ya, tampaknya masih marah setelah beberapa hari terakhir, sementara Alina sedang mengajar di ruang belaj
ri, mengenakan gaun merah yang mencolok. Rambutnya yang panjang dan tergerai d
, dan dia langsung berjalan ke arah ruang makan, tempat
pada wanita itu. Wanita tersebut melihat ke arah Alina dengan tatapan yang langsung m
enyuman datar. "Iya, saya Alina," jawabnya singka
suara wanita itu dan langsung datang. Begitu dia melihat Rania yang se
uh dengan kebencian. Dia berlari menuju
Oh, sayang, kamu pasti hanya sedang bercanda. Aku hanya ingin berteman denganmu," kata
ya bersikeras, ma
k pernah menunjukkan perasaan seperti ini sebelumnya. Ia tahu b
enatap Naya dengan lembut. "Naya, sayang, kamu harus berha
bencian, kemudian berlari menuju kamarnya, mening
enatap Alina, yang hanya bisa memberi senyuman tip
hawatir, sayang. Aku tahu dia hanya anak kecil. Tapi... kamu tahu, Adriel, aku sangat merindukanmu. Aku
terganggu. "Rania... Naya sedang marah, aku harus me
sekarang. Kalau tidak, aku bisa cari cowok lain yang lebi
a tidak pernah mendengar Adriel berbicara dengan begi
adi serius. "Rania, kamu tahu aku tidak suka mendengar kata-
ah Adriel. "Kamu pikir aku akan menunggu terus? Aku bisa cari cowok
lalu menghela napas. "Baik, kalau itu yang kamu inginkan.
menang dalam sebuah permainan. "Ba
ina yang berdiri di sana, memerhatikan mereka. "Oh, kamu tetap di
aruh oleh sikap Rania. "Tentu, saya akan tetap di sini. Ada banyak
t pemandangan itu dengan perasaan campur aduk. Ia tahu sesuatu yang sangat penting sedang terjadi
kan Naya baik-baik saja, meskipun ia tahu anak itu sangat marah. Saat ia masuk ke kam
ping tempat tidur, dan mengelus punggu
gan mata yang masih berkaca-kaca. "Tante
salah kamu. Papa hanya ingin memastikan semua orang bah
k setuju. "Aku tidak mau. A
tu hal: Keadaan ini akan semakin rumit. Ia merasa ber