. Ia memunggungi Elang. Sama sekali enggan untuk melihat wa
tidak
an suaranya yang bergetar. Elang tidak mengeluarkan suara. Ia tahu istrinya pasti saat ini merasakan api cemburu yang membara dan juga sakit hati yan
ah pada kamu." Terdengar lebay di telinga Kiya. Wanita itu memutar bola mata jengahnya. Ada apa dengan suaminya yang mendadak melankolis seperti ini? Biasanya E
masih marah." Kiya bera
ke toko saja tadi. Mana perut lapar. Sial sekali!" wajah Kiya yang merah karena marah, berangsur cerah kembali.
an?" tanya Kiya sambil mem
inta maaf kalau Abang terlambat. Gak boleh suusdzon melulu sama suami. Dah, sana, siapin roti mi rebus aja buat sarapan Abang." Memang tadi dirinya sempat membetulkan motor di tengah jalan, tetapi bukan moto
angatnya tubuh Kiya bersatu dengan dingin suhu tubuhnya. Elang mengusap rambut panjang istrinya sambil berbisik, "Abang
selesai?" bisik Elang lagi s
sa sungkan dan malu membicarakan hal yang berbau ranjang secara terang-terangan pada suaminya. Yah, bukan hanya obrolan, aktifitas pun i
ng telah matang di atas meja, tidak lupa dengan segelas the manis hangat, lalu ia menemani suaminya duduk di meja makan untuk melahap mi rebus buatannya. Nampak tidak terlalu antusias seperti biasanya, tetapi Kiya tidak mempermasalahkan itu. Bisa saja kar
merasa sedikit tidak enak tenggorokannya. Abang minta tambahkan air hangat saja," kilah Elang lagi-lagi berbohong
engan sang istri." Elang bangun dari duduknya setelah menghabiskan air di d
ahinya saja, tanpa perlu tinggal bersama?" wajah Kiya berbinar penuh sharap
sudn
tahu!" Kiya mendor
g sudah memenuhi maunya Ibu dan sekarang Abang harus memenuhi ma
lalu berlebihan. Tidak mungkin sama sekali ia tidak menampakkan diri ke rumah Huri. Apa kata orang nanti? Lagian, g
udah menidurinya? Oh ... pasti Abang sangat suka dengan rasa Huri. Apalagi dia per
menggertakkan gigi
samb