hari pertamanya di Jakarta. Kota kelah
tak pernah mati ini. Katrina bisa mendapati lebih banyak gedung-gedung bertingkat dan apartemen-ap
an langsung mendatangi sebuah kost-kostan di Pondok Indah.
hkan segala urusanku. A
ina pun sampai disebuah perusahaan yang bergerak di bidang produsen makanan d
ionis. Seorang wanita muda dengan setelan pakaian kantor terlihat sedang sibuk menerima telepon. Katrina menghampir
ya tanda mengerti lal
besar bagian staf produksi. Nanti di sana Mba tanya lagi
da resepsionis itu dan langsung ber
t Katrina sudah sampai di lantai tiga dan mulai mencari ruangan staf produksi. Tak memerlukan waktu lama, kini Katrina s
bih tua darinya. Wanita itu sedang sibuk memperhati
tanya ruangan Pak Hardin Putra Surawijaya,
ya berkerut samar. Pandangannya aneh menatap penampilan serba hi
ti dia sedikit tersinggung dengan cara wanita tua itu me
ita tua itu lagi. Masih dengan nada bicara ya
a wanita itu, ketika seorang wanita cantik keluar dari sebuah ruangan yan
kerja, nanti langsung suruh masuk aja ya, tamu penting
Katrina. Lalu dia berkata dengan nada bicara yang sangat sopan. Bahkan
cepat dan langsung melangkah ke ujung rua
gan senyuman yang ramah. Meski Katrina sempat menangkap ekspresi
tanyanya seraya me
isya Paramitha" itu mengantar Katrina ke sebuah ruang
cap Kisya setelah mengetuk pintu ruangan yang ter
h suara yang terdengar cu
silahkannya masuk, sementara Kisya sen
kan diri sebelum kakinya melangkah masuk ke dalam ruangan pemilik perusahaan itu. Semoga dia
atnya seorang laki-laki berjas hitam lengkap dengan dasi bercorak hitam bergaris-garis puti
k tawanya itu yang jelas Katrina sangat tidak menyukainya. Mengapa dunia terasa begitu sempit? Rutukknya geram, dalam hati. Rasa gu
pa bengong disit
yang sama, yang dia temui tempo hari di rumah Aki dan Nini di Bandung. Laki-laki
Hardin kemudian. Gelagat bicaranya santai tapi menurut Katrina nada bi
ni dia sudah duduk di depan kurs
ngga bersandar nyaman di kursi. Ke dua tangannya bertu
dia bangkit dari tempat duduknya dan duduk setengah berdi
aja Katrina merasa tidak nyaman. Apalagi saat
z Maulana ternyata sangat cepat menginfek
rsabar meski kini dia merasa emosi d
lo yang seperti ini?" Hardin masih melanjutkan
Cukup
uduknya di kursi dan b
anda keberatan menerima saya bekerja di perusahaan anda, bukan berarti anda bisa seenaknya menghina penampilan saya." Katrina piki
sal, atau apapun itu, yang jelas ekspresinya terlihat lebih serius. Entahlah apapun yang kini ada di dalam pikiran Hardin
haan ini. Nanti biar Kisya yang menunjukk
pintu itu lebar-lebar. Seolah mempersilahkan Katr
bisik Hardin ham
n dan cepat. Meski saat itu jarak mereka cukup dekat tapi Katrina tetap tidak bisa mendengar dengan j
pat berlalu. Pikir