ikit ragu setelah kejadian beberapa hari lalu. Naya tampak ceria seperti
seru Naya dengan semangat, me
"Baik, Naya. Hari ini kita akan belajar sedikit t
ewan!" jawab Naya
i ia menyela dengan pertanyaan-pertanyaan polos yang membuat Alina tertawa kecil. Namun, saat j
a Naya pelan, hampi
ya Alina, menatap gadis
ina... Mama?" tanya Naya,
linya keluar dari mulut Naya, tetapi kali ini ada sesuatu yang berbeda. Cara Naya
uasi ini. Namun, saat ia melihat wajah kecil Naya yan
" jawab Alina akhirnya, s
i-seri. "Benarkah? Aku bol
rasa bingung. Ia tahu ini mungkin bukan keputusan yang
Alina erat, tawa keci
gugupannya. "Tapi, Naya, kamu harus ingat... Mama tet
rang," kata Naya dengan tegas, senyu
ama" di depan semua orang. Para pelayan yang melihat hanya sal
dengar panggilan itu untuk pertama kalinya. "Mama, boleh aku t
nas, tetapi ia berusaha t
pada Alina. "Nona Mahendra, ada sesuatu yang ingin saya bicara
pembicaraan ini pasti terka
riel dengan hati-hati. Pria itu sedang berdiri di
icara dengan saya?" tanya Al
, sulit ditebak. "Nona Mahendra, saya den
. "Iya, Pak. Saya... Saya hanya ti
"Apakah Anda sadar apa yang sedang Anda lakukan? Panggilan i
n kepalanya. "Tapi saya tidak tahu bagaimana ca
in Anda tahu bahwa keputusan ini bisa membawa konsekuensi. Naya adalah anak yang
-kata itu. "Saya tidak pernah berniat menyak
api luka bisa bertahan selamanya," ujar
benaran dalam kata-kata Adriel, tetapi ia juga
akan melarang Naya memanggil Anda apa pun yang dia mau. Tapi saya ingi
ak," jawab Alina
ngguk kecil. "Baik. Kalau begitu,
kata Adriel terus terngiang di kepalanya, tetapi bayangan wajah
ah ke dalam sesuatu yang lebih besar dari yang perna