/0/6508/coverbig.jpg?v=c80b850dd9644431beaccf32c1407711)
Kehidupan yang begitu keras membuat Parni, berusia 40 tahun, harus memutar otaknya hanya demi memenuhi keinginan anak-anak dan suaminya yang lumpuh sejak lama. Membawanya pada dosa yang tak bertepi. Apa yang kira-kira di lakukan Parni hingga membuat satu kampungnya ketar-ketir?
Bismillah
Gulai Daging Ibu
#part_1
#by: R.D.Lestari.
Aroma masakan menyeruak begitu menggoda keluar dari rumah berlatar luas di samping rumah Parni, wanita paruh baya yang sedari tadi menelan ludah membayangkan betapa nikmatnya makanan yang sudah lama diidam-idamkan keempat anaknya.
"Bu ... bau apa ini, Bu? nikmat sekali," Tono, anaknya yang berumur empat tahun berdecak berulang kali. Seolah ikut merasakan nikmatnya aroma yang masuk dalam hayalannya.
"Bayangi, Nak. Itu daging gulai, teksturnya lembut, bumbunya meresap sampai ke sela-sela daging. Kuahnya kental, di makan pakai nasi, enak, Nak?"
Tono kecil menutup matanya dan membayangkan apa yang di ucapkan ibunya yang kini sedang mengelus rambutnya sayang, ia kembali mengecap, merasa menikmati setiap kunyahan nasi bercampur daging dalam mulutnya.
Parni yang melihat ekspresi dari bocah polos itu tak tahan untuk menitikkan bulir bening yang sejak tadi berontak ingin keluar di sudut matanya.
Sembari menggigit bibir, Parni merutuki nasib buruk yang selalu menghampiri keluarganya.
Kemiskinan yang menggerogoti hidupnya, serta suaminya yang lumpuh mengharuskan tubuhnya yang memasuki usia renta harus terus berjuang demi menghidupi orang-orang yang ia sayang.
Ibu mana yang tak ingin melihat anaknya makan enak? membiarkan buah hatinya tumbuh sehat dan memenuhi segala kebutuhannya? memberi kehidupan layak dan bahagia?
Semua ibu punya impian yang sama, ingin melihat anak-anak mereka sehat dan memastikan perut mereka kenyang.
Begitupun Parni. Ia bukannya tak menangis membiarkan anak-anaknya hanya makan nasi aking, nasi bekas kemarin yang baginya sangat berharga. Sengaja meminta kepada tetangga agar keluarganya bisa makan.
Dengan hati teriris ia jemur nasi sebelum ia tanak kembali, dan makan bersama dengan keluarganya tanpa lauk ataupun sayur yang menemani.
Kadang-kadang jika beruntung, sayur singkong di belakang rumah bisa ia petik dan jadi pendamping nasi yang terasa amat nikmat bagi mereka.
Telur? ayam? daging? jangan tanya! mereka tak pernah merasakan kecuali hari raya Idul Fitri dan Idul Adha tiba.
Ketiga anaknya yang sedari tadi main di luar berlarian masuk kerumah, memeluk tubuh legam ibunya seraya merengek di pangkuan Parni yang bergantian mencium kening keempat anaknya.
"Bu, baunya enak banget, ya, Bu?" ucap Si Sulung, Toni dengan wajah memelasnya.
Parni hanya mengangguk pelan.
"Kapan kita bisa masak gulai, Bu? Tini pengen, Bu," timpal anak keduanya.
"Tono juga, Bu,"
"Toni juga, Bu,"
"Tina juga, Bu,"
Di cecar pertanyaan yang tak mungkin ia jawab, Parni hanya mengulas senyum getir dan beranjak dari duduknya.
"Nanti Ibu buatin, sekarang kalian makan yang ada dulu, ya. Ibu mau ke rumah Nenek dulu,"
"Oh, iya, Ibu nitip Bapak sebentar,"
Keempat anaknya melonjak girang. Sementara Parni melangkah gontai keluar rumah. Pikirannya bingung bukan kepalang.
Dari mana ia bisa mendapatkan daging? jangankan daging, telurpun ia tak mampu.
Terbit keinginan hatinya untuk meminjam uang pada mertuanya, tapi, ketika teringat kembali jika mertuanya sudah mewanti-wanti untuk tidak datang menginjakkan kaki lagi di rumahnya, membuat wanita paruh baya itu mengurungkan niatnya dan memilih duduk di bawah pepohonan rindang yang dekat dengan areal pemakaman.
"Itulah akibat jika masih melawan dengan orang tua! sekarang kau urus saja Gito, suamimu itu. Aku tak sudi melihat mukamu lagi!"
"Sejak awal, aku sudah tau jika kamu itu cuma akan jadi pembawa soal bagiku dan juga anakku, tapi memang dasar ngeyel! dia tetap mau menikahimu!"
"Salah siapa masih nekat menikah, padahal kamu tau aku tidak suka!"
Kata-kata menyakitkan itu selalu terngiang dan seolah enggan untuk pergi dari benak Parni. Hatinya terlampau sakit. Air matanya kembali menganak sungai. Menyebabkan sesak dalam dadanya.
Wanita itu kemudian memejamkan mata dan menengadah ke atas. Membiarkan perih di hatinya. Kembali wajah keempat anak dan suaminya membayang di pelupuk mata.
Ia terhenyak saat mendengar suara beberapa orang yang berbincang dari area pemakaman.
Ia lalu membuka mata dan berdiri, mengintip ke dalam area pemakaman demi menuntaskan rasa penasaran di dalam pikirannya.
Benar saja, empat orang lelaki dewasa sedang membawa cangkul dan sebagian menggali di tengah pemakaman.
Dari percakapan mereka, Parni tau jika ada bayi yang akan segera di makamkan saat itu juga.
Parni mengintip di balik tembok yang membatasi area pemakaman dengan kebun warga. Sebuah ide terbit begitu saja. Ide gila yang akan menjawab semua gundah yang ada di hatinya.
***
Parni tersenyum riang kala membawa sebuah karung putih di pundaknya. Ia sengaja menghindar dan bersembunyi jika ada tetangganya yang lewat.
Saat keempat anaknya bertanya, Parni hanya memberi pesan untuk menunggu bersama bapaknya. Tak ada seorang pun yang boleh masuk ke dapur selama proses memasak.
Anak-anaknya menurut. Yang penting mereka bisa makan, jika hanya di suruh menunggu, itu bukan hal yang sulit untuk dikerjakan.
Sebuah senyuman bahagia tersungging di bibir Parni. Tangan nya amat lihai mencingcang daging dan meracik bumbu. Sebagian daging ia masukkan ke dalam kulkas yang sudah berkarat, sisa kejayaan suaminya sebelum sakit-sakitan.
Daging ia masukkan setelah bumbu bercampur santan yang ia parut dan peras sendiri dari kelapa yang tumbuh di belakang rumah.
Wajahnya amat bahagia begitu memikirkan keempat anak dan suaminya makan dengan lahap, karena untuk pertama kali ia memasak makanan yang diimpikan seluruh keluarganya.
Aroma gulai menguar memenuhi ruangan. Keempat anak Parni berteriak girang seolah tak sabar untuk menyantap hidangan yang dibuat oleh ibu mereka.
Parni menuang gulai daging yang sudah matang ke dalam mangkuk dan membawanya keluar dengan hati yang bergemuruh riang.
Keempat anaknya menyambut dengan gembira. Mereka makan dengan amat lahap hingga meminta tambah berulangkali.
Sementara Parni dengan rasa sayang menyuapi suaminya, Gito yang bersandar di ujung ranjang.
Parni menatap haru keempat anaknya yang mengucap terima kasih padanya. Ia tersadar dari lamunannya kala mendengar suara serak Gito, suaminya.
"Dari mana uang untuk beli daging, Bu? tumben bisa makan enak,"
Parni bergeming sejenak. Jantungnya berdegup kencang, seolah ada ribuan mata yang kini menatapnya. Ia seperti sedang diintrogasi oleh polisi.
"A--ada orang baik hati tadi kasih sedekah di jalan, Pak," jawabnya terbata.
"Oh, iya, alhamdulillah kalau begitu, Bu,"
"Rasa gulainya amat nikmat, jika masih ada sisa, jual aja, Bu. Mana tau laku," usul suaminya.
Parni terdiam sembari berpikir, benar kata suaminya, jika bisa di jadikan ladang uang, kenapa tidak?
"Iya, Bu. Gulainya enak sekali, Bu. Jualan aja, Bu. Pasti laku," Toni, anak sulungnya ikut menimpali.
Merasa di beri banyak dukungan, rasa percaya diri Parni terbit seketika.
"Ya, mulai besok Ibu akan berjualan gulai daging istimewa,"
****
Boy mendengus kesal saat Jean, calon istrinya itu pergi begitu saja dan meninggalkannya di tengah pernikahan yang sedang berlangsung. Untuk menutupi rasa malu, Boy yang kebetulan bertemu dengan Mia, mantan muridnya, meminta untuk menjadi istri sementara. Mia yang memang sudah menaruh rasa semenjak duduk di bangku SMA tentu saja menerima saat itu juga. Apakah Boy bisa jatuh cinta? atau malah meninggalkan Mia demi Jean yang tiba-tiba datang kembali?
Saat Nenek pindah ke rumah baru yang di jual amat murah dengan desain yang nyaman, tapi ternyata rumah itu menyimpan banyak misteri.. Di ruang bawah tanah ternyata tempat jagal dan mutilasi. Arwah-arwah yang gentayangan merupakan arwah penasaran yang menuntut balas. Mereka sudah banyak membunuh pembeli rumah sebelumnya. Arwah penasaran merasuk pada setiap orang dan setiap inci rumah,sehingga rumah penuh dengan teror. Hidup jika malam menjelang. Satu persatu pemilik rumah diteror dan harus bertahan untuk berjuang hidup karena rumah seperti terkunci dan susah untuk keluar.
Semenjak kematian Bapak yang tragis karena di keroyok warga, sosok Pocong tiba-tiba menghantui warga. Mereka bilang itu adalah Bapakku yang menuntut balas. Apa benar yang dikatakan warga? atau itu hanya wujud yang menyerupainya saja?
Tante Sarah, janda muda berumur tiga puluh tahun yang baru saja bercerai karena di khianati suaminya, jatuh cinta kembali saat bertemu Jonas, pemuda yang umurnya sepuluh tahun lebih muda darinya. Dilema menghampiri hidupnya, di mana ia harus menghadapi nasib percintaannya yang penuh rintangan. Ingin pergi, tapi Joe sudah mengikat hatinya, ingin bertahan, tapi terlalu sulit. Bagaimana nasib percintaan Tante Sarah selanjutnya?
Bercerita tentang kisah perjalanan cinta Yusuf, pemuda perantauan dari Jawa yang jatuh hati pada gadis Kalimantan. Awalnya indah sebelum akhirnya Ia mengetahui bahwa wanita yang ia cintai ternyata seorang kuyang, makhluk siluman berupa kepala terbang dan jeroan yang menjuntai. Apa yabg terjadi pada Yusuf selanjutnya?
Bukan hanya cantik, Saras punya ramuan yang membuat Fadlan bertekuk lutut dikakinya. Ramuan apa itu?
Rumor menyatakan bahwa Fernanda, yang baru kembali ke keluarganya, tidak lebih dari orang kampung yang kasar. Fernanda hanya melontarkan seringai santai dan meremehkan sebagai tanggapan. Rumor lain menyebutkan bahwa Cristian yang biasanya rasional telah kehilangan akal sehatnya dan jatuh cinta pada Fernanda. Hal ini membuatnya jengkel. Dia bisa menolerir gosip tentang dirinya sendiri, tetapi fitnah terhadap kekasihnya sudah melewati batas! Lambat laun, ketika berbagai identitas Fernanda sebagai seorang desainer terkenal, seorang gamer yang cerdas, seorang pelukis terkenal, dan seorang raja bisnis yang sukses terungkap, semua orang menyadari bahwa merekalah yang telah dibodohi.
Sayup-sayup terdengar suara bu ustadzah, aku terkaget bu ustazah langsung membuka gamisnya terlihat beha dan cd hitam yang ia kenakan.. Aku benar-benar terpana seorang ustazah membuka gamisnya dihadapanku, aku tak bisa berkata-kata, kemudian beliau membuka kaitan behanya lepas lah gundukan gunung kemabr yang kira-kira ku taksir berukuran 36B nan indah.. Meski sudah menyusui anak tetap saja kencang dan tidak kendur gunung kemabar ustazah. Ketika ustadzah ingin membuka celana dalam yg ia gunakan….. Hari smakin hari aku semakin mengagumi sosok ustadzah ika.. Entah apa yang merasuki jiwaku, ustadzah ika semakin terlihat cantik dan menarik. Sering aku berhayal membayangkan tubuh molek dibalik gamis panjang hijab syar'i nan lebar ustadzah ika. Terkadang itu slalu mengganggu tidur malamku. Disaat aku tertidur…..
"Bagaimana mungkin seorang dokter spesialis kesuburan justru mandul?!" Felicia Hera adalah seorang dokter yang sudah berhenti bekerja semenjak menikah dan fokus mengabdi kepada suaminya. Namun, Felicia tidak kunjung dapat memberikan anak hingga suaminya berselingkuh dengan wanita lain. Dia bahkan menceraikan Felicia. Pada saat yang sama, Felicia kembali meniti karir kedokterannya dan pasien pertamanya justru mengajak Felicia untuk berhubungan demi membuktikan kesuburan Felicia. Hingga tepat setelah melakukannya, Felicia menghilang. Lima tahun kemudian, Felicia kembali ke tanah air membawa seorang anak perempuan yang cantik jelita. Hingga masalah datang saat ternyata direktur di rumah sakit barunya adalah ayah dari anaknya! Bagaimana Felicia menyembunyikan identitasnya? Tahukah dia, bahwa pria dingin itu telah memburu Felicia selama lima tahun terakhir?
Dua tahun lalu, Regan mendapati dirinya dipaksa menikahi Ella untuk melindungi wanita yang dia sayangi. Dari sudut pandang Regan, Ella tercela, menggunakan rencana licik untuk memastikan pernikahan mereka. Dia mempertahankan sikap jauh dan dingin terhadap wanita itu, menyimpan kehangatannya untuk yang lain. Namun, Ella tetap berdedikasi sepenuh hati untuk Regan selama lebih dari sepuluh tahun. Saat dia menjadi lelah dan mempertimbangkan untuk melepaskan usahanya, Regan tiba-tiba merasa ketakutan. Hanya ketika nyawa Ella berada di tepi kematian, hamil anak Regan, dia menyadari, cinta dalam hidupnya selalu Ella.
Hari itu adalah hari yang besar bagi Camila. Dia sudah tidak sabar untuk menikah dengan suaminya yang tampan. Sayangnya, sang suami tidak menghadiri upacara tersebut. Dengan demikian, dia menjadi bahan tertawaan di mata para tamu. Dengan penuh kemarahan, dia pergi dan tidur dengan seorang pria asing malam itu. Dia pikir itu hanya cinta satu malam. Namun yang mengejutkannya, pria itu menolak untuk melepaskannya. Dia mencoba memenangkan hatinya, seolah-olah dia sangat mencintainya. Camila tidak tahu harus berbuat apa. Haruskah dia memberinya kesempatan? Atau mengabaikannya begitu saja?
Dua tahun setelah pernikahannya, Selina kehilangan kesadaran dalam genangan darahnya sendiri selama persalinan yang sulit. Dia lupa bahwa mantan suaminya sebenarnya akan menikahi orang lain hari itu. "Ayo kita bercerai, tapi bayinya tetap bersamaku." Kata-katanya sebelum perceraian mereka diselesaikan masih melekat di kepalanya. Pria itu tidak ada untuknya, tetapi menginginkan hak asuh penuh atas anak mereka. Selina lebih baik mati daripada melihat anaknya memanggil orang lain ibu. Akibatnya, dia menyerah di meja operasi dengan dua bayi tersisa di perutnya. Namun, itu bukan akhir baginya .... Bertahun-tahun kemudian, takdir menyebabkan mereka bertemu lagi. Raditia adalah pria yang berubah kali ini. Dia ingin mendapatkannya untuk dirinya sendiri meskipun Selina sudah menjadi ibu dari dua anak. Ketika Raditia tahu tentang pernikahan Selina, dia menyerbu ke tempat tersebut dan membuat keributan. "Raditia, aku sudah mati sekali sebelumnya, jadi aku tidak keberatan mati lagi. Tapi kali ini, aku ingin kita mati bersama," teriaknya, memelototinya dengan tatapan terluka di matanya. Selina mengira pria itu tidak mencintainya dan senang bahwa dia akhirnya keluar dari hidupnya. Akan tetapi, yang tidak dia ketahui adalah bahwa berita kematiannya yang tak terduga telah menghancurkan hati Raditia. Untuk waktu yang lama, pria itu menangis sendirian karena rasa sakit dan penderitaan dan selalu berharap bisa membalikkan waktu atau melihat wajah cantiknya sekali lagi. Drama yang datang kemudian menjadi terlalu berat bagi Selina. Hidupnya dipenuhi dengan liku-liku. Segera, dia terpecah antara kembali dengan mantan suaminya atau melanjutkan hidupnya. Apa yang akan dia pilih?