an itu membuatku alergi hingga menjadi selebar ini." tunjuk Shad
mbar kertas di depannya. "Sejak kapan kau punya alergi terh
a semakin tidak menemukan jawaban ketika mata biru Max beralih me
pada dokumennya. Kini tangannya dengan lincah
caya dengan apa yang barusan i
i alergi pada orang-orang tertentu," tuka
a yang terjadi semalam. Ia harus segera melupakannya, apalagi di ha
hnya yang tampak gerah dan mencekiknya di beberapa me
atnya, ingin mendapat perhatian Max lebih du
u bergeming. Ia terli
an melakukan pertemuan keluar
enatnya. Rasanya, lebih baik jika sekarang ia sedang bekerja. Menyibukkan diri dengan mar
a mengalihkan lamunannya sekarang. Ia m
u itu adalah Ruth, senior yang sering membant
rmu?" Ruth mengernyit tak percaya. Mungkin ba
ketika libur pun, ia pasti menggunakan waktunya untuk
aku bertemu dengan Max bisa mengobati mimpi burukku." racau Shada m
dang berhalusinasi dengan mimpi yang saat ini membuat rusuh pikirannya. Tidak, itu
yata sekali?" tanyanya hati-hati. Tiba-tiba ia bergidi
lan Ruth tidak mengerti. Terlihat s
nyentuh gelas maka kau merasakan dinginnya sungguhan." Shada berusaha me
?" timpal Ruth, hampir terkekeh kare
da memohon sambil menatap nanar temannya itu. Ia sangat bersungguh-sungguh meminta
melanjutkan, "pertama-tama, yang kutahu tidak ada mimpi yang sungguh-sunggu
it berpikir, lalu memutuskan untu
nyata. Dan kau tahu. Ada bekas noda merah ini sunggu
kaget. "Bagaimana bisa
ologinya. Ia menjelaskan sambil merasakan kekalutan dan nyaris menangis. S
lam ini, Shada." ucap Ruth mendadak. M
a itu dipangkas apik dengan rambutnya yang pendek berwarna merah burgundy gelap. Sama sekali terlihat kontras. Ruth sangat terkesan ch
Seperjalanan pulang hingga sampai di tempat tingga
u kaca yang tepat menyambung ke balkon itu. Dengan begitu kau
ng kalimat Ruth di
ikkan pesan di sana lalu mengirimnya pada Max. Ia memberitahu tunan
i. Ia menekuk wajahnya kesal, Max seperti biasa tidak segera membalas
eal dan pop corn lalu dilanjutkan menonton film di kasurnya.
dangan di depannya langsung menampilkan balkon minimalis juga pepohonan be
amun sama sekali tak a
bergumam merutuki diri sendiri sa
dapannya sekarang. Maka, ia mulai menyusuri balkon minimalisnya
dengan suasana hutan kecil temaram yang ada di samping rumahnya. Ia juga bisa melihat seta
dak menggiring kakinya menuju ke dalam, sesuatu mengusiknya. Ada suara gesekan ranting atau bahkan daun di seberang sana
ai terhuyun ke belakang. Wajahnya langsung memucat. Tiba-tiba kerongk
iapa
rsam