*
pi Kusuma. Ingin rasanya aku menyentuh pipi itu, tetapi aku urungkan niat. Aku menj
embelakangi Kusuma, sehingga a
mbali membuatku ingin menatapny
tangannya mengepal kuat. Mungkinkah dia ingin menyerang 'ku? Entahlah. M
i aku memerintahkan Kus
antik dan menawan. Apalah aku jika dibandingkan dengannya. Aku hanyalah sepah yang suda
gan kedua kepalan tangannya yang lemah. Aku yakin, se
terlalu pengecut, sehingga hanya
ah sama saja, Bang? Kamu ma
maksu
pan barumu. Biarkan aku sepert
ra dia buka pintu, sementara di luar hujan masi
gu, D
di ambang pintu. Aku segera berlari ke bel
bat, nanti kamu sakit dan m
an takakan membuat aku menggigil lagi, bahkan hatiku sudah bersalju. Mungkin, beberapa tahun lagi akan
i di kursi yang ada di teras. Menatap ribuan hujan yang menggenangi halaman. Pot-pot kesayangan Andin terisi penuh
asrinya perkarangan itu. Rumah kami hanya dibatasi pagar yang terbuat dari beton. Namun, tingginya tidak mencapai satu meter. Aku juga tidak
iliki indra perasa, mungkin bunga itu sudah menggigil kedinginan. Semua itu mengingatkan a
*
shb
terlihat anteng berada di belakangku. Sesekali tawanya terdengar merdu. Gadis yang terlihat pendiam di sekolah, ternyata begitu menyenangkan. Kusuma rela menjemput aku ke kos
ampai sebelum gelap. Namun, di tengah perjal
a bertedu
Kus gitu. Aku nggak suka.
Kita bertedu
nikmati hujan seperti ini. Selama ini
njuk warung yang ada di pinggir jalan. Sementara pakaian yang
. Kalau Ab
pinggir warung. Kulihat Kusuma sudah basah kuyup, bah
ini awet." Aku melangkah ke emperan warung. Lumayan nyaman,
dara yang bertiup membuat dingin semakin terasa. Bahkan gigi ini beradu satu dengan y
cemas, takut terjadi apa-apa pada Kusuma. Pert
ai menguap beberapa kali. Tas ransel yang sudah kuyup aku letakkan di emperan. Lalu, aku rebahkan tubuh,
i. Aku terkejut ketika melihat Kusuma sudah berada di dekatku. Dia duduk m
, aku
ku kembali panik, sementa
aliran darahku mulai
?" Aku mencoba meminta persetujuan Kusuma, karena selama kami pa
h tangannya, dia diam saja, segera aku usap-asap telapak tangannya dengan gerakan ce
dari tas, untunglah ponselku masih menyala. Menghidupkan senternya, alangk
baik-baik s
ngka? Sehingga tidak bisa sedikit pun kehujanan? Tanpa berpikir lebih panjang lagi, aku tarik tubuh Kusu
da ini. Masih mencoba untuk menahan gejolak rasa yang tidak wajar ini. Namun, entah setan dari mana m
lapan, aku mencoba untuk melepaskan dekapanku. Membiarkan tubuh Kusuma terlentang di depanku. Aku mendekatkan wajah ini ke wajah Kusuma, dengan bantuan jari tangan ini, aku meraba bibir Kusuma dalam kegelapan.
wajahku, dia segera duduk, s
malu. Akankah Kusuma memarahiku? Jikapu
kamu lakuk
ku, Dik. K
t ayah ma
an aku
mm
lekukan pinggul Kusuma. Aku menelan ludah, keinginan seperti tadi kembali menyergap pikiran dan hati. Sensasi ciuman tadi dapat aku rasakan lagi. Tidak bisa lagi a
kuat kulit leher nan lembut itu. Tanganku semakin takbisa dikendalikan lagi. Satu persatu kancing baju Kusuma aku lepaskan. Suasana yang mendukung membuatku lupa diri, mungkin begitu juga dengan
perti yang sering aku dengar dari teman-teman sekelasku. Jika seb
*
at?" tanya Ibu kost yan
menunggu t
atau
eman,
intu kamarmu jang
ik,
ngan kami. Setelah mengunci pintu aku melangkah ke luar kost-an, menuju jalan raya. Terpaksa aku berangkat naik angkot lagi. Namun,
r kamu nggak b
h Kusuma terlihat memerah. Lalu, tangann
ik," ucapku mengambil kunci d
ak memandangku sebagai laki-laki berengsek, begitu juga sebaliknya. Aku mengendarai motor den
g ..
ya
u wanita y
terjadi juga, Kusuma menanyaka
i yang buruk?" Gleg,
alu merasa bersalah. Namun, aku juga tidak memungkiri se
sudn
rmudah-mudahan pacaran. Maka sesunggu
u terima ungkapa
aku memang sudah l
wan orang. Namun, semua nasehat nenek aku abaikan saja, semua gara-gara tawaran menggiurkan dari Syahyono. Walaupu
aku, setelah yang kemarin malam. Aku berharap hubun
ahimu ketika aku sudah mampu. Soal
ang. Harusnya aku menc
an aku
*
gatan silam. Aku langsung berlari menuju kamar,
Aku mau nanya, Bidan
n Andin. Apakah Kusuma mengadukan
ayang. Ada a
Bang? Memangnya Bidan Kus
tidak mau terjebak oleh pertanyaan Andin. Bisa-bi
ang menanyaimu,"
idan Kusuma." Di ujung sana Andin tertawa, sementara aku d
a kamu ingat
i. Meminta maaf atas kelupaan ini, beliau sudah
ya, Sayang. Aku
in langsung memu
Kusuma tidak mengadukan apa yang sempat t
--