kan saat melihat semua yang ada di dirimu. Me
*
itu sedang duduk di ranjang bersama putraku. Dengan langkah
Raja menangis, mungkin terkejut karena teriakanku. Segera ku menghampiri Raja dan menggendongnya. Kantong infus yan
rapan untuk Raja, aku tak memperdulikan 'dia' yang terus menatap kami begitu lekat. Katakan aku mengabaikannya. Benar, itu yang kulaku
mau makan," rengek ku seperti bocah. Tawa renyah terdengar. Ak
Yah, aku pun bingung. Suara pintu terbuka lalu tertutup kemba
ang pepaya, tak apa, setidaknya perutnya terisi. Aku bahkan sampai menelpon Emi, menanyakan
dah pesananku belum datang, aku memberikan Raja biskuit untuk menahan rasa laparnya. Pintu kembali terbuka. Dia lagi, kali ini membawa tas kain warna hitam. Ia menarik meja kecil dan men
siapa ini!" ucapku ketus. Aku menahan tangannya untuk mengeluarkan
ngan mengeluarkan sendok yang terbungkus plastik khusus. Seperti disterilkan lebih dulu. Ha
, kita campur roti ke dalam sini. Raja makan ya,
l
n, karena, siapa dia,
n, wow ... Raja begitu lahap makan, di suapi pria yang entah siapa itu sambil duduk di
s tanggung jawab, jika Raja semakin parah. Suami ku tidak akan membiarkan
r?" lirikannya seakan memastikan sesuatu. Aku bersingut. Ku tun
ai kesal. "Aku jamin anak mu tidak akan bertambah parah. Justru cepat membaik pencernaannya. K
emasaknya?" t
a? Kamu habiskan sendiri ya?" Ia terkekeh re
mengusap kepala Raja, lalu beralih menatapku. Aku diam. Se
berjalan keluar kamar
badan dan berjalan cepat hingga berdiri dihadapanku. Aku bis
tersenyum, membuatku
hiri dengan belaian pelan di kepala. Aku mendorong tubuhnya kasar dan menendang tul
rteriak dan menutup
*
engan suamiku. Semua media sosial Kaisar, aku retas, aku memata-matainya. Ah ... aku rindu suamiku.
tanya, Raja boleh pulang kapan, fesesnya sudah pada
n suami saya di luar, bo
i sini," aku lalu beranjak
wab Kaisar, aku mulai kesal dan sedikit menggerutu. Berkali-kali ku coba tapi tak dijawab. Aku menyerah
uluh satu tahun itu. Aku mengangguk. Adik iparku, menatap dengan tatapan r
alam kamar. Raja terkejut dan cengiran khasnya menyambut Omanya yang langs
krim sup, ia mau makan lagi, sambil berbicara dengan Ibu mertua, kepalaku juga berpikir tentang, bagaimana, Raja bisa selahap itu makan, apa seenak