an penuh ketidaksabaran. Gadis itu mengetuk beberapa kali pintu kamar mandi. Setiap sepuluh detik dia melirik ke arah jam dinding yang tergantung di ruang tengah. Sudah pukul tujuh
iki pengganti. Tapi gara-gara tinggal bersama Delmar, se
ra kakinya semakin dalam mengetuk ke arah lantai yang dia pijak. Dia sudah melakukan segala upaya. Menggedor pi
kamar mandi sejak dia kembali dari kampus dan sampai saat ini dia belum keluar juga dari sana. Gyda sudah menunggu dia untuk keperluannya selama hampir lima belas menit. Sesungguhnya Gyda tidak mengi
ti dia sudah menjanjikan sesuatu untuk dirinya sendiri berkat kejadian kali ini. Namun dalam moment ini Gyda menemukan
ri bila Delmar tidak keluar dalam hitungan sepuluh dia akan mendobrak pintunya. Tiba di hitungan ke sembilan dan hampir menuju sepuluh, pintu terbuka. Gyda
ya enggan keluar sama sekali dan deng
ya sekarang terlalu tepat sasaran. Ini mo
penasaran dengan apa yang tersembunyi di dalam sana. Kemudian naik ke perut dan disa
sannya lagi. Dia tidak mau ketahuan menatap aset milik pem
pandangi! Isi hatinya menjerit karena sekali lag
uhnya. Dia ternyata pria dengan bahu lebar, tampak kuat dan makin ramping ke pinggang. Gyda bertanya-tanya apa mungkin kulitn
n yang mengalir ke pipi. Sungguh, dia lebih baik mati dari pada menunjukan wajahnya yang memerah kepad
di wajahnya sekali lagi dia telah salah memilih tempat bertatap untuk mengk
ntakan tiap waktu? Delmar dengan versi ini jelas adalah versi yang terba
ah pria sup
embosankan tiap waktu, alisnya bertaut, matanya berkedip dengan cara yang s
sendiri. Sesungguhnya Gyda amat gatal ingin menyentuh surai pria itu hanya sekadar membantunya mengeringkan rambut atau hal-hal lain. Namun ego dan harga dirinya melarang untuk berbuat demikian, jadi akhirnya dia hanya bisa me
orang ini bisa jadi begit
angat konyol di mata Delmar. "Akhirnya kau keluar juga dari sana, kupikir aku akan menunggu selamanya. Apa kau
napas. "Memangnya kena
epalanya. "Ah, minggir aku mau mandi gara-gara kau aku jadi te
enjawab dengan begitu tenang. "Lagipula aku juga tidak tahu kalau kau
idak berhak marah pada orang lain saat dia juga berkontribusi atas kesialan tersebut. Memiliki kelas tambahan yang tidak terduga, dan sialnya kelas itu justru memakan waktu lebih lama dari perkiraannya. Moodnya sudah buruk seja
ks menangkap tubuh Gyda sehingga dia masih bisa bertumpu pada pemuda itu sebelum benar-benar jatuh. Dia sempat memeluk pria itu, tapi karena kaget sebab menyentuh tubuh Delmar yang setengah telanj
an itu tanpa bisa berbuat apa-apa dia mungkin kaget
emiliki lebih banyak kesadaran. Ayahnya selalu mengajarkan untuk menolon
itakan Jimmy sebagai hot babe di kampus memang cocok dengan predikatnya. Mata birunya t
ar? Pria itu menggelengkan kepalanya. Cepat-cepat menghilangan pikiran gila itu se
r Delmar. Dia menelan saliva dengan gugup ketika memikirkan bahwa pemuda itu barangkali cemas padanya. Terle
itu lebih terdengar jengkel di bandingkan cemas seperti yang pertama. Wajar ba
ah, Gyda meringis menutup matanya. Mengapa kini dia merasa sep
elulu, Nona." Delmar menyeringai sebelum pergi ke arah kamarnya. "Lain kali aku
segera menggeram marah dan melangkah mendekatinya lagi sambil menun
apa yang a
eman sekamarnya. Dia mengutuk dirinya lagi dan berpaling muka. "Kalau saja kau benar-benar
jadi salahku." Delmar
ntainya jadi basah!" Sekali lagi dia menodongkan jari telunjuknya kepada Delma
sendiri. Aku bernapas pun memang akan salah di matamu." Pria itu kemudian berpaling darinya kemudian m
kan sebelum masuk ke kamar mandi. Sebelum berlari ke kamar mandi Gyda bahkan menye
h lewat lima puluh lima menit. Terlalu mepet! Satu jam untuk persiapan adalah waktu tersingkat bagin
ng hot di kampus mau pergi dengannya. Gyda tidak mungkin melewatkan kesempatan emas itu. Butuh waktu baginya untuk meluluhkan hati pria i
ari kamar mandi. Sementara Delmar yang me