/0/19582/coverbig.jpg?v=20240813103733)
"Lebaran besok Nisha gak dibeliin baju baru tidak apa-apa 'kan?" Lagi? Memang sih Nisha tidak memaksa Miftah--Ayah kandungnya untuk membeli baju baru untuk dirinya. "Kalau Cici dapet enggak, Yah??" Miftah berjongkok menyamakan tingginya dengan si bungsu, "Pastinya dong. Abang Kifli juga dapet," ujarnya sembari mengusap lembut sang putri. *** Semenjak kematian Bunda nya, sikap Miftah berbeda dari biasanya. Selalu pilih kasih. Kifli dan Cici suka sekali dibelikan sesuatu sementara Nisha tidak. Padahal, ia perlu membeli keperluan sekolah akibatnya Nisha kerja di toko bunga sejak lulus SMP. Akankah kisah hidupnya berakhir tragis seperti kebanyakan film yang sering Nisha tonton?? Akankah dunia adil dengan mendatangkan seorang pria datang di kehidupan Nisha?? Di bulan suci ramadhan. Semoga ia bisa bahagia meski bukan Miftah orang yang membuatnya bahagia. Yah, semoga saja.
"Lebaran besok Nisha gak dibeliin baju baru tidak apa-apa 'kan?"
Lagi?
Memang sih Nisha tidak memaksa Miftah--Ayah kandungnya untuk membeli baju baru untuk dirinya.
"Kalau Cici dapet enggak, Yah??"
Miftah berjongkok menyamakan tingginya dengan si bungsu, "Pastinya dong. Abang Kifli juga dapet," ujarnya sembari mengusap lembut sang putri.
Kifli--Abangnya Nisha sekaligus anak pertama kini tengah melanjutkan study di bangku kuliah semester akhir. Kampusnya dekat dari rumah. Jadi pp alias pulang pergi.
Merasa Nisha tidak ada keperluan, ia melangkah menuju kamar karena sebentar lagi Salsa dengan Dila mampir ke rumahnya untuk diniyah di masjid.
Selalu.
Selalu ada materi agama setiap bulan puasa oleh ustadz di pondok pesantren yang jaraknya sepuluh menitan menuju desa ini.
"Assalamualaikum,"
Baru juga Nisha membatin, mereka berdua sudah datang. Gadis berusia lima belas tahun segera memakai baju gamis hitam polos dipadukan kerudung segi empat coksu hasil dari tabungannya.
Mengambil buku, bolpoin, Al-Qur'an, kitab Safinah, kemudian memasukannya ke dalam tas selempangnya. Dirasa tidak ada yang ketinggalan, Nisha keluar kamar dan langsung dihadapkan kebersamaan Kifli juga Cici. Di sana, tepatnya ruang tamu. Abang Nisha amat telaten menyuapi si bungsu. Cici enggak puasa. Bocah itu tengah sakit. Hati gadis itu berdesir. Sedari dulu memang Kifli cuekan, bodo amatan. Namun saat Cici lahir, sikapnya agak hangat. Sampai detik ini, gadis memakai gamis hitam belum merasakan kasih sayang seorang Kakak laki-laki. Yah, karena tidak akan mendapatkannya. Entah salah apa Nisha kepada Kifli sehingga anak kuliahan tersebut enggan berbicara. Jangankan bicara. Senyum kepada Nisha saja tidak pernah.
Apa kalian pernah di posisinya Nisha??
Nisha, si gadis yang lahir sebagai anak tengah harus menanggung semuanya sendirian.
Ada perasaan iri kah selama dua tahun terakhir?
Nisha dengan tegas berkata hanya sedikit iri. Atau sudah terbiasa?? Entahlah. Hanya isi hati Nisha dan Tuhan yang tahu.
"Nanti bukber di restoran baru, yuk? Dekat kok dari sini. Cuma sepuluh menitan," ajak Dila usai Nisha memakai sandal jepitnya.
Kemudian mereka bertiga mengucap salam meski tidak dijawab oleh orang rumah.
Jalan berbondong-bondong menuju masjid sembari Dila menceritakan bagaimana restoran pilihannya ada spot foto selfie. Sangat aesthaetic dan Instagramable.
"Aku nggak bisa, Dil," sahut Nisha tanpa pikir-pikir lebih dulu. You know lah. Gadis itu tidak mempunyai banyak uang. Kerja pun tengah libur. Karena semingguan lagi hari raya Idul Fitri. Pemilik toko menyuruh ia cuti sampai tiga hari setelah lebaran.
Jadwal masuk diniyah pukul satu siang, dan sekarang masih jam setengah satu. Tidak malu atau pun gengsi mengingat tiga gadis tersebut berusia enam belas juga tujuh belas. Hanya Nisha dengan Dila masih sekolah. Salsa seharusnya kelas dua SMA. Namun, harus berhenti tengah jalan mengingat kondisinya anak yatim piatu. Tidak punya siapa-siapa lagi.
Ilmu bisa dicara kapan saja. Tidak ada kata terlambat bagi ketiga gadis itu. Walau kebanyakan bocil-bocil. Yang remaja hanyalah mereka bertiga.
"Ihh, kok gitu sih??" protes Dila.
Uang jajan dari Miftah?
Nisha kumpulkan guna membeli rok sekolah sebab yang lama bolong akibat ulah Kifli. Entah iseng atau tidak sengaja, Abangnya menyetrika baju menggunakan alas rok abu milik Nisha.
Dila cemberut kesal. Enggak lengkap bila Nisha absen.
"Gue traktir elo, Nis," sela Salsa sedari tadi diam mulai bersuara.
Nisha menggeleng tegas, "No?! Gak usah, Sal. Kamu juga 'kan lagi ngumpulin uang buat bayar kontrakan," pun setau Nisha, Salsa sudah nunggak hampir dua bulan lamanya. Untung pemilik kontrakan baik hati serta memaklumi keadaan Salsa.
Fyi, Salsa kerja menjual tisu dari warung ke warung. Kadang nyampe kota bermodal ikut tukang sayur menuju kota supaya bisa makan tiga hari sekali.
"Ya udah sih, gue traktir kalian aja," final Dila. Ia berjalan mundur sambil menghadap ke arah dua temannya.
"Tidak ada penolakan," imbuhnya mau tak mau Nisha dan Salsa mengangguk patuh.
***
"Kata bocah lelaki, ustadz Dulah gak bisa ngajar diniyah mulai hari ini dan seterusnya," perkataan Dila mengawali pergibahan saat sudah tiba di teras masjid.
Duduk-duduk santai seraya menunggu ustadz baru datang.
"Sama bocah aja kamu percaya, Dil," kekeh Nisha mengambil buku tulis. Mau memastikkan apakah ia sudah mengerjakan tugas dari ustadz Dulah atau belum. Loh, tapi kata Dila enggak ngajar lagi? Jadi, Nisha taruh lagi aja buku miliknya.
"Kenapa??" tanya Salsa tiba-tiba.
Nisha loading sebentar, "Owh ini, Sal. Mau ngecek tugas yang kemarin itu lho. Aku lupa udah ngerjain atau belum," jelasnya cepat tanggap maksud Salsa.
"Halah, biarin aja napa. Ustadz kita baru. Kagak mungkin dah ustadz Dulah beritahu semisal ada tugas ke-- "
"Dil? Kenapa diem??" tegur Nisha. Karena posisi Nisha membelakangi, ia tidak tahu apa yang terjadi.
"Itu?" tunjuk Salsa menggunakan dagunya.
Kepala Nisha meneleng, seolah berkata 'siapa'.
"Sudah hampir jam satu. Kalian enggak pada masuk?!" ucapan seseorang di belakang Nisha sangatlah tenang tetapi penuh penekanan.
Dan entah kenapa atmosfer sekitar mereka mendadak panas dingin.
"Tidak masuk dalam hitungan ketiga, kalian setor hafalan surat Ar-Rahman hari ini juga," penuh ancaman, membuat Salsa, Dila ngacir duluan. Tersisa Nisha bersama ustadz baru tersebut.
"Satu,"
Nisha mendengus sebal tak mengindahkan ancaman pria dewasa yang ia kira berumur dua puluh lima tahun atau kah lebih??
"Dua,"
Perlahan bangkit sambil merapihkan posisi dalaman kerudung kiranya miring sebelah.
"Ti-- "
"Dasar ustadz galak," gumam Nisha meninggalkan ekspresi datar pria itu.
Di awali bacaan basmallah dilanjut pembacaan do'a ketika belajar. Lalu bocah-bocah membaca surat pendek tanpa melihat buku. Begitu gadis remaja. Bedanya mereka bertiga membaca surat An-Naba.
"Sebelum dimulai ustadz akan memperkenalkan diri-- "
"Ustadz ganteng banget. Mau gak jadi suaminya aku??" potong seorang bocah perempuan yang gigi tengahnya ompong.
Haish, bocah kematian, batin Nisha. Ia kalem, diam tapi tangan kanannya tidak bisa diam. Terus memutar-mutar bolpoin punya Salsa.
"Diem eh," tegur Dila pelan.
"Mau lanjut?" tanyanya menatap seluruh anak diniyahnya.
"Lanjut?!" seru bocah ditambah teriakan Dila.
Hilih, Dila pasti udah kepincut sama ketampanan sang ustadz. Nisha sudah hafal betul kelakuan temannya. Esoknya mungkin Dila akan meminta nomor whatsapp nya beliau. Kita lihat saja besok. Perkataannya mengarang atau betulan.
"Nama ustadz Niyaz Zhafri Al-Fateh. Biasa dipanggil Iyaz. Lulusan pondok pesantren Al-Ikhlas desa sebelah. Apakah ada yang perlu ditanyakan??" perkenalan begitu singkat, tidak tercantum usia, status, loh?? Kenapa Nisha jadi kepo maksimal?
"Umurnya berapa, Ustadz?"
"Ustadz Iyaz ganteng. Mau jadi Kakak ipar aku nggak, Tad?"
"Nomor whatsapp nya kosong delapan berapa, Ustadz?"
"Ukuran kopiah nya berapa? Biar Mbak aku beliin buat ustadz,"
"Ustadz Iyaz suka Idol K-Pop tidak??"
Oke, pertanyaan mereka sangat di luar jalur. Kebablasan alias mengusik privasi Iyaz.
"Yap, kamu dari tadi geleng-geleng kepala sambil nunduk coba mau bertanya apa!?"
Yang dimaksud ialah Nisha. Gadis tersebut heran sekaligus jengkel. Ia diam saja tapi malah disuruh bertanya.
Sibuk menikmati status duda dan memiliki satu anak yang begitu cantik, enggak ada angin serta badai, Mama tercinta justru menjodohkan dirinya dengan seorang gadis polos berumur delapan belas tahun. Akankah ia terima, atau menolaknya??
"Syaratnya, kamu harus kencan satu malam dengan saya di rumah. Malam itu juga, saya akan kasih kamu uang senilai 100 juta," Bagai rezeki nomplok untuk gadis memiliki lesung pipi itu. Hanya kencan saja bukan? Di rumah pula. "Hanya menemani saya dinner, enggak lebih." Setelah dipecat dari kerjaannya, terbitlah uang menghampiri gadis tersebut. Memang, nasib itu seperti tempe, enggak ada yang tahu.
Kehidupan Shafiyah langsung berubah kala suaminya di PHK dari kantor tempat dia bekerja. Alasannya, karena ada seseorang korupsi--mengambil saham perusahaan sampai mengalami kerugian mencapai milyaran rupiah. Serba-serbi hidup mewah, bergelimang harta, kebutuhan selalu tercukupi, kini roda telah berputar. Sebagaimana takdir berkata tidak melulu kita berada di atas. Ada kalanya harus mengerti dan merasakan bagaimana kehidupan di kalangan bawah. Ya, Shafiyah terpaksa tinggal bersama dengan mertuanya. Sang suami bertani di sawah guna mencukupi biaya sehari-hari. Menghadapi orang tua suami yang masih mengenyam jadul alias jaman dulu. Kehidupan Shafiyah terombang-ambing. Bagaimanakah kelanjutannya? Apakah Shafiyah bisa bertahan hidup di desa, serta mengalami hal-hal tidak terduga?
"Kalau jalan lampu hijau, hati-hati lampu kuning, kalau kita asing, gimana?" "Udah asing kali. Gak inget ya, kita udah putus dua tahun yang lalu?" Cica, perempuan yang tahun ini menginjak kepala dua itu, harus berjumpa kembali dengan sang mantan sewaktu SMA dulu. Pertemuannya sangatlah tidak aesthetic. Di selokan--ketika Cica fokus memainkan ponsel sampai tidak melihat selokan penuh lumpur dan bau. "Es krim yang dari Cina itu apa sih namanya? Miss you gak sih?" Cica memutar kedua bola matanya, lalu mencebik kasar, "Bantuin gue naik, oy. Malah ngegombal terus. Udah kenyang gue makan janji manisnya elu, Soleh?!" Soleh--mantan Cica justru terkekeh ringan. Lelaki tersebut jongkok alih-alih membantu Cica keluar dari selokan, "Le minerale itu yang ada nangis-nangisnya dikit gak sih?" "Keinget masa lalu ya, Beb?" sambung Soleh membuat Cica menggeram, menahan emosi. "Dasar g*la," Tidak disangka, Cica menarik pergelangan tangan Soleh. Alhasil, mereka berdua sama. Iya, sama-sama kotor terkena lumpur. "Untung gue masih sayang sama elu, Ca," Soleh mencuil sedikit lumpur dan menaruhnya di pipi tirus sang mantan.
Kenal lewat sosmed berujung asing? Atau di ghosting? Lebih parahnya cuma dijadikan pelampiasan karena kisah masa lalunya belum kelar? Rela menjadi badut padahal dalam hati ingin memilikinya? Dari pernyataan di atas, alhamdulillah aku tidak mengalami hal tersebut. Because i'm enjoy, tidak melibatkan hati atau real cuma temenan. Apa ya sebutan zaman sekarang itu? Oh iya, HTS. Artinya hubungan tanpa status--yang setiap harinya tidak pernah absen mengirim pap, sleep call hingga ketiduran, me-reply story masing-masing, di nyanyiin tiap malam. Woah, sungguh indah bukan? Ya, aku mengalaminya baru-baru ini. Dari aplikasi apakah bisa menetap di hati dan berakhir ke pelaminan? Ayo, simak kisahku sampai selesai. Di jamin membuat kalian jomblowan dan jomblowati meronta juga ingin mempunyai pasangan. Tidak seperti aku, memilih HTS ketimbang pacaran karena suatu alasan.
Ratu Gifara, gadis berusia 16 tahun itu harus beradu mulut setiap harinya dengan Raja, semenjak naik ke kelas 11. Lelaki yang memiliki bola mata hitam pekat dan berwajah datar yang akan menunjukkan sifat nyinyir hanya kepada Ratu seorang. Keras kepala. Itulah sifat mereka berdua. Tidak ada yang mau mengalah, hingga hari kelulusan tiba. Tentang Ratu yang tidak mengetahui perjanjian rahasia antar kedua orang tuanya bersama seseorang. Ditambah Raja, lelaki bermulut pedas dengan sejuta rahasianya.
Ava menarik nafas panjang sebelum melepas penutup terakhir tubuhnya. Dan kali ini, yang hadir hanyalah ketelanjangan yang membebaskan, ketelanjangan yang membebaskannya dari pakaian kepalsuan yang menutupinya selama ini. Ava memejamkan mata, menikmati udara sore dan dingin air yang mengalir membasahi tubuhnya. Sore itu ia merasa menyatu dengan alam.
Bagaimana jika keponakan yang dititipkan oleh kakak perempuan nya mulai mengacaukan seluruh tatanan kehidupan nya. Gadis kecil yang dia sangka polos menyimpan cinta mendalam untuk dirinya, memancing hasrat nya berkali-kali hingga pada akhirnya satu malam panas terjadi di antara mereka. Bagaimana caranya dia meminta restu kepada kakak nya sendiri untuk hubungan yang jelas di anggap tidak mungkin untuk semua orang. Namun siapa sangka satu kenyataan dimasa lalu terbuka secara perlahan soal hubungan mereka yang sesungguhnya.
Warning !! Cerita Dewasa 21+.. Akan banyak hal tak terduga yang membuatmu hanyut dalam suasana di dalam cerita cerita ini. Bersiaplah untuk mendapatkan fantasi yang luar biasa..
Sinta butuh tiga tahun penuh untuk menyadari bahwa suaminya, Trisna, tidak punya hati. Dia adalah pria terdingin dan paling acuh tak acuh yang pernah dia temui. Pria itu tidak pernah tersenyum padanya, apalagi memperlakukannya seperti istrinya. Lebih buruk lagi, kembalinya wanita yang menjadi cinta pertamanya tidak membawa apa-apa bagi Sinta selain surat cerai. Hati Sinta hancur. Berharap bahwa masih ada kesempatan bagi mereka untuk memperbaiki pernikahan mereka, dia bertanya, "Pertanyaan cepat, Trisna. Apakah kamu masih akan menceraikanku jika aku memberitahumu bahwa aku hamil?" "Tentu saja!" jawabnya. Menyadari bahwa dia tidak bermaksud jahat padanya, Sinta memutuskan untuk melepaskannya. Dia menandatangani perjanjian perceraian sambil berbaring di tempat tidur sakitnya dengan hati yang hancur. Anehnya, itu bukan akhir bagi pasangan itu. Seolah-olah ada penghalang jatuh dari mata Trisna setelah dia menandatangani perjanjian perceraian. Pria yang dulu begitu tidak berperasaan itu merendahkan diri di samping tempat tidurnya dan memohon, "Sinta, aku membuat kesalahan besar. Tolong jangan ceraikan aku. Aku berjanji untuk berubah." Sinta tersenyum lemah, tidak tahu harus berbuat apa ....
Warning!!!!! 21++ Dark Adult Novel Aku, Rina, seorang wanita 30 Tahun yang berjuang menghadapi kesepian dalam pernikahan jarak jauh. Suamiku bekerja di kapal pesiar, meninggalkanku untuk sementara tinggal bersama kakakku dan keponakanku, Aldi, yang telah tumbuh menjadi remaja 17 tahun. Kehadiranku di rumah kakakku awalnya membawa harapan untuk menemukan ketenangan, namun perlahan berubah menjadi mimpi buruk yang menghantui setiap langkahku. Aldi, keponakanku yang dulu polos, kini memiliki perasaan yang lebih dari sekadar hubungan keluarga. Perasaan itu berkembang menjadi pelampiasan hasrat yang memaksaku dalam situasi yang tak pernah kubayangkan. Di antara rasa bersalah dan penyesalan, aku terjebak dalam perang batin yang terus mencengkeramku. Bayang-bayang kenikmatan dan dosa menghantui setiap malam, membuatku bertanya-tanya bagaimana aku bisa melanjutkan hidup dengan beban ini. Kakakku, yang tidak menyadari apa yang terjadi di balik pintu tertutup, tetap percaya bahwa segala sesuatu berjalan baik di rumahnya. Kepercayaannya yang besar terhadap Aldi dan cintanya padaku membuatnya buta terhadap konflik dan ketegangan yang sebenarnya terjadi. Setiap kali dia pergi, meninggalkan aku dan Aldi sendirian, ketakutan dan kebingungan semakin menguasai diriku. Di tengah ketegangan ini, aku mencoba berbicara dengan Aldi, berharap bisa menghentikan siklus yang mengerikan ini. Namun, perasaan bingung dan nafsu yang tak terkendali membuat Aldi semakin sulit dikendalikan. Setiap malam adalah perjuangan untuk tetap kuat dan mempertahankan batasan yang semakin tipis. Kisah ini adalah tentang perjuanganku mencari ketenangan di tengah badai emosi dan cinta terlarang. Dalam setiap langkahku, aku berusaha menemukan jalan keluar dari jerat yang mencengkeram hatiku. Akankah aku berhasil menghentikan pelampiasan keponakanku dan kembali menemukan kedamaian dalam hidupku? Atau akankah aku terus terjebak dalam bayang-bayang kesepian dan penyesalan yang tak kunjung usai?
Untuk membayar hutang, dia menggantikan pengantin wanita dan menikahi pria itu, iblis yang ditakuti dan dihormati semua orang. Sang wanita putus asa dan kehabisan pilihan. Sang pria kejam dan tidak sabaran. Pria itu mencicipi manisnya sang wanita, dan secara bertahap tunduk pada nafsu adiktif. Sebelum dia menyadarinya, dia sudah tidak dapat melepaskan diri dari wanita tersebut. Nafsu memicu kisah mereka, tetapi bagaimana cinta bersyarat ini akan berlanjut?