Dia berdiri di lobby Hartono Firm, firma hukum ternama yang menjadi impiannya sejak lama. Tang
pada diri sendiri, berusaha mengabaikan
t blazer kusut, rambut keritingnya mencuat ke segala arah, dan kacamata tebalnya hampir
menuju meja resepsion
R
ru sebuah su
buran. Matanya yang membelalak menatap ngeri pada noda cok
sengaja, sungguh!" Anita buru-buru
mata setajam elang, menatapnya dengan murka. "Kau
minta maaf, Tuan. Saya akan me
Mengganti? Dengan apa
endongak, menatap pria itu dengan
enuh ejekan, "Jas ini harganya mungkin lebih mahal
orang kaya, tuan tapi saya punya harga diri. Dan saya tidak akan membiarka
selama ini tidak ada seorang pun di kantor ini berani membatah apalagi be
egera berangkat. Klie
noleh ke arah rekannya dengan kesal. Dia kemb
snya. "Kau akan menyesal
au yang dia hadapi ini adalah putra mahkota dari pemilik Hartono Firm setelah orang itu memanggil nama pria itu dengan sebutan Adrian kare
Hartono Firm belum dimulai, tapi dia sudah membuat musuh. Dan bukan sembar
ana bisa aku tidak mengenali wajahnya? Padahal suda
sahaan berkelebat di benaknya. Anita menggelengkan kepala,
r," gumamnya, menegakkan bahu. "Ak
onis. Di balik meja itu, duduk seorang wanita dengan dandanan menco
a Anita, berusaha t
t melihat penampilan Anita dari ujung kepala hi
ita, berusaha mengabaikan tatapan menilai si r
elas-jelas terkejut. "Apakah And
geleng. "B
l, "tapi Pak Yanto adalah manajer HRD yang sanga
dulu? Katakan saja Anita ingi
ak. "Memangnya Anda i
pa-siapanya," j
si resepsionis dengan nada final. "Lagipula, firma k
erasa frustas
apu penampilan Anita sekali lagi, "kami tidak akan memp
di ulu hati. Amarah yang tadinya s
ahu penampilan saya mungkin tidak sesuai standar firma i
hat terkejut dengan
ut Anita, "atas permintaan
psionis mele
Hartono sendiri yang meminta saya untuk menemui Pak Ya
g. Beberapa orang yang lewat ba
ta dengan campuran ketidakpercayaan dan kecurigaan
Terlalu culun? Atau terlalu berani untuk d
tergagap, tidak
gerti ketidakpercayaan Anda. Tapi saya bersumpah, saya tid
resepsionis. Dia melirik telepon di
kata. "Saya akan menghubungi Pak Yanto
a konsekuensinya,"
on dan mulai menekan nomor. Anita menunggu dengan jantung berdebaorang-orang di sekitarnya. Beberapa berbisik-bisik, yang lain menatap penuh
rti selamanya, si resepsionis meletakk
rnya dengan suara bergetar. "Silakan tunggu
iri dirinya. Dia berbalik, bermaksud untuk duduk di area tunggu
i Adrian dengan wajah