setianya. Ruang kerjanya masih berantakan, terserak aneka kertas dengan banyak tulisan serta angka
sap namun beraroma manis. Ia memilih memejam sejenak, meresapi. Mulai dari aroma man
hnya ia abaikan. Sekali lagi, ia isap alat electric tadi dengan penghayatan berlebih. Salah sa
ig
inya, sudah pukul sebelas malam. Belum ingin menoleh karena derap langkapnya jug
ada pria yang duduk di tepian meja. Bisa dikatakan i
gapain
as dahaga yang tadi sempat tertunda. Betapa jik
kan berantakan seorang Riga? Rambutnya tak tertata sempurna seperti biasa, kancing kemejanya sudah tak utuh terpasang-menampilk
memandangnya lebih lama, sudah benar-benar mengikis jarak. Aroma parfumnya bergumul de
sempurna Riga tahan. Belum lagi sorot mata tak suka kentara sek
gemuruh mengingat hanya nama itu saja yang lan
belum akan tidur jika saya engga
Riga. Dia enggak but
lenceng. Namun entah kenapa, Riga tersulut amarahnya. Hanya sepersekian detik ia menatap Kali demikian t
memungkiri satu fakta. Betapa sosok gadis yang mungkin meringkuk dalam
dian yang masih terbungkus rapi dalam benakny
ata pusara kedua orang tuanya. Sedikit be
ani kalau
ma. Menyejajarkan dirinya di samping Xena
akan biarkan
gerjap. Menatap lurus padanya yang baru saja mengucapkan kat
senyum kecil Xena beri sebagai penutup. "Maa
k pada pusara ibunya. Tangannya yang mungil, kembali ia gunakan untuk mengusap papan yang tertera nama ibunya di s
a. Air matanya lagi-la
a katakan ini sebuah kejujuran atau janji yang tek
buat warasnya terguncang hebat. Bayang indahnya terengut paksa sejak kabar itu sampai di telinganya. Lalu sekarang? Mend
ukan itu kembali terdengar oleh Riga. "Kenapa aku enggak ikut
yang Vally bicarakan mengenai keluarga besarnya. Sedikit banyak juga akhi
Xena. Kamu
pun berbeda. Kobar semangat Riga temukan dalam sorot Vally sementara pada di
ar,
pegangan agar tak ambruk sewaktu-waktu. Kehilangan wanita yang ia cintai dengan tragis pun orang y
han. Ah, bukan. Saat pertama kali, mereka berjabat tangan saling mengenalkan diri. Tepat di saat m
ya belum lama ini pad
*
tu besar namun, ia dapati Riga tidur di ranjangnya. Di tepi memang, hanya saja, kebiasaan Ri
ah ... perkara lupa bukan hanya sebatas itu. Ia marah. Begitu tiba di apartement, satu-satunya hal yang bisa ia lakukan adal
t. Tak ingin mendebat atau menyanggah ucapan Riga. Selain karena sedih yang melandan
ja. Ia dirawat dengan benar dan baik walau sering ditinggal pergi. Diawasi dengan ketat dari jauh. A
Xena. Turuti saya atau kamu saya tinggalk
handle pintu terh
guh membuat bulu kuduk Xena berdiri saat itu juga. Seolah Riga sedang membuat penghakiman luar bias
na mengetat penuh emosi. Kepalan tangannya kuat sekali hingga ia merasa perih
ap Xena ta
berkata, saya hanya beban.
i saja saat itu ia tak dalam keadaan ujian, mungkin ia memiliih ikut dalam sedan yang ayahnya kend
t
buatnya tersudut walau rasanya ucapan terima kasih saja tak cukup untuk ia beri. Atau ju
lantaran tak berani mendekati ranjangnya. Ia mendapati Riga su
ud
rapikan rambut serta piyamanya. Walau hatinya masih diliputi kesal, t
gga
puk sisi sebelahnya yang artinya, perintah untuk Xena menuruti. Penuh perhitungan, Xena menuruti pinta
hanya diam. Bahkan setelah Xena duduk tegang
lang benar
tah kenapa Riga selalu meluncurkan kata yang sebaliknya. Ia mengkhawatirkan gadis itu yang pergi meninggal
ini. Riga hanya ingin memastikan Xena aman. Memiliki hidup selayak usianya
isi ranjang satunya, Riga sudah menariknya. Hingga tubuh gadis itu berada dalam dekapnya. Riga bisa mer
Lepas, Om!" desisnya marah. Bukannya dilepaskan, Riga malah menjatuhkan X
tan, hanya pelukan saya yang bisa me
a tahun lalu! Xena sudah besa
menguji dirinya. Namun ia teringat pesan terakhir seorang Hanif D
Kepala saya p
k-peluk aku dong! P
an ujung dagunya tepat pada pu
Riga untuknya. Yang telah lama tak ia dengar. Membuat bun
ah tertidur atau belum. Tapi yang ia dapat, hanya rahang yang dipenuhi bulu halus di sana.
nya
a?" tanya Xen
am
Xena berdecih pelan. "Enggak s
dulu begitu rapuh, sekarang sudah tampak berbeda. Wajah cantik itu semakin menyilaukan mata siapa pun yang memandang. Bedanya,
an dengan seorang Valerie benar-benar menyenangkan bagi Riga. Walau jarang sekali bertemu gadis yang kini ada dalam peluk
ya menyentuh kulit Xena. Membiarkan remang yang menjalari sekujur tubuhnya tanpa ampun. Belum la
on