Ratu Gifara, gadis berusia 16 tahun itu harus beradu mulut setiap harinya dengan Raja, semenjak naik ke kelas 11. Lelaki yang memiliki bola mata hitam pekat dan berwajah datar yang akan menunjukkan sifat nyinyir hanya kepada Ratu seorang. Keras kepala. Itulah sifat mereka berdua. Tidak ada yang mau mengalah, hingga hari kelulusan tiba. Tentang Ratu yang tidak mengetahui perjanjian rahasia antar kedua orang tuanya bersama seseorang. Ditambah Raja, lelaki bermulut pedas dengan sejuta rahasianya.
Awal semester setelah libur dua minggu lamanya, akhirnya aku kembali bersekolah seperti biasa. Sebelumnya, perkenalkan nama aku, Ratu Gifara yang sudah menginjak kelas 11 Tata Boga di sekolah SMK Tunas Nusantara, Jawa Tengah. Alasan memilih jurusan Tata Boga, aku hanya ikut fealing saja, bukan kemauan orang tua atau pun hanya ikut teman-teman. Sekolahku swasta dan masih baru, jadi jurusan di sini hanya ada dua, yakni Tata Boga dan Pemasaran ( Marketing ).
Angkatan kelas aku sekarang hanya berjumlah sepuluh orang, sedikit ya? Maklum, sekolahnya masih anget, guys. Belum se-terkenal sekolah lain di daerah aku ini. Untuk kelas sebelah dari jurusan Pemasaran, mereka berjumlah paling banyak yakni 25 orang. Meskipun terbilang baru, alumni sekolah aku ternyata pada sukses-sukses sampai bekerja di Malaysia. Ini yang aku bikin tertarik dari SMK Tunas Nusantara. Guru yang humble kepada muridnya, walau ada segelintir terkenal killer.
Untuk kegiatan eskul selepas pulang sekolah, ada osis, kemudian voli setiap hari senin dan kamis. Basket di hari rabu, dan eskul pramuka wajib pada hari jum'at.
"Aku lupa enggak bawa topi. Gimana dong ini?" Senin. Hari sakral oleh sebagian siswa SMK Tunas Nusantara. Bahkan wakil ketua osis sekolah ini terkenal dingin, cuek, dan emosional. Tapi tidak untuk ketua osis yang friendly serta ramah.
Lusi, sahabat dekatku awal MOS dulu berdecak kasar. Kami berdua berdiri di depan kelas menunggu anak osis memberi arahan siswa dari kelas sepuluh hingga dua belas untuk mengikuti upacara bendera yang wajib diikuti.
"Elo yang teledor. Bisa-bisanya lupa bawa topi di hari mencekam ini?!" Aku mengerucutkan bibir mungil, mendengar ocehan Lusi.
Ya, kami berdua selalu sebut hari senin adalah paling mencekam dari pada hari lainnya. Selain harus memakai atribut lengkap, anak osis pun semuanya pada galak-galak kecuali satu atau dua yang masih waras, ups.
"Hari pertama enggak mungkin upacara Ratu, kamu tenang aja." Suara Izzu melangkah keluar dari kelas, kemudian memasukkan kedua tangannya di saku celana seraya bersender pada daun pintu.
"Kalau upacara?" Aku mendengus saat Eka--bendahara kelas yang terkenal centil ikut menimpali.
Di sebelahku, Lusi tengah menahan tawa melihat kekesalan dan kegelisahanku pada waktu bersamaan.
Teman kelasku pada keluar kelas, melihat kondisi lapangan yang dipenuhi oleh peserta didik baru kelas 10. Yap, aku juga mengira yang upacara hanya anak didik baru, ya, semoga saja, batinku berharap.
"Murid sekarang lumayan banyak, ya?" celetuk Beni, "ada cecan juga, lumayan bisa gue gebet." Aku memutar kedua bola mata malas. Dasar buaya darat.
"Kuy lah, jadi PMR dadakan. Siapa tau ada adek kelas yang pingsan melihat ketampanan gue," imbuh Riki mengajak Beni.
Si empu malah menolak mentah-mentah, "Adek kelas pingsan bukan ngelihat ketampanan elo bambang." Riki mengangkat kedua alis mengatakan 'terus apa dong'.
"Karena elo jelek dan burik." Tawa kami berenam mulai menguar, kala tampang Riki yang masam seperti buah markisa.
Memastikkan kelas 11 dan 12 ikut upacara atau tidak, Riki memanggil Raja dengan cara berteriak yang tentunya jadi pusat perhatian adek kelas.
"Riki yang teriak, aku malah nanggung malunya," cicitku di angguki Lusi, "temen siapa sih? Gue gak ada tuh punya temen kayak modelan dia," balas Lusi dengan pelan.
Raja turun dari atas podium setelah pamit undur diri. Ternyata lelaki berparas tampan namun mengerikan itu berjalan menghampiri teman sekelasnya, "Kenapa?" Aku beringsut mundur, memposisikan tubuh di belakang Lusi.
Entah kenapa aku selalu merasa takut berada di dekat Raja. Maka dari itu, sejak kelas 10, aku tidak pernah interaksi dengan lelaki itu.
"Sama yang lain aja, cerewetnya minta ampun. Giliran ada Raja, langsung berubah menciut kek kerupuk disiram air." Lusi kamp*et. Ngomongnya keras banget, sampai Raja harus meng-atensi netranya ke arah kami berdua.
"Siapa yang menciut?" tanya Raja sinis. Tapi, tatapannya itu lho, kenapa harus ke aku?
Tanpa aku sadari, Raja memperhatikanku dari atas sampai bawah. Setelah mengetahui sesuatu, Raja bersuara sebelum kembali ke lapangan bergabung bersama osis lainnya.
"Kelas 11 dan 12 ikut upacara juga, gue duluan," ujarnya buru-buru ke lapangan.
"Sial!" makiku keceplosan.
Aku merasakan tepukan pelan di puncak kepala yang terhalang oleh jilbab.
"Perempuan gak baik mengumpat," ucap Izzu tersenyum lebar sampai memperlihatkan deretan giginya yang putih, "mau pakai topi aku dulu, biar enggak di hukum?" Kalau aku pakai topi Izzu, yang ada lelaki itu dong menggantikan hukumanku.
Lusi menyenggol bahu aku seraya bergumam, "Udah, ambil aja. Emang lo mau di hukum bersihin semua toilet atau nggak hormat ke tiang bendera selama dua jam?"
Dengan senyum kaku, aku menolak kebaikan Izzu. Mana tega biarin Izzu panas-panasan, sementara aku adem-ayem di kelas.
Upacara dibubarkan kecuali yang tidak memakai atribut lengkap serta siswa terlambat datang. Dari kelas 11, hanya dua orang perempuan saja yang tidak lengkap, yakni aku dan Devi kelas Pemasaran. Sisanya, laki-laki semua.
"Bagi yang telat, siap gerak?! Luruskan?" komando Raja si ketos galak dan kejam, "lurus?"
"Kenapa atributnya tidak lengkap!" tanya Raja dari sebelah ujung kanan lebih dulu.
Hilang di rumah, sengaja tidak membawa, malas memakai dasi, dan berbagai alasan lainnya.
Kini, giliran aku yang akan ditanya oleh Raja, "Mau jadi kakak kelas yang sok, gak pakai dasi?" Wait? Kenapa pertanyaan untukku beda dari yang lainnya?
"Biar apa sih? Keren? Atau biar kelihatan sok cantiknya?" sambung Raja, di akhiri decakan sinis.
Ada masalah hidup apa sih Raja terhadapku? Kayak enak banget julitin aku di depan orang-orang? Mana matanya melotot sampai mau keluar dari tempatnya lagi.
"Jawab?! Punya mulut 'kan!!"
Aku sampai memejamkan mata mendengar bentakan Raja. Seumur hidup, baru kali ini aku dibentak, bahkan kedua orang tuaku saja tidak pernah membentakku.
"Untuk seluruhnya, siap gerak?" komando Raja, "kecuali Ratu, semuanya bisa kembali ke kelas masing-masing. Mengerti?!!"
"Siap mengerti!!"
Lho... lho, kenapa aku ditinggal sendiri? Enggak adil ini namanya, marahku yang tentunya dalam hati.
"Tanpa penghormatan, bubar barisan, jalan!" Semuanya beranjak pergi kecuali aku. Aku tidak berhenti menyebut nama hewan di kebun binatang, karena semua ini tidak adil bagiku.
Aneh. Tentu saja aku tidak mengerti akan jalan pikiran Raja saat ini. Inginku tidak mau berurusan dengan Raja, karena sedari kelas 10 aku terus menghindari lelaki seram yang sayangnya tampan itu. Hello, apa tadi aku bilang, tampan? Sampai ayam beranak pun, aku tarik perkataanku barusan. Katanya wakil ketua osis, tapi memberi hukuman tidak adil sama sekali.
"Lo pilih hormat tiang bendera atau lari sepuluh keliling? Cepat jawab, gue mau urus anak peserta didik baru."
Mulai detik ini juga, aku mengibarkan aura permusuhan untuk Raja Fauzan Diktanu. Lelaki berparas tampan, namun berhati iblis itu.
Sibuk menikmati status duda dan memiliki satu anak yang begitu cantik, enggak ada angin serta badai, Mama tercinta justru menjodohkan dirinya dengan seorang gadis polos berumur delapan belas tahun. Akankah ia terima, atau menolaknya??
"Syaratnya, kamu harus kencan satu malam dengan saya di rumah. Malam itu juga, saya akan kasih kamu uang senilai 100 juta," Bagai rezeki nomplok untuk gadis memiliki lesung pipi itu. Hanya kencan saja bukan? Di rumah pula. "Hanya menemani saya dinner, enggak lebih." Setelah dipecat dari kerjaannya, terbitlah uang menghampiri gadis tersebut. Memang, nasib itu seperti tempe, enggak ada yang tahu.
"Lebaran besok Nisha gak dibeliin baju baru tidak apa-apa 'kan?" Lagi? Memang sih Nisha tidak memaksa Miftah--Ayah kandungnya untuk membeli baju baru untuk dirinya. "Kalau Cici dapet enggak, Yah??" Miftah berjongkok menyamakan tingginya dengan si bungsu, "Pastinya dong. Abang Kifli juga dapet," ujarnya sembari mengusap lembut sang putri. *** Semenjak kematian Bunda nya, sikap Miftah berbeda dari biasanya. Selalu pilih kasih. Kifli dan Cici suka sekali dibelikan sesuatu sementara Nisha tidak. Padahal, ia perlu membeli keperluan sekolah akibatnya Nisha kerja di toko bunga sejak lulus SMP. Akankah kisah hidupnya berakhir tragis seperti kebanyakan film yang sering Nisha tonton?? Akankah dunia adil dengan mendatangkan seorang pria datang di kehidupan Nisha?? Di bulan suci ramadhan. Semoga ia bisa bahagia meski bukan Miftah orang yang membuatnya bahagia. Yah, semoga saja.
Kehidupan Shafiyah langsung berubah kala suaminya di PHK dari kantor tempat dia bekerja. Alasannya, karena ada seseorang korupsi--mengambil saham perusahaan sampai mengalami kerugian mencapai milyaran rupiah. Serba-serbi hidup mewah, bergelimang harta, kebutuhan selalu tercukupi, kini roda telah berputar. Sebagaimana takdir berkata tidak melulu kita berada di atas. Ada kalanya harus mengerti dan merasakan bagaimana kehidupan di kalangan bawah. Ya, Shafiyah terpaksa tinggal bersama dengan mertuanya. Sang suami bertani di sawah guna mencukupi biaya sehari-hari. Menghadapi orang tua suami yang masih mengenyam jadul alias jaman dulu. Kehidupan Shafiyah terombang-ambing. Bagaimanakah kelanjutannya? Apakah Shafiyah bisa bertahan hidup di desa, serta mengalami hal-hal tidak terduga?
"Kalau jalan lampu hijau, hati-hati lampu kuning, kalau kita asing, gimana?" "Udah asing kali. Gak inget ya, kita udah putus dua tahun yang lalu?" Cica, perempuan yang tahun ini menginjak kepala dua itu, harus berjumpa kembali dengan sang mantan sewaktu SMA dulu. Pertemuannya sangatlah tidak aesthetic. Di selokan--ketika Cica fokus memainkan ponsel sampai tidak melihat selokan penuh lumpur dan bau. "Es krim yang dari Cina itu apa sih namanya? Miss you gak sih?" Cica memutar kedua bola matanya, lalu mencebik kasar, "Bantuin gue naik, oy. Malah ngegombal terus. Udah kenyang gue makan janji manisnya elu, Soleh?!" Soleh--mantan Cica justru terkekeh ringan. Lelaki tersebut jongkok alih-alih membantu Cica keluar dari selokan, "Le minerale itu yang ada nangis-nangisnya dikit gak sih?" "Keinget masa lalu ya, Beb?" sambung Soleh membuat Cica menggeram, menahan emosi. "Dasar g*la," Tidak disangka, Cica menarik pergelangan tangan Soleh. Alhasil, mereka berdua sama. Iya, sama-sama kotor terkena lumpur. "Untung gue masih sayang sama elu, Ca," Soleh mencuil sedikit lumpur dan menaruhnya di pipi tirus sang mantan.
Kenal lewat sosmed berujung asing? Atau di ghosting? Lebih parahnya cuma dijadikan pelampiasan karena kisah masa lalunya belum kelar? Rela menjadi badut padahal dalam hati ingin memilikinya? Dari pernyataan di atas, alhamdulillah aku tidak mengalami hal tersebut. Because i'm enjoy, tidak melibatkan hati atau real cuma temenan. Apa ya sebutan zaman sekarang itu? Oh iya, HTS. Artinya hubungan tanpa status--yang setiap harinya tidak pernah absen mengirim pap, sleep call hingga ketiduran, me-reply story masing-masing, di nyanyiin tiap malam. Woah, sungguh indah bukan? Ya, aku mengalaminya baru-baru ini. Dari aplikasi apakah bisa menetap di hati dan berakhir ke pelaminan? Ayo, simak kisahku sampai selesai. Di jamin membuat kalian jomblowan dan jomblowati meronta juga ingin mempunyai pasangan. Tidak seperti aku, memilih HTS ketimbang pacaran karena suatu alasan.
Rey hanyalah anak angkat, namun kedua orang tua dan saudara-saudaranya mendukung dirinya untuk menjadi pejantan tangguh, yang mampu menaklukan setiap wanita. Siapakah pria itu?
21++ BANYAK ADEGAN BERBAHAYA TIDAK UNTUK DITIRU! "Kamu hamil!" ucap Ayden, kekasih Delisha. "A-apa?" tanya Delisha polos. "Kamu hamil!" tegas Ayden lagi. "T-tapi." "Kita sering melakukannya, dan kita main tanpa pengaman." "J-jadi?" "Aku mau putus! Terserah mau diapakan anak itu, umurku masih 16 tahun. Aku mau bebas." Ayden meninggalkan Delisha yang mematung, tidak tahu apa yang harus ia lakukan, dan apa yang akan ia hadapi ke depan disaat usianya masih sangat belia 14 tahun.
Nafas Dokter Mirza kian memburu saat aku mulai memainkan bagian bawah. Ya, aku sudah berhasil melepaskan rok sekalian dengan celana dalam yang juga berwarna hitam itu. Aku sedikit tak menyangka dengan bentuk vaginanya. Tembem dan dipenuhi bulu yang cukup lebat, meski tertata rapi. Seringkali aku berhasil membuat istriku orgasme dengan keahlihanku memainkan vaginanya. Semoga saja ini juga berhasil pada Dokter Mirza. Vagina ini basah sekali. Aku memainkan lidahku dengan hati-hati, mencari di mana letak klitorisnya. Karena bentuknya tadi, aku cukup kesulitan. Dan, ah. Aku berhasil. Ia mengerang saat kusentuh bagian itu. "Ahhhh..." Suara erangan yang cukup panjang. Ia mulai membekap kepalaku makin dalam. Parahnya, aku akan kesulitan bernafas dengan posisi seperti ini. Kalau ini kuhentikan atau mengubah posisi akan mengganggu kenikmatan yang Ia dapatkan. Maka pilihannya adalah segera selesaikan. Kupacu kecepatan lidahku dalam memainkan klitorisnya. Jilat ke atas, sapu ke bawah, lalu putar. Dan aku mulai memainkan jari-jariku untuk mengerjai vaginanya. Cara ini cukup efektif. Ia makin meronta, bukan mendesah lagi. "Mas Bayuu, oh,"
"Jang, kamu sudah gak sabar ya?." tanya Mbak Wati setelah mantra selesai kami ucapkan dan melihat mataku yang tidak berkedip. Mbak Wati tiba tiba mendorongku jatuh terlentang. Jantungku berdegup sangat kencang, inilah saat yang aku tunggu, detik detik keperjakaanku menjadi tumbal Ritual di Gunung Keramat. Tumbal yang tidak akan pernah kusesali. Tumbal kenikmatan yang akan membuka pintu surga dunia. Mbak Wati tersenyum menggodaku yang sangat tegang menanti apa yang akan dilakukannya. Seperti seorang wanita nakal, Mbak Wati merangkak di atas tubuhku...
Kemudian Andre membuka atasannya memperlihatkan dada-nya yang bidang, nafasku makin memburu. Kuraba dada-nya itu dari atas sampah kebawah melawati perut, dah sampailah di selangkangannya. Sambil kuraba dan remas gemas selangkangannya “Ini yang bikin tante tadi penasaran sejak di toko Albert”. “Ini menjadi milik-mu malam ini, atau bahkan seterusnya kalau tante mau” “Buka ya sayang, tante pengen lihat punya-mu” pintuku memelas. Yang ada dia membuka celananya secara perlahan untuk menggodaku. Tak sabar aku pun jongkok membantunya biar cepat. Sekarang kepalaku sejajar dengan pinggangnya, “Hehehe gak sabar banget nih tan?” ejeknya kepadaku. Tak kupedulikan itu, yang hanya ada di dalam kepalaku adalah penis-nya yang telah membuat penasaran seharian ini. *Srettttt……
Sayup-sayup terdengar suara bu ustadzah, aku terkaget bu ustazah langsung membuka gamisnya terlihat beha dan cd hitam yang ia kenakan.. Aku benar-benar terpana seorang ustazah membuka gamisnya dihadapanku, aku tak bisa berkata-kata, kemudian beliau membuka kaitan behanya lepas lah gundukan gunung kemabr yang kira-kira ku taksir berukuran 36B nan indah.. Meski sudah menyusui anak tetap saja kencang dan tidak kendur gunung kemabar ustazah. Ketika ustadzah ingin membuka celana dalam yg ia gunakan….. Hari smakin hari aku semakin mengagumi sosok ustadzah ika.. Entah apa yang merasuki jiwaku, ustadzah ika semakin terlihat cantik dan menarik. Sering aku berhayal membayangkan tubuh molek dibalik gamis panjang hijab syar'i nan lebar ustadzah ika. Terkadang itu slalu mengganggu tidur malamku. Disaat aku tertidur…..