mengingat di mana diriku berada. Lalu bayangan saat tubuhku terhempas ke ranjang dan pisau yang mel
nya tampak normal. Apa
us segera menuliskannya sebelum lupa. Mimpi itu akan menjadi kisah seru
rt
meja nakas, melainkan tergeletak di lantai dekat dinding. Aku tertegun sejenak, lalu buru-buru mengh
di sini seperti yang kuingat
n apapun kecuali cahaya matahari yang mengintip malu-malu di bali
rt
ku yang menanyakan keadaanku. Tentu dia khawatir karena ini pertama kalinya aku jauh darinya untuk wak
tidak bisa terlalu lama menelepon pagi-pagi karena ada dua adikku-Sony dan Sofyan-yang harus b
dalam keadaan menyala menayangkan berita pagi. Aku menoleh ke arah sofa panjang yang berhadapan dengan tv. Di sana tampak gul
i sana sambil memeluk guling dan menon
a agak konyol karena berbicara pada sofa. Dan
dari situ! Semalam kau nyaris mati,
aku bukan tertidur, melainkan pingsan. Suatu ke
yang membuat suasana agak gelap. Namun belum sempat aku m
u akan melemparm
ke arah sofa. "Kalau lampu
id
idaknya dia tidak menyerangku lagi. "K
ada ta
apur agar tidak tersandung d
AA
u bergegas ke sana dan mendapati lampu dapur di langit-
h tuan rumah y
kan pecahan lampu dan menyiapka
ikan sosok tak kasatmata yang mungkin masih berbaring sambil memeluk guling dan menonton film kartun te
idak ada kekerasan fisik seperti semalam. Semua normal. Kecuali ruangan yang tetap remang. Bahkan tv yang menyala serta guling dan bantal di atas sofa jug
dan membayangkan menyentuh tubuh seseorang. Tapi kemudian tanganku terasa ditepis ka
sudah pergi,"
sebelumnya, suara itu tampak tak berasal dari sosok yang mungkin ten
cuh. "Apa sekarang aku boleh m
id
volume tv tidak terlalu keras. Jadi aku akan te
kerja di kamar. Selam
Tak lupa pintu kututup untuk menghalau
lu berhenti di tirai jendela yang masih tertutup rapat. Di belakang tir
harusnya tidak mengganggu si h
ngan menjadi terang karena cahaya matahari berhasil masuk. Tapi itu hanya berta
eet
an membuka tirai dan membiarkan cahaya masuk." Aku meringis seraya berusaha bangun. "Seharusnya bilang saja," gerutuku pelan.
sudah berbaring lagi di sofa. Atau memang tetap di sana dan hanya kekuatannya yang menutup tir
mbil laptop dan buku catatanku. Tak lama kemudian, a
*
ikit pun luka. Kecuali di hari pertama, aku mendapati memar sebesar kepalan tangan di
gganggunya. Sebagian besar waktu kuhabiskan dalam kamar sementara dia di depan tv. Tapi terkadang saat otakku terasa buntu namun m
, bu
ihat, tampak jelas aku sendirian di ruangan itu. Oran
i si hantu. Seperti mengganti channel tv, membuka tirai, atau menyalakan lampu. Setelahnya pasti si hantu membuat suara keras yang menga
kannya. Setelah sarapan semangkuk sereal-yang menjadi menu sarapan favoritku akhir-
engabaikannya. Tiga halaman lagi dan cerita ini selesai. Aku berharap bisa segera
AA
tag
u menangkup dâda yang berdebar keras hingga terasa menyakitkan. Udara dingin yang tidak mengenakkan menyerbu mas
a serangan jantung," keluhku sa
ak
tahu harus mengarahkan penglih
melihat manusia
rsenyum begitu paham. "Maksudmu aku? Kau menyuruhku makan?" Aku me
iiu
an, barulah aku sadar bahwa aku memang lapar. Yah seharian ini, hanya sereal yang merupakan b
i? Ya, si hantu tidak melarangku membuka tirai jika langit sudah benar-benar gelap. Tapi aku tetap tidak boleh menyalakan la
karang masih ada beberapa paragraf yang harus kutulis." Lalu aku kembali menunduk
mbuatku terbelalak kaget. "Hei, kau boleh menghancurkan barang-barang di
ak
angin itu terdengar lebih t
aya turun dari ranjang. Untung aku sudah mensetting lapto
unya telur mentah dan sayuran tapi berpikir tidak cukup waktu untu
kau sudah
um. "Tidak ada waktu untuk memasak. Aku harus segera menyelesaikan novelku sebelum idenya melayang." Lalu aku kembali mengali
Namun bukan itu yang membuatku ternganga dan kelihangan kata-kata. Aku melihatnya, si hantu, berwujud. Hanya ber
ku
sa melihatnya setelah dua minggu
lebih solid lagi? Men
Senyumku merekah, tak bisa memalingkan wajah dari sosok hi
a itu tak lagi terdengar dibawa angin.
ngat tampan,"
takmu," terdenga
n pinggul di meja pantri, memperhatikan sosok itu
ku tidak bis
t tidak mengerti
u itu. Sesuatu yang paling dia takuti hingga aku bisa berwujud menyerupai itu. Tapi kau-" nadanya b
waku pecah. "Ternyata
raya membuka kulkas lalu mengeluarkan
asak?" tan
ini. Aku akan mencoba membuat sesuatu. Berharaplah a
li. "Apa makanannya bisa berubah menjadi belatung dan
NTA
u berjalan mendekatiku. Udara mendadak berubah dingin yang men
agian kabut yang membentuk kepala meski tidak ada mata, hidung, mulut, dan bagian tubuh lain. Ha
merendahkan diri memasak untukmu. Tapi balasannya kau mengh
ini karena merasa bersalah. Yah, ucapanku
dak pernah mendengar hantu bisa masak." Aku merem
enanggapi ucapanku. Akhirnya dia berbalik kembali
ada yang
kar
i. Segera berbalik ke kamar dan kembali menyalakan laptop. Butuh waktu lama samp
------
a Em