Kulihat ada sebuah kamera dengan tripod yang lumayan tinggi di samping meja tulis Mamih. Ada satu set sofa putih di sebelah kananku. Ada pula pintu lain yang tertutup, entah ruangan apa di belakang pintu itu. "Umurmu berapa ?" tanya Mamih "Sembilanbelas, " sahutku. "Sudah punya pengalaman dalam sex ?" tanyanya dengan tatapan menyelidik. "Punya tapi belum banyak Bu, eh Mam ... " "Dengan perempuan nakal ?" "Bukan. Saya belum pernah menyentuh pelacur Mam. " "Lalu pengalamanmu yang belum banyak itu dengan siapa ?" "Dengan ... dengan saudara sepupu, " sahutku jujur. Mamih mengangguk - angguk sambil tersenyum. "Kamu benar - benar berniat untuk menjadi pemuas ?" "Iya, saya berminat. " "Apa yang mendorongmu ingin menjadi pemuas ?" "Pertama karena saya butuh uang. " "Kedua ?" "Kedua, karena ingin mencari pengalaman sebanyak mungkin dalam soal sex. " "Sebenarnya kamu lebih tampan daripada Danke. Kurasa kamu bakal banyak penggemar nanti. Tapi kamu harus terlatih untuk memuaskan birahi perempuan yang rata - rata di atas tigapuluh tahun sampai limapuluh tahunan. " "Saya siap Mam. " "Coba kamu berdiri dan perlihatkan punyamu seperti apa. " Sesuai dengan petunjuk Danke, aku tak boleh menolak pada apa pun yang Mamih perintahkan. Kuturunkan ritsleting celana jeansku. Lalu kuturunkan celana jeans dan celana dalamku sampai paha.
Aku merasa takdir yang tersurat untukku kurang bagus. Karena ibuku meninggal ketika usiaku baru 5 tahun. Sedangkan ayahku meninggalkan aku dan Ceu Imas, satu - satunya saudaraku. Untungnya Ceu Imas sudah punya suami. Sementara aku masih duduk di bangku SMP, sehingga untuk mengandalkan Ceu Imas untuk membiayai sekolah dan kebutuhan sehari - hariku.
Itu pun hanya sampai tamat SMP. Setelah aku lulus SMP, kakakku "angkat tangan". Aku malah disuruh cari kerja saja, supaya bisa menghidupi diriku sendiri.
Tapi apa yang bisa kuperbuat dengan ijazah SMP ? Lagipula saat itu umurku baru 14 tahun. Melamar ke mana - mana pun takkan diterima, karena masih di bawah umur.
Sementara Ceu Imas hanya bisa memberi uang seadanya tiap bulan. Uang yang jumlahnya tidak seberapa. Untuk makan sehari - hari pun tidak cukup.
Karena itu aku berusaha mencari duit sendiri dengan segala cara. Dengan membantu - bantu di pasar pun jadilah. Yang penting bisa makan tiap hari, tanpa harus menunggu kiriman dari kakakku.
Hal itu berlangsung selama bertahun - tahun.
Setelah usiaku 18 tahun, aku mulai berpikir untuk mencari kegiatan yang lebih bagus daripada sekadar menjadi kuli di pasar. Karena itu aku sengaja membuat SIM A dan C. Dengan tujuan, ingin menjadi sopir angkot. Mudah - mudahan nanti ada pemilik angkot yang bersedia menyerahkan mobilnya untuk kusopiri.
Tapi sebelum hal itu terjadi, aku berjumpa dengan teman karibku, Dadang, yang menghentikan sedannya persis di sampingku.
"Asep ! Apa kabar ?" tanyanya sambil memelukku.
"Dadang ?! " sahutku kaget, "Wah ... keren ... loe sudah punya mobil sendiri ?"
"Asal rajin nabung, beli mobil aja sih gak susah - susah amat Sep. "
"Gue juga senang nabung. Tapi kalau penghasilan gue pas - pasan, apa yang bisa gue tabung ?"
"Ayo deh ikut gue. Biar bisa ngobrol lebih panjang lebar. "
Aku pun masuk ke dalam sedan Dadang. Dengan perasaan kagum, karena teman karibku sudah punya sedan segala. Padahal dahulu dia senasib denganku. Sama - sama anak orang tak punya. Tapi sejak ia pindah ke kota, aku tak pernah berjumpa lagi dengannya. Sementara aku tetap tinggal di kota kecamatan yang jaraknya 30 kilometer dari kota besar.
"Kalau mau maju, loe harus mau tinggal di kota Sep, " kata Dadang sambil menjalankan sedannya ke arah timur, "Di pinggiran begini, mana bisa nyari duit ? Kecuali kalau loe mau bikin tempe atau dagang sayur, mungkin bisa untuk memenuhi kebutuhan sehari - hari. "
"Gue kan gak punya saudara di kota. Mau tinggal di mana ? Harus nyewa kamar ? Dari mana duitnya ?"
"Kalau loe punya niat untuk mencari duit di kota, loe bisa tinggal di rumah gue. "
"Loe udah punya rumah sendiri di kota ?"
"Udah, " Dadang mengangguk.
"Loe hebat Dang. Umur loe sebaya dengan gue, tapi sudah punya rumah dan mobil segala. "
"Gue setahun lebih tua dari loe. Sekarang gue udah sembilanbelas tahun Sep. Ohya, loe mau ikut ke kota sekarang ?"
"Mau. Tapi gue harus nitipin dulu kunci ke tetangga sebelah. Takut kakak gue pulang gak bisa masuk. "
"Ya udah, sekarang ke rumah loe dulu. Sekalian bawa baju untuk ganti. Siapa tau loe kerasan di rumah gue nanti. "
"Kalau dikasih kerjaan, pasti gue kerasan di rumah loe Dang. "
"Kerjaan sih ada. Asal mau aja loe ngerjainnya. "
"Kerjaan apa pun akan gue kerjakan, asal jangan maling aja. "
"Nggak. Kerjaan kita takkan merugikan orang lain. Percayalah. "
Setibanya di mulut gang menuju rumahku, Dadang menghentikan sedannya. "Gue nunggu di mobil aja ya, " kata Dadang.
"Iya, " sahutku, "tunggu sebentar ya Dang. "
Bergegas aku melangkah ke dalam gang menuju rumahku yang kecil dan nyaris roboh itu. Di dalam rumah, kukumpulkan semua pakaian yang sudah dicuci dan disetrika. Lalu kumasuklkan ke dalam ransel.
Sambil menggendong ransel, aku keluar dari rumahku. Lalu kukunci pintu depan. Anak kuncinya kutitipkan ke tetangga sebelah, agar kalau Ceu Imas datang, bisa masuk rumah.
Kemudian bergegas aku menuju jalan besar, di mana Dadang tengah menungguku di mobilnya.
Pada waktu aku masuk ke dalam mobil, Dadang memandang ke arah kakiku yang cuma mengenakan sandal jepit. "Kenapa gak pakai sepatu Sep ?"
"Sepatu gue udah jebol. Belum punya yang baru, " sahutku jujur.
"Nanti di rumah gue banyak sepatu yang udah gak dipake. Kelihatannya kaki loe seukuran dengan kaki gue, " kata Dadang.
"Gue biasa pakai sepatu ukuran empatpuluh. "
"Sama. Gue juga pakai nomor itu, " kata Dadang sambil menjalankan mobilnya.
"Gue memang sengsara Dang. Sejak ayah gue menghilang, gue mengandalkan belas kasihan Ceu Imas. Tapi dia kan punya suami, tidak bebas juga untuk ngeluarin duit. Makanya setelah tamat SMP, gue gak bisa lanjutin ke SMA. Karena kakak gue gak sanggup biayai sekolah gue lagi. "
Dadang terdiam. Mungkin sedang memikirkan kesengsaraanku ini.
Lalu Dadang berkata, "Kalau loe mau mengikuti langkah gue, pasti takkan kekurangan lagi. Asalkan loe mau aja. "
"Mau Dang. Gue takkan pilih - pilih kerjaan. Tugas apa pun akan gue jalanin, asalkan penghasilannya memadai. Memangnya apa pekerjaanmu ?"
"Loe harus merahasiakannya ya ? Jangan sampai orang kampung kita ada yang tau pekerjaan gue sekarang. "
"Gue pasti akan merahasiakannya Dang. Memangnya apa sih pekerjaan loe ?"
"Gue hanya bertugas menyenangkan kaum wanita yang rata - rata berusia di atas tigapuluh sampai limapuluh tahun. "
"Ohya ?! Bagaimana cara menyenangkannya ?"
"Ngentot memek mereka. Hahahaaa ... sambil menyelam minum air. Dapet duit banyak sambil menikmati enaknya ewean. Enak pekerjaanku kan ?"
"Enak banget. Gue juga pengen kerja seperti itu. Tapi duitnya gede Dang ?"
"Ya gedelah. Kalau gak gede gue juga gak mau. Buktinya dalam tempo setahun aja gue udah punya rumah dan mobil. Karena gue dianggap memuaskan birahi ibu - ibu itu. "
"Ibu - ibu itu pasti orang - orang tajir ya ? "
"Ya iyalah. Ada istri pengusaha, ada yang bisnis sendiri, ada juga yang istri pejabat. Dengan berbagai alasan mereka mencari kepuasan dengan mencari gigolo. "
"Gigolo ?"
"Iya. Profesi gue sekarang ini gigolo. Tapi gigolo kelas tinggi. Karena yang ngajak kencan sama gue selalu dari kalangan elit. "
"Terus cara beroperasinya gimana ?"
"Ada yang ngatur, seorang wanita yang biasa dipanggil Mamih, " sahut Dadang, "Dialah yang menentukan siapa yang harus hadir dan harus kencan dengan siapa, gitu. "
"Owh ... gitu ya. "
"Nanti loe udah siap, akan gue ajak ke rumah Mamih. Tapi sebelum itu loe harus berdandan serapi mungkin, supaya loe kelihatan ganteng di mata Mamih. Kalau Mamih menilai loe ganteng, pasti ganteng pula di mata ibu - ibu itu. "
"Pakaian gue udah lusuh - lusuh, gimana bisa dandan Dang ?"
"Nanti gue kasih pakaian yang gak kampungan. Pokoknya loe harus berdandan sebaik mungkin, supaya tidak kelihatan baru datang dari pedesaan. Soal itu nanti gue yang dandanin. "
"Iya terserah loe aja Dang. Gue akan ikut apa kata loe aja. "
"Ohya, nama loe harus diganti. Jangan pakai nama Asep. Kedengarannya seperti orang kampung. "
"Lalu mau diganti dengan nama apa ?"
"Yosef aja. Biar keren kedengarannya. Gue juga bisa tetap manggil Sep, tapi berasal dari nama Yosef, bukan Asep. Gue sendiri udah ganti nama jadi Danke. "
"Danke ? Tapi kalau manggil masih tetap Dang ya. "
"Iya. Mmmm ... loe udah ada pengalaman mengenai sex ?"
"Udah. "
"Sama siapa ? Sama pelacur ?"
"Iiih amit - amiiit. Gue sih gak pernah nyentuh pelacur. Lagian di kampung kita mana ada pelacur ?"
"Beneran gak pernah nyentuh pelacur ya. Soalnya nanti akan diperiksa oleh dokter mengenai kebersihan darahmu. Kalau ada benih - benih penyakit kotor, loe pasti ditolak oleh Mamih. "
Sejam kemudian, kami tiba di rumah Dadang alias Danke. Rumah yang lumayan besar dan keren bentuknya. Ada garasinya segala. Bahkan setelah masuk ke dalam, ternyata ada kolam renangnya segala. Hebat juga rumah teman karibku ini.
"Wah ... ada kolam renangnya segala Dang, " komentarku sambil mengamati kolam renang di dalam ruangan tertutup itu.
"Iya, " sahut Danke, "Renang itu salah satu olahraga terbaik. Untuk membangun body yang bagus, untuk melatih pernafasan dan sebagainya. Nanti kalau loe mau berenang, berenang sajalah. Jangan sungkan - sungkan. Anggap aja rumah ini rumah loe sendiri. "
"Iya. Makasih Dank. Gue seneng juga berenang, tapi di sungai. Karena di kampung kita gak ada kolam renang. "
Danke alias Dadang memang sangat baik padaku. Beberapa setel pakaian diberikannya padaku, Pakaian yang lazim dikenakan orang kota. 3 sepatu yang kelihatan masih baru pun diberikannya padaku. Supaya jangan kelihatan kampungan, katanya.
Aku pun ditempatkan di kamar yang berdampingan dengan kamar Danke.
"Mulai saat ini biasakanlah mandi dua kali sehari. Biasakan ganti pakaian tiap hari. Dan terutama harus selalu menjaga kebersihan. Supaya ibu - ibu dan tante - tante yang berkencan dengan loe merasa nyaman ketika sedang bersama loe, " kata Danke yang kuanggap sebagai nasihat baik.
Danke juga meminjamkan beberapa buah buku pengetahuan tentang cara - cara bergaul. Supaya aku jadi cowok yang sangat menyenangfkan.
Danke pun membuka lemari kecil obat - obatan di ruang keluarga, lalu menunjuk isinya, "Ini semua berisi supelmen, supaya kita senantiasa fits, terutama agar kontol kita selalu tangguh dalam menghadapi wanita serakus apa pun dalam melampiaskan afsu birahinya. Kalau mau pakai, pilih yang ini saja ... sehari cukup satu kaplet saja, " kata Danke.
Selama beberapa hari aku digembleng oleh Danke. Supaya aku lulus dalam test di rumah Mamih nanti, katanya.
Sampai pada suatu pagi, Danke mengajakku berangkat ke rumah Mamih.
Bersambung
Istriku yang nampak lelah namun tetap menggairahkan segera meraih penisku. Mengocok- penisku pelan namun pasti. Penis itu nampak tak cukup dalam genggaman tangan Revi istriku. Sambil rebahan di ranjang ku biarkan istriku berbuat sesukanya. Ku rasakan kepala penisku hangat serasa lembab dan basah. Rupanya kulihat istriku sedang berusaha memasukkan penisku ke dalam mulutnya. Namun jelas dia kesulitan karena mulut istriku terlalu mungil untuk menerima penis besarku. Tapi dapat tetap ku rasakan sensasinya. Ah.... Ma lebih dalam lagi ma... ah.... desahku menikmati blowjob istriku.
Memang benar perkataan adrian tentang dirinya, dia wanita yang sangat cantik nan rupawan, aroma tubuhnya sampai tercium meskipun jarak di antara kita cukup jauh. tubuhnya juga sangat terawat, pantatnya yang besar dan nampak sekel, dan lagi payudara miliknya nampak begitu bulat berisi. "Ehmm... dia itu yaa wanita yang mendapat IP tertinggi sekampus ini !", gumamku. "Cantik, kaya dan pintar.. dia seperti mutiara di kampus ini !", lanjut gumamku.
Ujang menatap tajam ke lawannya tersebut "Datok lo harus tau seberapa greget nya gue?!" "Gue baru 20 tahun, terus kontol gue cuman dipake kencing doang" "Tisu Magic mode", Ujang bersiap kembali kali ini semua badannya sudah berlapis baja , ilmu pamungkas pun sudah diaktivkan, "TELO RASA MEKi" sang datok pun bersiap dengan ilmu pamungkasnya terlihat semua badannya mengeluarkan uap panas Dan keduanya bagai petir melesat dengan kecepatan tak kasat mata mengeluarkan ajian pamungkasss "BOOOOOMMMMMMMMMM"
Ava menarik nafas panjang sebelum melepas penutup terakhir tubuhnya. Dan kali ini, yang hadir hanyalah ketelanjangan yang membebaskan, ketelanjangan yang membebaskannya dari pakaian kepalsuan yang menutupinya selama ini. Ava memejamkan mata, menikmati udara sore dan dingin air yang mengalir membasahi tubuhnya. Sore itu ia merasa menyatu dengan alam.
Kupejamkan mataku, dan kukecup bibirnya dengan lembut, dia menyambutnya. Bibir kami saling terpaut, saling mengecup. Pelan dan lembut, aku tidak ingin terburu-buru. Sejenak hatiku berkecamuk, shit! She got a boyfriend! Tapi sepertinya pikiranku mulai buyar, semakin larut dalam ciuman ini, malah dalam pikiranku, hanya ada Nita. My logic kick in, ku hentikan ciuman itu, kutarik bibirku mejauh darinya. Mata Nita terpejam, menikmati setiap detik ciuman kami, bibir merahnya begitu menggoda, begitu indah. Fu*k the logic, kusambar lagi bibir yang terpampang di depanku itu. Kejadian ini jelas akan mengubah hubungan kami, yang seharusnya hanya sebatas kerjaan, menjadi lebih dari kerjaan, sebatas teman dan lebih dari teman.
"Jang, kamu sudah gak sabar ya?." tanya Mbak Wati setelah mantra selesai kami ucapkan dan melihat mataku yang tidak berkedip. Mbak Wati tiba tiba mendorongku jatuh terlentang. Jantungku berdegup sangat kencang, inilah saat yang aku tunggu, detik detik keperjakaanku menjadi tumbal Ritual di Gunung Keramat. Tumbal yang tidak akan pernah kusesali. Tumbal kenikmatan yang akan membuka pintu surga dunia. Mbak Wati tersenyum menggodaku yang sangat tegang menanti apa yang akan dilakukannya. Seperti seorang wanita nakal, Mbak Wati merangkak di atas tubuhku...
Ketika Nadia mengumpulkan keberanian untuk memberi tahu Raul tentang kehamilannya, dia tiba-tiba mendapati pria itu dengan gagah membantu wanita lain dari mobilnya. Hatinya tenggelam ketika tiga tahun upaya untuk mengamankan cintanya hancur di depan matanya, memaksanya untuk meninggalkannya. Tiga tahun kemudian, kehidupan telah membawa Nadia ke jalan baru dengan orang lain, sementara Raul dibiarkan bergulat dengan penyesalan. Memanfaatkan momen kerentanan, dia memohon, "Nadia, mari kita menikah." Sambil menggelengkan kepalanya dengan senyum tipis, Nadia dengan lembut menjawab, "Maaf, aku sudah bertunangan."
“Usir wanita ini keluar!” "Lempar wanita ini ke laut!” Saat dia tidak mengetahui identitas Dewi Nayaka yang sebenarnya, Kusuma Hadi mengabaikan wanita tersebut. Sekretaris Kusuma mengingatkan“Tuan Hadi, wanita itu adalah istri Anda,". Mendengar hal itu, Kusuma memberinya tatapan dingin dan mengeluh, “Kenapa tidak memberitahuku sebelumnya?” Sejak saat itu, Kusuma sangat memanjakannya. Semua orang tidak menyangka bahwa mereka akan bercerai.
"Anda tidak akan pernah mengahargai apa yang Anda miliki sampai Anda kehilangannya!" Inilah yang terjadi pada Satya yang membenci istrinya sepanjang pernikahan mereka. Tamara mencintai Satya dengan sepenuh hati dan memberikan segalanya untuknya. Namun, apa yang dia dapatkan sebagai balasannya? Suaminya memperlakukannya seperti kain yang tidak berguna. Di mata Satya, Tamara adalah wanita yang egois, menjijikkan, dan tidak bermoral. Dia selalu ingin menjauh darinya, jadi dia sangat senang ketika akhirnya menceraikannya. Kebahagiaannya tidak bertahan lama karena dia segera menyadari bahwa dia telah melepaskan sebuah permata yang tak ternilai harganya. Namun, Tamara telah berhasil membalik halaman saat itu. "Sayang, aku tahu aku memang brengsek, tapi aku sudah belajar dari kesalahan. Tolong beri aku kesempatan lagi," pinta Satya dengan mata berkaca-kaca. "Ha ha! Lucu sekali, Satya. Bukankah kamu selalu menganggapku menjijikkan? Kenapa kamu berubah pikiran sekarang?" Tamara mencibir. "Aku salah, sayang. Tolong beri aku satu kesempatan lagi. Aku tidak akan menyerah sampai kamu setuju."Dengan marah, Tamara berteriak, "Menyingkirlah dari hadapanku! Aku tidak ingin melihatmu lagi!"
BACAAN KHUSUS DEWASA Siapapun tidak akan pernah tahu, apa sesungguhnya yang dipikirkan oleh seseorang tentang sensasi nikmatnya bercinta. Sama seperti Andre dan Nadia istrinya. Banyak yang tidak tahu dan tidak menyadari. Atau memang sengaja tidak pernah mau tahu dan tidak pernah mencari tahu tentang sensasi bercinta dirinya sendiri. Seseorang bukan tidak punya fantasi dan sensasi bercinta. Bahkan yang paling liar sekalipun. Namun norma, aturan dan tata susila yang berlaku di sekitranya dan sudah tertanam sejak lama, telah mengkungkungnya. Padahal sesungguhnya imajinasi bisa tanpa batas. Siapapun bisa menjadi orang lain dan menyembunyikan segala imajinasi dan sensasinya di balik aturan itu. Namun ketika kesempatan untuk mengeksplornya tiba, maka di sana akan terlihat apa sesungguhnya sensasi yang didambanya. Kisah ini akan menceritakan betapa banyak orang-orang yang telah berhasil membebaskan dirinya dari kungkungan dogma yang mengikat dan membatasi ruang imajinasi itu dengan tetap berpegang pada batasan-batasan susila
Novel ini berisi kompilasi beberapa cerpen dewasa terdiri dari berbagai pengalaman percintaan penuh gairah dari beberapa karakter yang memiliki latar belakang profesi yan berbeda-beda serta berbagai kejadian yang dialami oleh masing-masing tokoh utama dimana para tokoh utama tersebut memiliki pengalaman bercinta dengan pasangannya yang bisa membikin para pembaca akan terhanyut. Berbagai konflik dan perseteruan juga kan tersaji dengan seru di setiap cerpen yang dimunculkan di beberapa adegan baik yang bersumber dari tokoh protagonis maupun antagonis diharapkan mampu menghibur para pembaca sekalian. Semua cerpen dewasa yang ada pada novel kompilasi cerpen dewasa ini sangat menarik untuk disimak dan diikuti jalan ceritanya sehingga menambah wawasan kehidupan percintaan diantara insan pecinta dan mungkin saja bisa diambil manfaatnya agar para pembaca bisa mengambil hikmah dari setiap kisah yan ada di dalam novel ini. Selamat membaca dan selamat menikmati!