pingnya, sesekali meliriknya dengan tatapan penuh kekecewaan. Mereka sedang menuju ke sebuah mall, sesuai dengan pe
di tengah keheningan, cukup keras untuk menari
s panjang. "Rania..." Suaranya terdengar berat, penuh
alasan yang sama, Adriel. Naya. Naya. Naya. Kenapa harus
kan segalanya tanpa menambah ketegangan. "Aku tahu kamu kecewa, Rania. Aku benar-benar tahu. Tapi, Naya... dia masih kecil, dan dia sangat sulit mene
driel! Sudah berapa lama kita menjalani hubungan ini, dan kamu masih belum bisa membuat keputusan
ab. Hatinya terasa terbelah, antara keinginan untuk memberikan wakt
hanya butuh waktu. Naya... Naya adalah anakku, dan dia sangat penting bagiku. Aku tidak ingi
capek, Adriel! Capek menunggu tanpa ada kejelasan! Kamu bilang mencintaiku, tapi selama ini kamu tidak pernah
mencelos. Ia tahu Rania benar-selama ini ia terlalu fokus pada Naya dan mungkin telah mengabaikan perasa
ke Rania. Dengan penuh ketulusan, ia menggenggam tangan w
gkin tidak bisa memberikanmu semua yang kamu inginkan sekarang. Tapi percayalah, aku mencintaimu. Kamu pe
pun masih ada amarah yang tersisa. "Kapan itu akan terjadi, Adriel? Kapan Naya a
tahu, Rania. Tapi aku akan berusaha. Aku ingin kamu ada bersamaku, tapi aku juga ingin m
keraguan. "Aku tidak akan bertahan selamanya, Adriel. Aku butuh lebih dari
keraguan Rania. Namun, ia juga tahu bahwa saat ini, langkah yang lebi
putusasaan. "Aku berjanji, aku akan membuat keputusan ini
driel merasa bahwa satu-satunya hal yang bisa dilakukannya adalah menjaga keseimbangan antara cinta