ggerakkan kepalanya ke kanan dan ke kiri dengan gerakan patah-patah. Dia
hihi hihi!
e seluruh penjuru desa. Itu membuat mereka yang masih terjaga
*
l, aroma kepulan asap hasil menanak nasi menyebar bercampur dengan aroma embun
jajakan sayurannya dengan sepeda onthel tua berkarat. Tak butuh waktu lama, para Ibu-ibu kelu
etelah waktu Isya'. Bayiku juga rewel terus, ndak tau kenapa," ujar Mina, se
tengkuk belakang yang meremang. Kening Mina mengernyit, "diganggu piye to
rem lho. Ternyata, Mawar dadi... de
dia dengan parah, lho! Yah, cuma sewajarnya aja! Mosok gitu aja baper?" celetuk Mbok Lasmi, jand
lototi dia di jendela kamar. Eh pas saya mau ke dapur ambilin air, niatnya biar Radit agak tenang, lha malah saya yang dibuat sport
ini ndak lebih dari seminggu! Duh semalam aja r
n gimana ceritany
oh, aku liat ternyata jendela kebuka. Yo aku mikir mungkin lupa belum ditut
! Astaghfirullah, matanya merah nyala serem banget!" Bu Mai semakin memepetkan tubuh ke arah Yu Ka
tanya merah toh!?
lah!" jawab Bu Mai. "Wis lah, aku duluan!" pamitnya. Dia segera me
jauh dari sana. Dia merasa puas sebab akhirnya ada sesuatu yang bisa dia lakukan untuk membalas semua perlakuan buruk warga desa. Mesk
Yang ada hanya rasa puas yang merajai hatinya yang lebur. "Rasa takut yang kalian rasakan ndak ada apa-apanya dibandingkan rasa sakit hatiku
eeet
bentuk seperti contong. "Aku harus cepat pulang, Nduk pasti sudah menungguku," gumamnya. Dia memp
. Dia melangkah mendekat ke arah amben bambu di kamar Mawar. Disana, seorang perempuan ayu paripurna sedang berbaring. Bulir-buli
namun sebuah suara terdengar jelas dari dalam tubuh itu. "Tenanglah, tubuh ini sedang ku pulihkan. Raga ini se
sa-kit, Mbah.." lirihnya parau. "Bertahanlah, Nduk. Duh Gusti Alla
u!" teriak Nyai Larapati murka. Tubuh Melati menegang, matanya meloto
belum terbiasa buat ndak menyebut-
Mbah Karso mengambil sebuah mangkuk, menuangkan air lalu memasukkan bunga yang barusan dia petik ke dalamnya. Bibirnya berkomat-kamit memb
segar itu. MELATI meraihnya, dia meminum air rendaman kembang itu, lalu s
i makanan dan minuman. Tubuh ini hanya bisa tetap segar dengan memakan kem
awalnya tampak tegas kini tampak sayu penuh kasih. "Mbah.." lirihnya. "Nduk, Mawar.. apa
emanggil aku dengan nama Melati. Aku ndak mau m
bah Karso. Pria renta itu mendekat, dia lantas duduk d
itu, Nduk? Siapa yang sudah mencelakai sampean?"
ya menerawang jauh ke depan, pasang matanya memanas, hatinya yang