point
mat d
nya seketika menambah suasana hangat restoran yan
ak pernah pudar, si pelayan mengantarkanku ke me
ti lima tahun yang lalu, meja kedua disudut ruangan dekat jendela inilah yang selalu menjadi favoritku sejak dulu. Alasannya sebenarnya sederhana. Hanya d
gitu sampai di tempat duduk ini. Angin bertiup kencang menerpa wajah dan rambutku. Kesejukkannya seakan mengangkat semua beban
palagi, aku tidak harus membayar lebih untuk mendapatkan semua ini. Hanya tin
gagetkanku. Tak mau terlihat seperti orang aneh, aku cepat-ce
lau orangnya sudah datang." Mendengar itu si mbak pela
ku, yang kemarin berjanji akan datang setengah jam lebih awal tersebut. Dengan wajahnya yang super serius kemarin, dia membuatku percaya kalau
ahal sudah lima belas menit berlalu dari perja
saan temanku yang satu ini juga tidak sedikitpun berubah. Selalu saja terlambat kalau diajak k
nyaman tempatnya. Mendengar kata 'traktiran', aku langsung mengiyakan saja. Waktu itu adalah hari seminggu setelah k
hari pertama itu dia sudah membiarkanku menunggu selama empat puluh lima menit dan berhasil membuatku panik, karena sebenarnya di dompetku saat itu cu
t kemudian. Tapi karena begitu datang dia langsung tersenyum dan mengucapkan kata
ia membiarkanku menunggu. Tapi entah sampa
h luar restoran. Alunan musik yang mengalun dengan indah pun membuat pikiranku te
kenal di SMA, di kelas dua SMA te
Kalau diingat lagi, aku terkadang masih merasa malu. Semua di awali
i sekolahku. Perpustakaan berjalan adalah sebutanku saat itu. Kebiasaanku yang sela
tal yang tidak bisa diampuni atau bahkan dianggap aneh. Hanya saja kebiasaanku memba
n membaca buku oleh kedua orang tuaku. Mama papaku yang keduanya berprofesi sebagai dosen sastra Inggris
Kecintaan mereka pada novel klasik pulalah yang membuatku di namai seperti novel kesa
ya menular juga padaku, anak semata wayang mereka. Tapi kebiasaanku tetap dal
ku SMP. Duniaku yang menyenangkan waktu di Sekolah Dasar seakan sirna
SMP aku selalu SENDIRI. Mereka memperlakukanku seperti 'Makhluk Kasat Mata'. Seakan-akan
dar dari sekolah. Tapi di sisi lain, aku sadar jika sampai orang tuaku tahu, pasti akan menambah b
laupun banyak yang menganggapku aneh dan menggosipkanku sana sini. Aku
ga tamengku, yang dapat mengalihkanku dari apa saja yang terjadi di sekitarku. Penghiburan yang aku
anganku. Jadi, walaupun kebiasaan ini dianggap aneh, membuatku makin di jauhin, dan bahkan juga membuatk
alah naik angkot sepulang sekolah dan akhirnya baru sampai di rumah jam tujuh malam, adalah beberapa
empunyai teman, di SMA justru kebiasaan buruk inilah yang membawaku bertemu k
ebelum bertemu Alex, suatu hari tanpa di sangka dan tak di
elas sambil membaca novel sewaktu istirahat, tiba-tiba
mencari tempat duduk yang sepi agar aku bisa menikmati es kopyor
iri lama di antrian sebelum mendapatkan pesananku. Sambil terus mengeluh dalam hati k
alur cerita romantis dari novel yang aku baca. Kebetulan bagian yang aku baca adalah bagian di
ebar tak karuan dengan mata yang bagaikan menempel kuat dengan novel yang aku baca. Seakan-akan jika sedetik saja mataku be
begitu saja es yang aku pesan dengan mata yang beranjak satu menit saja dari novel di tanganku
mengantri di belakangku dan yang memperparah keadaan adalah es
orban 'es kopyorku' dengan mulut menganga. Ju
, membuat cewek tersebut menggerutu dan
gan cepat aku meletakkan es kopyorku dan be
*