wa
r, bahwa ayahnya duduk di ruang dapur sambil memperhatikannya. Ya, Raka tinggal berdua saja dengan sang papa. Pria paruh baya yang baru empat tahun menghirup udara bebas, keluar dari
tranya. Raka yang akan masuk ke dalam kamar me
ya berbicara, hanya menjawab yang penting saja. Raka lebih banyak tenggelam di dalam kamar, berkutat dengan laptop, atau ponselnya. Berbicara atau berdiskusi dengan
on dan berolah raga. Atifitas yang saat dia muda, sangat malas untuk dilakukannya. Raka keluar dari kamar sambil membawa pakaian kotor, lalu menaruhnya di mesin cuci. D
. Raka menoleh sekilas, lalu berjalan kea
antai dan tidak terlihat sama sekali ada beban, sedangkan Edwin sudah membeku di tempat duduknya tanpa bisa
rusmu," sahut Edwin keluar dari tema pertanyaan Raka tadi. Lelaki itu ikut duduk di samping papanya dengan tangan ma
na egois." Edwin kembali tidak bisa mengomentari perkataan Raka. Berkali-kali, bahkan ribuan kali Raka menyindir dirinya yang sudah sangat berdosa
sebelum Raka berucap, "saya
ik bagi pejantanmu." Raka memutar bola mata malasnya. Dia tidak punya pilihan lain, selain menurut. Raka makan dengan tenang
alik pohon-pohon besar di luar sana. Siwi terlalu takut untuk mencari tahu keadaan di luar sana. Dia tidak siap jika saat mengintip dari jenedela, malah muncu
n datang mengunjunginya. Wanita baru saja menghabiskan dua butir telur rebus dan melahapnya tanpa nasi. Dia sudah tidak bertenaga, karena kelelahan memberiskan kamar mandi yang ada bangkai tikus serta kocoa di dalamnya. Belum lagi kamar yang sangat bau apek dan
umah, tetapi dua benda itu tidak ada. Entah terbuat dari apa kaca rumah ini, saat Siwi berusaha memecahkannya, tangan wanita itu malah m
yang kini begitu dekat di atasnya. "Raka?!" Siwi tersentak kaget, lalu berusaha bangun dari posisi be
sentak lelaki itu dengan s
saat jemari Raka sudah melepas kancing bajunya satu per satu. Tubuhnya mer
ka!" isak Siwi deng
nang hati melepas bajumu.
re
ida
rsa