?
Tante Sarah, janda muda berumur tiga puluh tahun yang baru saja bercerai karena di khianati suaminya, jatuh cinta kembali saat bertemu Jonas, pemuda yang umurnya sepuluh tahun lebih muda darinya. Dilema menghampiri hidupnya, di mana ia harus menghadapi nasib percintaannya yang penuh rintangan. Ingin pergi, tapi Joe sudah mengikat hatinya, ingin bertahan, tapi terlalu sulit. Bagaimana nasib percintaan Tante Sarah selanjutnya?
Bukan hanya cantik, Saras punya ramuan yang membuat Fadlan bertekuk lutut dikakinya. Ramuan apa itu?
Istriku Lidya yang masih berusia 25 tahun rasanya memang masih pantas untuk merasakan bahagia bermain di luar sana, lagipula dia punya uang. Biarlah dia pergi tanpaku, namun pertanyaannya, dengan siapa dia berbahagia diluar sana? Makin hari kecurigaanku semakin besar, kalau dia bisa saja tak keluar bersama sahabat kantornya yang perempuan, lalu dengan siapa? Sesaat setelah Lidya membohongiku dengan ‘karangan palsunya’ tentang kegiatannya di hari ini. Aku langsung membalikan tubuh Lidya, kini tubuhku menindihnya. Antara nafsu telah dikhianati bercampur nafsu birahi akan tubuhnya yang sudah kusimpan sedari pagi.
Ayahnya menjadi seorang pengkhianat pada group mafia terbesar di negaranya bernama group Limson, membuat Arabella harus hidup dalam bahaya. Bagaimana tidak, Arabella harus menjadi tawanan kamar Tuan Stanley yang merupakan ketua mafia group Limson atau dia berkeliaran diluar sana dan diburu oleh anggota mafia lainnya.
Ketika Nadia mengumpulkan keberanian untuk memberi tahu Raul tentang kehamilannya, dia tiba-tiba mendapati pria itu dengan gagah membantu wanita lain dari mobilnya. Hatinya tenggelam ketika tiga tahun upaya untuk mengamankan cintanya hancur di depan matanya, memaksanya untuk meninggalkannya. Tiga tahun kemudian, kehidupan telah membawa Nadia ke jalan baru dengan orang lain, sementara Raul dibiarkan bergulat dengan penyesalan. Memanfaatkan momen kerentanan, dia memohon, "Nadia, mari kita menikah." Sambil menggelengkan kepalanya dengan senyum tipis, Nadia dengan lembut menjawab, "Maaf, aku sudah bertunangan."
BERISI ADEGAN HOT++ Leo pria tampan dihadapan dengan situasi sulit, calon mertuanya yang merupakan janda meminta syarat agar Leo memberikan kenikmatan untuknya. Begitu juga dengan Dinda, tanpa sepengetahuan Leo, ternyata ayahnya memberikan persyaratan yang membuat Dinda kaget. Pak Bram yang juga seorang duda merasa tergoda dengan Dinda calon menantunya. Lantas, bagaimana dengan mereka berdua? Apakah mereka akan menerima semua itu, hidup saling mengkhianati di belakang? Atau bagaimana? CERITA INI SERU BANGET... WAJIB KAMU KOLEKSI DAN MEMBACANYA SAMPAI SELESAI !!
BIJAKLAH DALAM MENCARI BACAAN. CERITA DEWASA!!! Aderaldo menepuk punggung Naara yang sontak membuat wanita itu menoleh cepat, dan dalam hitungan detik pula, Aderaldo mencondongkan badannya dan menempelkan bibirnya ke atas bibir Naara. Naara melotot tanpa bisa mengelak. Pria itu tersenyum disela ciumannya pada bibir Naara. Dua lengan cukup kekar melepas paksa ciuman Aderaldo dan Naara dengan menarik bahu pria itu. Satu pukulan melayang di perut Aderaldo tanpa bisa dicegah, hadiah dari Xion. "Dasar b******k! Beraninya kau mencium Naara!" bentak Xion marah. Aderaldo memutar bola matanya seraya memasukkan kedua tangannya ke kantung celana kain yang ia pakai. "Kau tidak ada hak untuk melarangku. Memangnya kau siapa?" desis Aderaldo. Xion ingin melayangkan tinjunya pada wajah Aderaldo, tapi ditahan oleh pria tampan berkemeja hitam itu. "Jangan memancingku untuk menghancurkanmu," bisik Aderaldo pada Xion dan pria itu melangkah pergi dengan mengedipkan matanya ke arah Naara yang masih diam mematung. Aderaldo bersiul dan melangkah santai meninggalkan kampus tercintanya. "Manis! Aku menyukainya," gumam Aderaldo sambil mengelap bekas ciumannya bersama Naara barusan. (Ikuti setiap part-nya dan kalian akan menemukan jawabannya ❤️)