menunduk dalam waktu yang cukup lama, membuat Aisyah semakin tak
anya dengan suar
pat, mengambil air di kendi kemu
enaruh asal gelas tersebut kemudian menyebut
yum. Bibirnya pucat dan napas
harus segera ke kamar," ucap Aisyah
i. Aisyah terus menggandeng Maimunah. Tubuh kecilnya sigap menjadi penopang tatkala neneknya terh
di dapur dan kehadiran mere
Ridwan, menilik
tidak
i mana? Dari tadi aku
atan batin antara keduanya masih begitu terasa. Cinta mereka tetap saling menguatkan sehingga ketika s
g. Perangai keduanya sangat lembut dan santun. Bahkan, dalam ko
ahut Maimunah memenuh
Kata Aisyah kamu batuk'
irahat dan setelah itu aku pasti akan segera sembuh. Ai
ggil Pak Ramli dan kita jual saja pohon kelapa
ih bisa memanen buahnya untuk kebutuhan Aisyah. Kalau
aimunah melihat wajah Aisyah yang
panggil
ya,
perjalanan. Baw
a sampailah mereka di kamar berukuran tidak terlalu lebar. Hanya ada sebuah lincak dengan kas
Syah. Mbok kayak yang
embantu Simbok untuk duduk dengan baik. Takut masih pusing atau merasakan sakit, Aisyah meminta simbok untuk be
mbalan di setiap sisinya. Hanya saja, ketika Maimunah sudah memakainya, ia
itu memejamkan mata. Tidak bisa tidur sebab batuk masih terus menyerang Maimunah dan Aisyah sangat
bok mau tidur dulu. Setelah ini pasti sudah sembuh,"
guk dengan hat
nyakit Simbok, sembuh
*
lumnya. Matanya pun terpejam dengan Aisyah yang terus berjaga di sampingnya, khaw
panggil
ap. Meski mencoba memejamkan mata, sama sekali tidak bisa. Wajah sang istri terci
jawaban. Tak sabar, Ridwan pun akhirnya bangkit
rpaksa ia melepaskan pelukan dari simbok, merapikan kain jarit yang digunakan sebagai selimut itu
asa untuk menarik perhatian. Ia yang tak bisa melihat itu me
nya Aisyah seray
nyakan keberadaan istrinya. "Di mana
kan simbok beristirahat. Apakah Mbah lapar? Biar Aisyah yang ambilkan,
aknya bayi yang menunggu sang ibu
ng kembali ke masa kanak-kanak kembali. Ingatannya yang sering lupa, emosinya yang sering tidak stabi
akan kasih sayang yang selama ini tidak pernah diberikan oleh siapa pun, termasuk abahnya. Aisyah
uk, sedih, ingin, penuh harap, bahkan merasa sangat kasihan
hagiakan mereka!' tek
di rak, ia berjalan menuju bhernyik, tempat
tapi ada tutupnya. Dari luar terlihat seperti brangkas. Ukurannya cukup b
ah dan Mbah Kakung serta Simboknya itu memang jauh dari kesan rumah mod
n makanan. Kendi dari tanah untuk menyimpan air. Tungku untuk memasak dan Sobluk
h kendi berukuran mini. Sayur labu siam yang tadi pagi Maimunah petik Aisyah petik di pekarangan rupanya sudah t
embuatnya sedikit bosan. Ia pun penasaran d
Aisyah seg
lan menuju lincak tempat M
a, Mbah?" tany
dari
kerutan di wajahnya dengan rasa penuh cinta. Ia julurkan tangannya, sendok berisi nas
syah tersenyum sembari terus
kan minuman. Ketika itu pula, Ridwan merasak
t, Mbah pasti tidak akan mere
meratapi nasibnya. Yang jelas Aisyah sangat
encoba mengalihk
hut Ridw
ngan Simbok dulu. Usia kalian, kan, sudah tidak lagi muda,
tersenyum. Angannya terbang ke masa mudanya. S
embeli cobek. Kebetulan, Mbah meman
ng seni, ya? Kaligrafi Allah dan Mu
lemari, ettok, rak, dan semua perlatan di
li. Bagus!" pu
nya putihnya yang terlihat sebab hit
ung tangan sang kakek yang b
ya Ridwan seolah mengerti dengan sika
enggorokan saja. Ia menarik napas dalam, lalu membayangkan
ar saling mencintai? Apakah kehadiran dirinya memang diinginkan? Atau mungkin, apakah pria yang b
ginan dirinya untuk
Aisyah r