kerjanya, ia terkejut dengan kehadiranku, tatapan s
lepas kancing kemeja dan masuk ke kamar mandi. Aku begitu marah. Pikiranku terus mencari tau siapa wanita itu, namun, setelah aku cerita ke sahabat ku–Bella– dia melarangku untuk mencari tau, Bella berkata jika aku harus pelan-pelan menyelidiki, jangan buru-buru. Namun ken
ke dalam mata suamiku itu. Ia hanya balas menatap
, ia mendekat, berdiri bersedekap. Aku mulai muak melihat wajah pria di
menatap kedua matanya. Aku hanya menganca
arku. Bibirku bergetar, mataku panas, napasku sesak. Bagaimana bisa, ia berselingkuh, jelas-jelas, tapi tak mau menceraikanku. Bajingan seka
n kamu bisa bermain dengan dia. Jika yang dia berikan hanya untuk memuaskan kamu di
Jangan libatkan Raja!"
memaki tepat di depan wajahnya. Kaisar mencengkram pergelangan tanganku, terasa sakit, tapi aku
segan menghancurkanmu, Via." Nada suaranya begitu d
tubuhnya hingga menabrak meja kerja. Aku mengusap pergela
oleh menang. Aku akan terus mencari tau dan menyeret wanita yang bisa-bisanya merebut suamiku ke hadapan Kaisar dan keluarga besarny
*
ercayai suami kita seratus persen, mereka laki-laki, jiwa liarnya akan selalu ada dan
nyak, membuat wajahnya menggemaskan. Aku tidur di kamar Raja. Meninggalkan Kaisar yang juga jarang pu
r di sini?" tanyanya ragu.
ranjak, duduk bersila di atas ranjang Raja yang sudah terpejam.
u kamar dengan Sari,
ama mu, bukannya kalian cocok?" Lalu
gannya yang asyik berbicara di telpon dengan– mantan pacar saya itu." Emi tert
r Emi," kataku lagi. Emi Mengangguk. "Tidur d
k pulang lagi, sudah satu ming
. "Curiga apa? Papanya Raja ad
tnya, ku baringkan tubuhku dan menggunakan selimut yang lain. Selimut Raja bergambar binat
meninggalkan kenyataan hidup ku yang mulai tak teratur. Dibawa masuk ke dalam cerita yang tak pernah aku rasakan. Aku berada di pantai, dengan pasir yang begitu putih dan halus, menggandeng tangan Raja yang sudah besar, j
, tidak akan kubiarkan Raja ada bersamanya. Aku berteriak, memanggil Raja supaya ia berhenti berlari. Benar, putraku menghentik
bertiup kencang. Aku tak jelas melihat siapa dia. Namun, sebuah
*
eda, tampak Kaisar sudah duduk di meja makannya, ia pulang ternyata. Sikapnya dingin dan cuek terhadapku. Aku juga mengabaikan, sudah ketahuan selingkuh, m
uamiku. Tak gentar, aku pun membahas gugatan cerai yang akan aku daftarkan
ngkraman itu dan berjalan meninggalkan ruang makan. Emi dan Anita me
ita. Aku mengangguk dengan der