njulang anggun dengan fasad berbalut batu alam krem dan aksen kayu gelap, seolah menampilkan wibawa dan kehangatan dalam satu tarikan pandang. Jend
g tamu menyambut dengan kelembutan interior yang ditata rapi. Sofa panjang berwarna krem pucat berjejer di atas permadani Persia, diapit
s, berdampingan dengan barak ajudan. Barak itu sederhana namun fungsional, satu kamar berisi dua ranjan
lebar menggantung di dinding marmer, dikelilingi sofa bentuk L dan rak buku kayu tua. Di dapur, meja island berdiri kokoh, dihiasi lampu gantung tembaga
ri gagah di tengah ruangan. Dari ruang makan, pintu kaca geser membuka langsung ke halaman belakang-tempat sebuah kolam renang berair jernih menunggu, dike
hing bag tersusun rapi di bawah pencahayaan natural. Di ujung koridor, kamar Bi Inah tertata bersih dan sederhana, berdampingan
e bertirai tipis, sofa kecil di ujung kaki ranjang, dan lemari built-in mengisi satu sisi dinding. Kamar ini memiliki connecting door menuju kam
putih, kursi ergonomis, rak buku kecil, dan jendela yang menghadap ke taman samping, men
i kayu muda. Yang satunya masih polos, hanya ada lantai parket dan dinding bersi
anjang yang ditempa waktu dan pengorbanan. Bagi Pak Budi, rumah dinas ini bukan hanya ta
roma rumput basah dari taman belakang menguar perlahan, bercampur wangi kayu dan sabun yang tersisa dari malam sebelu
memantulkan langit pagi yang biru bersih. Di sampingnya, Bu Siska masih terlelap, wajahnya damai. Pak Budi tersenyum kecil,
kayu tua yang dibawanya dari rumah lama kini tampak menyatu dengan ruangan baru. Rak-rak buk
sma muncul dengan rambut acak-acakan dan hoodie kelonggaran.
udah bikin
ut, "Ini lagi angkat dari toaster, De
wab Bisma sambil duduk,
enakan kaus putih dan celana santai. Rambutnya d
ak Budi yang kini berdiri di dekat ta
Budi setengah bercanda, menye
o, saya yang Bu Dirjen? Buka
gga ini." Pak Budi terkekeh, lalu duduk
baru dipasangi taplak. Piring roti, potongan buah, dan teko kopi memenuhi
t roti. "Rumahnya besar banget. Tapi enak juga
gi," sahut Bu Siska, tersenyum pada putrany
i, jadwal padat, rapat, kunjungan, dan tanggung jawab baru. Tapi pagi ini, di r
un tegas, "Mari kita mulai hidup baru di rumah ini.
Bu Siska dan B
bersama, bersyukur dalam diam. Tak ada kemewahan yang lebih besar
urna dan map coklat di tangan. Di hadapannya, Bisma, putra semata wayang merek
ambil merapikan kancing jasnya. Suaranya ringan
putih. Ia mendongak, matanya berbinar, bibirnya melengkung dalam s
ah, ada yang pamer gelang berlian dari suaminya yang katanya 'dikasih tiba-tiba'. Tapi yang paling ramai
jadi sorotan di kalangan istri-istri pejabat. Tak hanya karena statusnya, tapi karena aura yang d
nyimpan kenangan. Rambutnya yang memutih sebagian terikat ke belakang, tangan keriputnya lincah mengangkat loyang roti.
ras, tapi kehadirannya adala
us dan tinggi, dengan jaket lusuh yang selalu sama setiap pagi. Umurnya men
Pak," katanya samb
i, meraih jasny
ul oleh Pak Mamat. Pintu menutup
pi tak segera meminumnya. Tatapannya mengarah ke jendel
ng lorong atas, tepat di luar kamar tidurnya. Cermin itu memantulkan dirinya-dari