ur Gilda kemudian. Ia bahkan memukul dada Kendrick serta memberikan tamparan tambahan sebelum t
baru saja berlari dari halaman rumah setelah
waras!" jawab Gilda sambil menunjuk ke arah Kendrick yang
Asisten rumah tangga Mateo itu pun berlari, mengejar Gilda dan menarik tangan wanita
ng," jawab Gilda begitu Mo
Nona? Tuan Mateo pasti mencarimu, beliau
ahu aku ingin ke mana. Karena s
ya untuk kakek. Dia akan tetap di sini sampai acara ini selesai," ucap Kendrick pada Mona, yang membuat Gil
ana Kendrick membawanya. "Ikuti ucapanku jika tidak ingin aku membongkar isi hatim
kembali, dan ternyata Kendrik memintanya untuk duduk bersama. Keduanya
aha tersenyum. Meski ada keanehan di dalam hati, Gilda tetap memerhatikan pasangan di depan sana. Perasaannya
at Gilda melirik sekilas pada pria sok asik i
sakit hati saat melihat Carla tersenyum senang di sana, seperti sekarang ...," balas Gilda dengan senyum miring. Tentu yang dikatakan Gild
rtinya ada wanita lain yang mengisi hatiku," ucap Kendrick yang membuat Gilda mena
al
ke arah pria di sampingnya. Ia terdiam, hampir saja ia ingin meneriaki nama Kendrick saat itu juga. Akan tet
ara mempersilakan para tamu untuk menikmati hidangan ya
enal dirimu bebe
ang, bukan?" Gilda menggeleng seraya bangun dari kursinya. "Kau mau ke mana?!" Tepat kala Kendrick b
Gilda yang hendak pergi itu pun menjadi heran saat Kendrick melepas tangannya tiba-tiba dan tersenyum dan berdiri ke arah Carla. Melihat senyum Kendrick, Gilda menggeleng. "Dasar! Oh, jangan bilang kalian berdua pernah ada hubungan ...," bisik Gilda yang tak terlontarkan sambil menatap Kendrick yang mengucapkan selamat pada Carla dengan tidak tulus. Gilda mampu melihat ekspresi dan nada suara Kendrick yang berbeda.
Tiba-tiba saja Carla menerima pelukan Kendrick dan wanita itu mengajak Kendrick ke arah meja khusus makanan. "Aku harus membawa sahabatku ini sebentar, Gilda. Kami pergi dulu, ya!" seru Carla yang sudah pasti Gilda persilakan. Detik itu juga, Gilda menyadari bahwa pasti ada sesuatu di antara Carla dan Kendrick.
Sesudah kepergian dua orang itu, pundaknya ditepuk seseorang dari belakang. "Ed? Kenapa ke sini? Kau tidak mau berduaan dengan Carla?" Edzhar tertawa pelan. "Untuk apa? Dia tidak akan kemana-mana. Kebetulan aku sedang ingin berbicara dengan sahabatku." Gilda lantas menunjuk dirinya sendiri. "Siapa lagi kalau bukan kau, Gil? Ayo, kita ambil makanan terlebih dulu sebelum berbincang denganmu lebih jauh."
"Ah, tidak bisa. Aku haru pulang, Ed." Edzhar yang sudah meraih tangan Gilda itu langsung merasakan hempasan cukup kencang. "Bibi sedang membutuhkanku. Ada banyak pesanan roti untuk besok pagi, kami semua akan sibuk. Aku ingin pulang sekarang," alasan Gilda yang membuat Edzhar menatapnya penuh selidik.
tidak berb
"Tidak, Ed. Aku serius, besok pagi ada pesanan roti. Malam ini kami harus mulai membuat sebagian."
Dengan berat hati Edzhar mengizinkan Gilda pulang. Namun, sebelum itu Edzhar menelepon sang sopir agar mengantar Gilda pulang. Edzhar juga meminta Gilda untuk bertemu dengan Mateo terlebih dulu sebelum angkat kaki dari kediaman Carla.
Hampir satu bulan lamanya Gilda berkutat dengan toko serta customer yang selalu ramai setiap harinya. Semenjak toko rotinya ikut dipromosikan di media sosial, Gilda jadi tak punya waktu untuk berlibur beberapa hari. Bahkan ia harus mencari tambahan pekerja, dan menyewa tempat lagi untuk memperluas ruang produksi roti dan kue-kue miliknya.
Akibat dari kesibukan itu, Gilda pun jarang memerhatikan kondisi tubuh. Hingga siang ini Gilda mendadak pingsan di ruang produksi. Dalila yang panik lantas meminta beberapa pekerja untuk membantunya mengantar Gilda ke rumah sakit. Belum sampai di rumah sakit, Gilda sudah sadar. Karena efek
kayu putih, wani
Gilda yang sudah membuka mata itu pun berkata, "Kepalaku pusing ... sepertinya karena perut kosongku."
"Kau membuatku khawatir! Lain kali jangan lewatkan jam makan siangmu, aku tidak suka melihatmu pingsan!" sembur Dalila dengan muka yang masih syok. "Kita hidup hanya berdua saja, Gilda. Seharusnya
perhatikan kesehatanmu, aku hanya punya dirimu," tambahnya yang membuat Gilda mengangguk dan berusaha untuk duduk tegak.
"Cari tempat makan saja, Bibi. Aku lapar," ucap Gilda seraya mengelus perutnya. Sang bibi pun meminta sopir toko roti mereka untuk mencari tempat makan terdekat. Tidak butuh waktu lama, mobil yang ditumpangi mereka berhenti di depan resto. Dalila dengan bantuan karyawannya, membantu Gilda
turun. "Tidak perlu berlebihan, aku baik-baik saja. Lebih baik kalian kembali ke toko, aku bisa urus diriku sendiri," terang Gilda setelah mereka keluar dari mobil.
"Aku akan mengantarmu sampai dalam," lontar Dalila tegas. Ia menggandeng Gilda sampai masuk ke resto tersebut. Sampai di dalam, Gilda memohon pada sang bibi untuk kembali ke toko, dan membiarkannya pulang sendiri. Karena Gilda sangat keras kepala, alhasil Dalila setuju dengan meminta sopir toko untuk tetap menemani Gilda. "Jaga dirimu baik-baik, aku kembali sendiri saja. Makanlah yang banyak," pesan Dalila sebelum keluar.
Seperginya sang bibi, Gilda menyampaikan apa yang ingin sekali ia makan pada waitress. Begitu sang pelayan resto tersebut pergi, Gilda terdiam sambil mengelus perutnya. Ia menunduk dan berbisik, "Maafkan aku karena terlalu fokus bekerja, sampai lupa bahwa bisa saja kau kelaparan, maaf ...."
Makanan yang Gilda pesan pun datang. Gilda sangat ingin memakan sapo tahu seafood yang menurutnya sangat nikmat dimakan di waktu terik seperti ini. Bukan cuma itu, di meja Gilda sudah tersedia cumi goreng mentega. Satu gelas jus alpukat bahkan sudah lebih dulu ia minum sebelum mencicipi menu
am
Gilda tidak langsung menghabiskan sapo tahu, tetapi diselingi dengan cumi goreng mentega yang tak kalah menggugah seleranya. Wanita itu tampak makan dengan tenang, dengan sesekali mengelus pelan perutnya. Sesekali harus meminum jus, karena haus melanda. Wanita yang memakai gaun sebetis berlengan pendek itu
dikejutkan dengan suara seseorang. Suara yang tak asing, dan berasal dari belakang tubuh, membuat Gilda menoleh. Sosok Mateo tengah tersenyum padanya dan memilih duduk di depan Gilda tanpa izin lebih dulu.
"Ka-Kakek?" Gilda agak terbata-bata dan berusaha menunjukkan senyum. "Apakah Kakek makan siang sendirian?" tambahnya sembari melirik ke kanan dan kiri, lalu ke belakang sebelum akhirnya kembali melihat depan.
"Ada sesuatu yang ingin saya sampaikan padamu, Gilda ...," balas Mateo yang terlihat begitu serius di mata Gilda. Wanita itu sampai meraih segelas jus alpukatnya sebelum mengangguk dan mempersilakan Mateo bersuara.
"Hal ini mengenai malam ... di mana kau dan Ed pulang dari club." Detik itu juga Gilda merasa waktu berhenti. Tatapannya pada Mateo semakin tajam, terlebih saat tangan kirinya refleks terulur ke perut yang
masih rata. Dadanya berdegup lebih cepat saat Mateo mengambil sebuah ponsel dari kantong kemeja yang pria tua itu pakai, dan mengucapkan, "Ada yang aneh malam itu."