t memb
menghubungi nomor Tara, namun masih tak tersambung. Mendadak Zaka mules, keringat sebesar biji jagung
khawatir, sigap Mei duduk m
" cicitnya sa
malah diem aja, ntar cepirit lho
ucu." ucap Zaka sebal. Mei terdiam, baru
tak tega, akhirnya mengangguk. Mei beranjak dari kasur, lalu mengambil minyak kayu putih di dalam laci
okter saja
juga sembuh, tolong saya
. Saya mas
at. Istrinya baru saja keluar dari RS. T
t tertatih Zaka berjalan ke kamar mandi. Mei memperhatikan punggung
ra selalu tidur, setelah dirinya tidur. Aah..kenapa tiba-tiba aku membandingkan mereka. Kemana sebenarnya Tara, kenapa pergi tanpa kabar. Zaka tertatih berjalan menuju laci, mencari balsaam. Mungkin dengan balsam rasa sakit itu berkurang. Setelah menemuk
*
rang wanita, yang sepertinya setengah sadar. Erik membawa Tara menuju ruang UGD rumah sakit Sejahtera. Petugas disana sigap m
gan wajah pucat. Dokter hampir
a bagi janinnya, karena jalan lahirnya mengalami
sih tujuh bulan dok
i parunya sudah oke, bismillah pak,
ng. Kakinya rasa lemas, Erik terduduk di ruang tunggu pasien.
buah kaos bersih pada Erik. Ya ampun, Erik baru tersadar, hanya memakai handuk, bahkan sempak pun ia tak pakai, pant
susu dan sebungkus roti coklat, Eri
us, suami mbok Minah,
k merasa lega ada te
imana
erasi
nnya belum
galami masalah di jalan lahir, jadi harus
ngmu itu lho keliatan." pak Yunus tertawa geli, menunju
apalah, dari pada tadi saya tel
k pak Yunus, matanya mengarah ke bawah, Erik nyengir k
ng tertawa keras ya!" seorang peraw
awat yang baru keluar dari ru
khirnya berjalan menghampiri perawat tadi. Berbicara cukup seri
. Erik dan pak Yunus, masih setia menunggui Tara sadar, tanpa bicara sepatah katapun. Namun tadi p
n, sedikit meringis. Erik dan pak Y
at samar-samar bayangan tubuh
engan konyolnya malah menarik-narik bawah baju yang kependekan itu agar perutnya tak terlihat. Percuma, puser itu terus menatap tajam ke arah Tara. Tara tak sanggup lagi menah
stt....aaahhh...periihhh." rintih Tara. Erik bingung, bukannya pergi malah mendekati Tara karena k
nya pamit undur diri, berusaha meminjam baju yang lain di luar sana. Untunglah seorang security rumah sakit meminjamkan seragamnya, hingga
ada Tara yang kini berusaha menahan tawa
an terlebih dahulu." ucap seorang perawat. Paman
rena tubuhnya masih sangat kecil. Diusapnya kepala bayi Tara dengan yang telah dipenuhi rambut yang sangat lebat, dengan telunju
nus kem
lik lagi, mau ambil baju salin u
saya paman?" tan
a terdiam, miris sekali hidupnya, ayah bayinya pun tak tahu kal
bayimu sehat. Mau dikasih nama siapa?" Tara tampa
punya
pan, bagaiamana kalau kita
a mengulurkan tangannya, hendak salim pada Erik. Erik memberikan tangannya, Tara mencium punggung tangan
gannya, melalui atm di rumah sakit. Tak apalah mengeluarkan banyak uang untuk orang yang sangat ia sayangi, melebihi dirinya sendiri. Menghabiskan tabungannya pun ia rela, as
ap di rumah sakit. Erik menggendong bayi Tara dengan hati-hati. Tangan sebelahnya la
arai mobil dengan tenang dan sangat hati-hati. Se
a, saya tidak bisa membalas semua jasa d
ehat selamat, itu sudah cukup buat saya." Erik terse
saya mau
anya sa
ar paman berkata, selamatkanlah wanita yang aku
*