r kembali. Aku pasti tak akan membi
" seru Pak Tino me
buatku ingin kabur saja, tapi aku menguatkan dirik
di peluk mama Alex yang tampaknya
g, An. Dari tadi Alex
u terfokus pada cowok yang sedang terbaring dengan perban di kepala
ante?"tanyaku sambil masih
ih dan bolak balik menyeka a
parah lukanya. Dalam waktu kurang lebih d
pa tante?" tany
hingga kemungkinan besar selamanya ng
dengar pertanyaanku, tangis mama Alex semakin menjadi.
i. Nggak usah pakai nan
dengar suara Alex. Dengan langkah seribu ak
aanmu yang tadi, tanganku nggak lumpuh. Masih bisa berfungsi kok. Memang sih ngga
perti dulu lag
ingin kemungkinan besar akan terasa sedikit nyeri. Truss... nggak bisa di gunakan ngangkat yang berat-berat. Ehm... apa
lah sepele, lex! Kok kamu bisa s
a! Sudahlah, lebih baik kamu pulang saja. Nggak ada gunanya k
ta bahwa tangan Alex nggak bisa berfungsi normal lagi. Emosi melihat Alex yang bersikap menyepelekan masalah y
ng nggak seharusny
han, tidak bisa kubendung lagi. Kubalikkan badanku menghadap jen
hlah jangan marah-marah lagi, bukannya tadi kamu nyari-nyari Ann
t nih! Lebih baik kalian keluar dulu saja. Aku perlu
a kita keluar dulu," seru mama Alex menenangkan
lahnya. Namun, aku sadar masalah yang dihadapinya adalah masalah berat. Mungkin walaupun bersikap tenang-tenang saja, sebenarnya dia juga meras
tak kepalanya. Namun sekali lagi aku berusaha menahan emosiku dan tetap
lanya juga seharian mengunci diri di kamar dan menolak bertemu dan berbicara dengan siapapun. Tapi... ada kalanya juga dia kelihatan sedikit baikan d
esuatu yang pribadi ngg
i tadi kamu sudah tanya
ini tidak pernah menjengukmu, tapi kenapa sedikit pun kau tidak bertanya alasannya p
aku... baru tau kalo dia juga sudah keluar dari sekolah. Sebenarnya
rgi sebelum kita mendatangi rumahnya waktu itu,"jawa
n? Kamu kok ngg
dia datang untuk menyampaikan keputusannya yang ingin mengakhiri hubungan kami. Waktu dengar dia bilang tentang putus, aku pikir dia lagi ngerjain aku. Tapi ekspresi Erna saat itu sedikitpun tidak menyiratkan kalo dia bercanda. Dia malah melanjutkan menjelaskan kalau dia akan seg
ap ke luar jendela. Aku menunggu sampai beberapa menit tapi d
ampai ke rumahku, kamu ngg
semudah itu berakhir. Tapi saat mengetahui dia sudah beberapa hari nggak masuk sekolah, perasaanku mulai nggak enak. Dan puncaknya saat kita mengunjungi rumahnya yang sudah kosong waktu
rlihat aneh dan tiba-tiba pergi saa
tus asa. Aku nggak tau harus mencari dia kemana lagi. Tak satupun saudara Erna yang aku kenal dan aku tau rumahnya. Karna frustasi aku mulai menekan gas motorku kuat-kuat dan menyetir bak orang kesurupan. Saat aku sadar motorku mulai
nang tiba-tiba berubah menjadi ekpresi kesa
tanya kan? Kalo sudah puas, lebih baik k
rna aku takut malah membuatnya jadi tambah sedih. Jadi, saat dia mengusirku aku benar-benar ingin menolaknya. Aku ingin tetap berada di sampingnya dan menangis bers
i itu. Namun aku tau jika aku memaksa tinggal, dia akan membenciku dan makin men
*