/0/23465/coverbig.jpg?v=620e7e5e48a104d4b5805f8e6b201091)
Rahel terpaksa menikah dengan seseorang yang umurnya lebih dewasa. Hanya bermodalkan foto dicetak seukuran KTP dan belum pernah ketemu. Bahkan, malam sebelum akad, Ayah tersenyum manis dan berterima kasih telah setuju menikah dengan lelaki pilihannya. Usai berpelukan pun mengecup kening Rahel, beliau menghembuskan nafas terakhirnya.
Berjalan gontai sesekali mata menyipit karena silau terkena teriknya matahari. Badanku lelah, baju tak terbentuk, rambut dicepol asal pun ikat rambutnya mulai melorot namun si empunya acuh gak acuh. Haus. Haruskah aku mampir sebentar sekedar membeli minuman dingin. Ia rasa enggak perlu. Seluruh badanku ingin cepat-cepat rebahan di atas kasur dan segera tidur.
Sejenak memperhatikan rumah orang tuaku yang terbilang amat sederhana itu. Menghembuskan nafas, aku mulai melangkahkan kaki menuju teras depan. Menarik handle pintu tak kelupaan mengucap salam. Hanya ada sahutan dari Hamid--Ayah kandungku. Beliau sedang memasak di dapur. Entah apa yang dimasak, aku memilih masuk kamar aja.
Tanpa mencuci muka, aku terjun atas kasur sambil memeluk guling. Ayah bilang, gak baik tidur di sore hari. Namun gimana lagi, rasa lelah sudah mendominasi dan ingin menjelajahi alam mimpi.
Dua menit berlalu, suara ketukan pada pintu kamar mengganggu tidur nyenyakku. Dalam hati menggeram sudah mengganggu waktu istirahat.
"Rahel!! Buka pintunya hei! Anak gadis kok ya pemalas banget. Bangun cepet, cuci piring sekarang juga." Teriak Emma--Ibu kandungku. Padahal sudah tau, anak terakhir selalu pulang kerja di sore. Cobalah beri aku waktu untuk tidur sebentar aja.
Tidak mau teriakan Ibu terdengar sampai ke tetangga, kedua kaki mulai menapaki lantai, membukakan pintu, "Aku baru pulang. Tolong biarin istirahat sebentar." Ucapku sebelum beliau bicara.
Tampak Ibu mendecakkan lidahnya, "Gak ada waktu santai-santai. Ayah kamu udah masak, masa anak gadisnya leha-leha di kamarnya." Wajahku dibiarkan datar, "bangun tidur juga bakalan aku cuci piringnya, Bu." Nada bicara tetap biasa namun rasanya pengen mencak, mengeluarkan nada tinggi.
Istri Ayah Hamid memperlihatkan senyum sinisnya, "Contohlah Kakak kamu, Evelyn. Dia rajin solat, masak, bersih-bersih di kost-an nya." Lagian dia jauh. Siapa tau Kakaknya hanya formalitas mengirim video sedang mengepel lantai namun kenyataannya dia amatlah pemalas.
"Kuliah semester akhir kok kelamaan lulusnya," usai menyindir, aku menutup pintu kamar, melewati tubuh Ibu. Mau cuci piring. Biar mulut perempuan paruh baya itu diam, tidak mengoceh panjang lebar.
"Dari pada kamu. Lulus SMA kerjanya hanya di warteg." Langkah kakiku otomatis berhenti, "siapa yang suruh aku kerja di sana?" Membalikan fakta, berhasil membungkam bibir Ibu.
"Aku juga ingin ngerasain kuliah kayak Kakak. Tapi apa yang kudapat?" Aku menatap lurus netra Ibu, "anak bungsu seharusnya gak kuliah. Biar Evelyn aja. Anak pertama harus terlihat membanggakan." Imbuhku sama persis apa yang di ucapkannya lima tahun lalu.
"Emang benar 'kan?? Anak bungsu gak usah berpendidikan tinggi. Harus kerja bantu perekonomian keluarga." Timpalnya sukses membuat hatiku berdenyut sakit. Akhirnya luka lama telah terbuka kembali. Impianku menjadi sarjana tidak terlaksana karena keadaan.
"Kenapa diem. Gak bisa jawab lagi!" Tersenyum smirik sembari bersedekap dada, "lagian besok pagi kamu nikah. Buat apa kuliah mengejar impianmu itu. Buang-buang waktu juga uang."
Aku berbalik badan menemui Ayah yang masih di dapur, "Ayah?" Hebat. Aku enggak cengeng.
"Iya, Adek. Mau bantuin Ayah masak?" Mendekati beliau, rupanya masakannya hampir matang semua.
"Ayah masakin makanan kesukaan, Adek?" ujarku melihat makanan di atas wajan juga Ayah secara bergantian, "iya, masakan paling spesial untuk kesayangannya Ayah."
Bila Evelyn kesayangan Ibu, maka aku adalah anak kesayangannya Ayah.
"Nanti kita makan sama-sama okay?" Mengangguk pelan, gak biasanya Ayah memasak. Sebab, urusan masak, sudah ada Ibu yang atur.
Makan malam sudah selesai lima belas menit lalu. Aku melamun, merenungi ucapan Ibu tadi sore. Menggelengkan kepala, menghalau kemungkinan-kemungkinan yang akan terjadi kepadaku.
"Dek?" panggil Ayah mengetuk sekali pintu kamar, "boleh Ayah masuk??"
"Boleh, Yah."
Mereka berdua duduk tepi kasur. Ayah menyodorkan sebuah foto yang dicetak seukuran KTP, "Coba Adek lihat fotonya." Menurutinya, melihat foto pria dewasa memakai setelan formal juga kacamata hitam, "dia siapa?" Masih meneliti setiap lekuk wajahnya.
"Calon suaminya Adek." Tubuhku menegang, menjatuhkan foto yang katanya ... calon suamiku?
"Ayah??" Aku meminta penjelasan darinya.
"Iya, Dek." Wajah keriput senantiasa menghiasi wajahnya.
Berarti, apa yang dikatakan Ibu ... benar?
"Apa alasannya. Kenapa mendadak seperti ini??" Ayolah, aku masih muda. Masih berumur dua puluh dua tahun. Pria yang ada di foto pun, kelihatan tiga puluh tahunan bahkan lebih?
"Enggak ada alasannya. Jadi, Adek mau nggak menikah sama dia?" Ayah mengambil foto yang tak sengaja kujatuhkan, "besok. Adek akan menikah besok."
"Ayah harap, Adek mau menerimanya. Demi Ayah." Katanya menggenggam erat tangan kananku.
Maunya menolak, tapi mata Ayah memancarkan keinginan supaya aku mau menikah dengan pria pilihannya.
Mengangguk pelan membuat Ayah tersenyum manis dan berterima kasih telah setuju menikah esok hari. Berusaha tetap waras, aku membalas pelukannya. Beliau mengecup lama keningku.
"Ya sudah, Ayah mau telepon dulu sama Tuan Jay." Ayah mengelus lembut puncak kepalaku.
Baru berjalan dua langkah, tubuh Ayah mulai limbung berakhir pingsan menuai pekikan dariku pun memanggil namanya berulang-ulang.
Sibuk menikmati status duda dan memiliki satu anak yang begitu cantik, enggak ada angin serta badai, Mama tercinta justru menjodohkan dirinya dengan seorang gadis polos berumur delapan belas tahun. Akankah ia terima, atau menolaknya??
"Syaratnya, kamu harus kencan satu malam dengan saya di rumah. Malam itu juga, saya akan kasih kamu uang senilai 100 juta," Bagai rezeki nomplok untuk gadis memiliki lesung pipi itu. Hanya kencan saja bukan? Di rumah pula. "Hanya menemani saya dinner, enggak lebih." Setelah dipecat dari kerjaannya, terbitlah uang menghampiri gadis tersebut. Memang, nasib itu seperti tempe, enggak ada yang tahu.
"Lebaran besok Nisha gak dibeliin baju baru tidak apa-apa 'kan?" Lagi? Memang sih Nisha tidak memaksa Miftah--Ayah kandungnya untuk membeli baju baru untuk dirinya. "Kalau Cici dapet enggak, Yah??" Miftah berjongkok menyamakan tingginya dengan si bungsu, "Pastinya dong. Abang Kifli juga dapet," ujarnya sembari mengusap lembut sang putri. *** Semenjak kematian Bunda nya, sikap Miftah berbeda dari biasanya. Selalu pilih kasih. Kifli dan Cici suka sekali dibelikan sesuatu sementara Nisha tidak. Padahal, ia perlu membeli keperluan sekolah akibatnya Nisha kerja di toko bunga sejak lulus SMP. Akankah kisah hidupnya berakhir tragis seperti kebanyakan film yang sering Nisha tonton?? Akankah dunia adil dengan mendatangkan seorang pria datang di kehidupan Nisha?? Di bulan suci ramadhan. Semoga ia bisa bahagia meski bukan Miftah orang yang membuatnya bahagia. Yah, semoga saja.
Kehidupan Shafiyah langsung berubah kala suaminya di PHK dari kantor tempat dia bekerja. Alasannya, karena ada seseorang korupsi--mengambil saham perusahaan sampai mengalami kerugian mencapai milyaran rupiah. Serba-serbi hidup mewah, bergelimang harta, kebutuhan selalu tercukupi, kini roda telah berputar. Sebagaimana takdir berkata tidak melulu kita berada di atas. Ada kalanya harus mengerti dan merasakan bagaimana kehidupan di kalangan bawah. Ya, Shafiyah terpaksa tinggal bersama dengan mertuanya. Sang suami bertani di sawah guna mencukupi biaya sehari-hari. Menghadapi orang tua suami yang masih mengenyam jadul alias jaman dulu. Kehidupan Shafiyah terombang-ambing. Bagaimanakah kelanjutannya? Apakah Shafiyah bisa bertahan hidup di desa, serta mengalami hal-hal tidak terduga?
"Kalau jalan lampu hijau, hati-hati lampu kuning, kalau kita asing, gimana?" "Udah asing kali. Gak inget ya, kita udah putus dua tahun yang lalu?" Cica, perempuan yang tahun ini menginjak kepala dua itu, harus berjumpa kembali dengan sang mantan sewaktu SMA dulu. Pertemuannya sangatlah tidak aesthetic. Di selokan--ketika Cica fokus memainkan ponsel sampai tidak melihat selokan penuh lumpur dan bau. "Es krim yang dari Cina itu apa sih namanya? Miss you gak sih?" Cica memutar kedua bola matanya, lalu mencebik kasar, "Bantuin gue naik, oy. Malah ngegombal terus. Udah kenyang gue makan janji manisnya elu, Soleh?!" Soleh--mantan Cica justru terkekeh ringan. Lelaki tersebut jongkok alih-alih membantu Cica keluar dari selokan, "Le minerale itu yang ada nangis-nangisnya dikit gak sih?" "Keinget masa lalu ya, Beb?" sambung Soleh membuat Cica menggeram, menahan emosi. "Dasar g*la," Tidak disangka, Cica menarik pergelangan tangan Soleh. Alhasil, mereka berdua sama. Iya, sama-sama kotor terkena lumpur. "Untung gue masih sayang sama elu, Ca," Soleh mencuil sedikit lumpur dan menaruhnya di pipi tirus sang mantan.
Kenal lewat sosmed berujung asing? Atau di ghosting? Lebih parahnya cuma dijadikan pelampiasan karena kisah masa lalunya belum kelar? Rela menjadi badut padahal dalam hati ingin memilikinya? Dari pernyataan di atas, alhamdulillah aku tidak mengalami hal tersebut. Because i'm enjoy, tidak melibatkan hati atau real cuma temenan. Apa ya sebutan zaman sekarang itu? Oh iya, HTS. Artinya hubungan tanpa status--yang setiap harinya tidak pernah absen mengirim pap, sleep call hingga ketiduran, me-reply story masing-masing, di nyanyiin tiap malam. Woah, sungguh indah bukan? Ya, aku mengalaminya baru-baru ini. Dari aplikasi apakah bisa menetap di hati dan berakhir ke pelaminan? Ayo, simak kisahku sampai selesai. Di jamin membuat kalian jomblowan dan jomblowati meronta juga ingin mempunyai pasangan. Tidak seperti aku, memilih HTS ketimbang pacaran karena suatu alasan.
Amora Nouline selalu dibanding-bandingkan oleh sang ibu dengan kakak perempuannya sendiri bernama Alana Nouline! Dalam hal apapun Alana selalu unggul dari Amora, membuat sang Ibu lebih menyayangi Alana dibandingkan dengan Amora. Ketika dihadapkan dengan posisi sang ayah yang sakit parah dan memerlukan biaya rumah sakit yang tidak sedikit, Ibu dan kakak Amora sepakat untuk membujuk agar Amora menjual dirinya demi pengobatan sang ayah. Dengan hati teriris perih, terpaksa dan penuh ketakutan, Amora akhirnya menuruti keinginan ibu dan kakaknya demi kesembuhan sang ayah! Sialnya, malam itu laki-laki yang membeli Amora adalah seorang mafia dingin yang meskipun wajahnya teramat tampan namun wajah itu terlihat sangat menakutkan dimata Amora.
"Bagaimana mungkin seorang dokter spesialis kesuburan justru mandul?!" Felicia Hera adalah seorang dokter yang sudah berhenti bekerja semenjak menikah dan fokus mengabdi kepada suaminya. Namun, Felicia tidak kunjung dapat memberikan anak hingga suaminya berselingkuh dengan wanita lain. Dia bahkan menceraikan Felicia. Pada saat yang sama, Felicia kembali meniti karir kedokterannya dan pasien pertamanya justru mengajak Felicia untuk berhubungan demi membuktikan kesuburan Felicia. Hingga tepat setelah melakukannya, Felicia menghilang. Lima tahun kemudian, Felicia kembali ke tanah air membawa seorang anak perempuan yang cantik jelita. Hingga masalah datang saat ternyata direktur di rumah sakit barunya adalah ayah dari anaknya! Bagaimana Felicia menyembunyikan identitasnya? Tahukah dia, bahwa pria dingin itu telah memburu Felicia selama lima tahun terakhir?
Kedua orang yang memegangi ku tak mau tinggal diam saja. Mereka ingin ikut pula mencicipi kemolekan dan kehangatan tubuhku. Pak Karmin berpindah posisi, tadinya hendak menjamah leher namun ia sedikit turun ke bawah menuju bagian dadaku. Pak Darmaji sambil memegangi kedua tanganku. Mendekatkan wajahnya tepat di depan hidungku. Tanpa rasa jijik mencium bibir yang telah basah oleh liur temannya. Melakukan aksi yang hampir sama di lakukan oleh pak Karmin yaitu melumat bibir, namun ia tak sekedar menciumi saja. Mulutnya memaksaku untuk menjulurkan lidah, lalu ia memagut dan menghisapnya kuat-kuat. "Hhss aahh." Hisapannya begitu kuat, membuat lidah ku kelu. Wajahnya semakin terbenam menciumi leher jenjangku. Beberapa kecupan dan sesekali menghisap sampai menggigit kecil permukaan leher. Hingga berbekas meninggalkan beberapa tanda merah di leher. Tanganku telentang di atas kepala memamerkan bagian ketiak putih mulus tanpa sehelai bulu. Aku sering merawat dan mencukur habis bulu ketiak ku seminggu sekali. Ia menempelkan bibirnya di permukaan ketiak, mencium aroma wangi tubuhku yang berasal dari sana. Bulu kudukku sampai berdiri menerima perlakuannya. Lidahnya sudah menjulur di bagian paling putih dan terdapat garis-garis di permukaan ketiak. Lidah itu terasa sangat licin dan hangat. Tanpa ragu ia menjilatinya bergantian di kiri dan kanan. Sesekali kembali menciumi leher, dan balik lagi ke bagian paling putih tersebut. Aku sangat tak tahan merasakan kegelian yang teramat sangat. Teriakan keras yang tadi selalu aku lakukan, kini berganti dengan erangan-erangan kecil yang membuat mereka semakin bergairah mengundang birahiku untuk cepat naik. Pak Karmin yang berpindah posisi, nampak asyik memijat dua gundukan di depannya. Dua gundukan indah itu masih terhalang oleh kaos yang aku kenakan. Tangannya perlahan menyusup ke balik kaos putih. Meraih dua buah bukit kembarnya yang terhimpit oleh bh sempit yang masih ku kenakan. .. Sementara itu pak Arga yang merupakan bos ku, sudah beres dengan kegiatan meeting nya. Ia nampak duduk termenung sembari memainkan bolpoin di tangannya. Pikirannya menerawang pada paras ku. Lebih tepatnya kemolekan dan kehangatan tubuhku. Belum pernah ia mendapati kenikmatan yang sesungguhnya dari istrinya sendiri. Kenikmatan itu justru datang dari orang yang tidak di duga-duga, namun sayangnya orang tersebut hanyalah seorang pembantu di rumahnya. Di pikirannya terlintas bagaimana ia bisa lebih leluasa untuk menggauli pembantunya. Tanpa ada rasa khawatir dan membuat curiga istrinya. "Ah bagaimana kalau aku ambil cuti, terus pergi ke suatu tempat dengan dirinya." Otaknya terus berputar mencari cara agar bisa membawaku pergi bersamanya. Hingga ia terpikirkan suatu cara sebagai solusi dari permasalahannya. "Ha ha, masuk akal juga. Dan pasti istriku takkan menyadarinya." Bergumam dalam hati sembari tersenyum jahat. ... Pak Karmin meremas buah kembar dari balik baju. "Ja.. jangan.. ja. Ngan pak.!" Ucapan terbata-bata keluar dari mulut, sembari merasakan geli di ketiakku. "Ha ha, tenang dek bapak gak bakalan ragu buat ngemut punyamu" tangan sembari memelintir dua ujung mungil di puncak keindahan atas dadaku. "Aaahh, " geli dan sakit yang terasa di ujung buah kembarku di pelintir lalu di tarik oleh jemarinya. Pak Karmin menyingkap baju yang ku kenakan dan melorotkan bh sedikit kebawah. Sayangnya ia tidak bisa melihat bentuk keindahan yang ada di genggaman. Kondisi disini masih gelap, hanya terdengar suara suara yang mereka bicarakan. Tangan kanan meremas dan memelintir bagian kanan, sedang tangan kiri asyik menekan kuat buah ranum dan kenyal lalu memainkan ujungnya dengan lidah lembut yang liar. Mulutnya silih berganti ke bagian kanan kiri memagut dan mengemut ujung kecil mungil berwarna merah muda jika di tempat yang terang. "Aahh aahh ahh," nafasku mulai tersengal memburu. Detak jantungku berdebar kencang. Kenikmatan menjalar ke seluruh tubuh, mendapatkan rangsangan yang mereka lakukan. Tapi itu belum cukup, Pak Doyo lebih beruntung daripada mereka. Ia memegangi kakiku, lidahnya sudah bergerak liar menjelajahi setiap inci paha mulus hingga ke ujung selangkangan putih. Beberapa kali ia mengecup bagian paha dalamku. Juga sesekali menghisapnya kadang menggigit. Lidahnya sangat bersemangat menelisik menjilati organ kewanitaanku yang masih tertutup celana pendek yang ia naikkan ke atas hingga selangkangan. Ujung lidahnya terasa licin dan basah begitu mengenai permukaan kulit dan bulu halusku, yang tumbuhnya masih jarang di atas bibir kewanitaan. Lidahnya tak terasa terganggu oleh bulu-bulu hitam halus yang sebagian mengintip dari celah cd yang ku kenakan. "Aahh,, eemmhh.. " aku sampai bergidik memejam keenakan merasakan sensasi sentuhan lidah di berbagai area sensitif. Terutama lidah pak Doyo yang mulai berani melorotkan celana pendek, beserta dalaman nya. Kini lidah itu menari-nari di ujung kacang kecil yang menguntit dari dalam. "Eemmhh,, aahh" aku meracau kecil. Tubuhku men
Chelsea mengabdikan tiga tahun hidupnya untuk pacarnya, tetapi semuanya sia-sia. Dia melihatnya hanya sebagai gadis desa dan meninggalkannya di altar untuk bersama cinta sejatinya. Setelah ditinggalkan, Chelsea mendapatkan kembali identitasnya sebagai cucu dari orang terkaya di kota itu, mewarisi kekayaan triliunan rupiah, dan akhirnya naik ke puncak. Namun kesuksesannya mengundang rasa iri orang lain, dan orang-orang terus-menerus berusaha menjatuhkannya. Saat dia menangani pembuat onar ini satu per satu, Nicholas, yang terkenal karena kekejamannya, berdiri dan menyemangati dia. "Bagus sekali, Sayang!"
Blurb : Adult 21+ Orang bilang cinta itu indah tetapi akankah tetap indah kalau merasakan cinta terhadap milik orang lain. Milik seseorang yang kita sayangi
Selama dua tahun, Brian hanya melihat Evelyn sebagai asisten. Evelyn membutuhkan uang untuk perawatan ibunya, dan dia kira wanita tersebut tidak akan pernah pergi karena itu. Baginya, tampaknya adil untuk menawarkan bantuan keuangan dengan imbalan seks. Namun, Brian tidak menyangka akan jatuh cinta padanya. Evelyn mengonfrontasinya, "Kamu mencintai orang lain, tapi kamu selalu tidur denganku? Kamu tercela!" Saat Evelyn membanting perjanjian perceraian, Brian menyadari bahwa Evelyn adalah istri misterius yang dinikahinya enam tahun lalu. Bertekad untuk memenangkannya kembali, Brian melimpahinya dengan kasih sayang. Ketika orang lain mengejek asal-usul Evelyn, Brian memberinya semua kekayaannya, senang menjadi suami yang mendukung. Sekarang seorang CEO terkenal, Evelyn memiliki segalanya, tetapi Brian mendapati dirinya tersesat dalam angin puyuh lain ....