ati di desa. Dia sedang menikmati makan malam berupa singkong rebus yang dicocol dengan s
ku yang dengar," sahut Santo,
ng seketika menghentikan makannya. Dia bangkit dari amben bambu beralas
emudian hanya dalam beberapa detik saja, netranya membola. "Gawat!
sil kami singkirkan? Lantas apalagi yang p
but merah di udara itu? Itu adalah tanda miliknya, Le. Miliknya!" Ujar Eya
, Eyang. Semoga," bisik Sant
*
gun yang duduk di atas kereta kencana itu segera turun. Dia berjalan melengg
uk pelan. Nyai Larapati berpaling, dia memutari makam Mawar Utami sebanyak tujuh kali. Tepat di putaran ketujuh, dia berh
berubah jadi serupa asap merah yang mengambang di udar
lekang. Sesekali, pria renta itu mengusap sudut matanya yang basah. Beberapa saat kemudian, suasana mendadak menjadi hening. Anginpun enggan berhembus,
et.. Sr
so memicingkan mata, menatap tanpa takut. Dengan perlahan, tanah makam itu bergerak bersamaan dengan se
n yang tergumam dari bibirnya yang pucat masai. Sosok Mawar merangkak
u, amarah yang berkobar, kesumat dendam yang tak padam, maukah kau membalasnya, Mawar Utami?" t
ahku, maka tak akan ada seorangpun yang mengenali dirimu. Balaskan dendammu dengan identitas baru, bersamaan dengank
hidup jadi setengah manusia. Saat mentari meninggi dia bebas keluar tanpa takut terbakar, saat mentari terb
suk pada tubuh Mawar yang baru saja bangkit dari kematian. Sesaat, tubuh Mawar mengejang kuat, namun beberapa wa
apati!" Ujar Mawar dengan
um getir terbingkai nyata. Wajah seramnya berubah jadi kembali ayu, namun tak bisa dipungkiri, d
a terngiang jelas. Rasa sakit hati itu masih bersemi di hatinya yang bahkan telah ma
erdiri mematung. "Tunggu, Nyai. Kau bilang Mawar akan gu
i. Mari kita tuntaskan semua kesumat dan dendam ini dengan benar, karena kau melakukan ini tentu dengan bayaran yang sang
shh
i pada tubuh itu setiap jelang pagi, sekarang lakukan misimu. Jangan buat apa yang dilakukan Mbahmu sia-sia. Aku sudah meninggalkan kekuatanku,
g Mbah punya, tapi... para Iblis itu merenggut dan menjauhkan sampean dariku, hati Mbah saki
Mbah Karso. Jebol sudah tanggul air matanya. Dadanya sesak melihat sosok semi transp
anya Mbah Karso. Mawar mengangguk sambil menyeringai. Pasang mat
Mbah. Tebarlah teror pada mereka-mereka yang sudah menyakiti kita, itu imbalan yang pantas mereka