Malam itu, Mbah Karso harus menerima kenyataan pahit bahwa Mawar, cucu semata wayangnya jatuh dari tebing dan meninggal tepat di depan matanya. Gadis bermata merah yang oleh warga LEDOKOMBO sering disebut sebagai Anak Iblis itu difitnah hingga dihabisi oleh beberapa warga. Mbah Karso yang sakit hati, berniat membalaskan perlakuan keji para warga terhadap cucunya. Dia akan membangkitkan dia yang telah lama lelap, wanita Iblis bernama Nyai Larapati untuk membantu aksi balas dendamnya. Raga Mawar yang telah mati dipaksa bangkit, kesumat ini harus dituntaskan, tak peduli dengan cara apapun itu.
Seorang gadis muda bermayang panjang berjalan mondar-mandir di depan pintu. Sesekali, dia menggigit kukunya hanya demi menyalurkan kegusarannya. "Dimana Si Mbah? ini sudah hampir tengah malam, kenapa Si Mbah belum pulang juga?" gumamnya bermonolog.
Dia membuka jendela gedeknya lantas melongokkan kepalanya keluar. "Gerhana bulan merah?" gumamnya lagi seraya menatap langit malam. Angin berhembus kencang, membelai mesra wajah ayu serta rambut hitam legamnya yang tergerai. Dia memejamkan mata, merasakan kesejukan yang membawa kedamaian sejenak.
"Ah, ndak ilok (tak baik) buka jendela malam-malam, nanti yang ndak di undang malah datang," gumamnya lirih sembari menarik kembali daun jendelanya, lantas menutupnya rapat. Lelah menunggu, dia memasuki kamarnya, merebahkan tubuh rampingnya di atas amben.
Dia menatap langit-langit ruangan, cukup lama hingga akhirnya pasang matanya pejam. Dia, gadis yang paling dibenci di desa telah terlelap.
**Tok Tok Tok**
Suara ketukan terdengar sebanyak tiga kali pada daun pintu kayu di depan sana. Gadis yang baru saja terlelap itu lantas membuka mata. Dia menggelung rambut panjangnya sebelum menjejakkan pasang kaki mulusnya ke tanah.
"Ah, sudah datang toh?" Seru Mawar yang kemudian beranjak dari amben bambu beralaskan tikar di kamarnya, lalu berjalan cepat menuju pintu. Sejak tadi, dia memang cemas menunggu satu-satunya orang yang dia punya.
**Krieeeettt**
Suara deritan pintu lapuk itu terdengar nyaring, seiring dengan pintu yang terbuka semakin lebar. Dara berusia delapan belas tahun itu tersenyum lebar, namun senyumnya memudar cepat saat menyadari yang datang bukanlah Si Mbahnya, melainkan beberapa orang laki-laki yang kini berdiri angkuh menatapnya.
"A-ada apa ini? Apa sampean-sampean datang mencari Si Mbah?" Tanya Mawar terbata-bata. Para lelaki itu diam tak menyahut, sehingga Mawar kembali membuka suara.
"Si Mbah belum datang, tadi pamitnya mau ke desa sebelah," imbuhnya.
"Membersihkan rumah dan pekarangan Juragan Sutris, aku benar kan?" sambung lelaki jangkung yang sejak tadi menatap dengan tatapan tak suka.
"Be-benar," Mawar membenarkan semuanya.
"Kami tau itu, itu sebabnya kami datang sekarang," ujar yang lainnya sambil melangkah mendekat.
"Ma-mau apa kalian? Jangan dekat-dekat!" seru Mawar.
"Atau apa!? Koe mau mengutuk kami, hah!? Cuih! Doamu ndak akan pernah di dengar," sentak lelaki berwajah garang itu.
Mawar mulai merasa terancam, dia berbalik dan berlari masuk, tangan putih mulusnya secepat kilat meraih daun pintu lantas menutupnya. Namun belum juga pintu itu tertutup dengan benar, seseorang mendorongnya dengan kuat. Mawar jatuh terjengkang, namun segera menguasai diri dan merangkak menjauh.
Dia bangkit, berlari melalui pintu belakang, menghilang diantara tanaman singkong yang tumbuh subur di belakang rumah. Gadis ayu itu berlari sambil sesekali melihat ke belakang, memastikan mereka tak lagi mengejarnya.
"Mbah, sampean dimana? Tulung, aku wedi Mbah," lirih Mawar terisak. Dia terus berlari mengikuti kemana langkah kaki membawanya. Harapannya hanya satu, bertemu dengan Si Mbahnya di jalan nanti. Dia tak ingin pulang sendirian karena kali ini, dia mulai merasakan bahwa kebencian warga jadi semakin liar. Jika dulu mereka hanya sekedar membenci, tampaknya sekarang mereka mulai berani menyakiti.
Mawar merasakan nafasnya mulai terengah sesak, dia memutuskan untuk beristirahat sebentar di balik pohon besar. Sejenak, dia berusaha menetralkan degup jantung yang tak terkendali.
"Dimana perempuan Iblis itu!? Aku yakin tadi dia berlari ke arah sini! Cepat cari dia, mata merahnya itu pasti tak cukup baik saat melihat apalagi dalam gelap!" seru seorang pria berbadan tinggi besar sambil berkacak pinggang.
"Huft.. huft.. kami sudah kelelahan, Kang! Lebih baik istirahat dulu," Celetuk salah satu lelaki yang turut andil dalam pengejaran malam ini.
"Ojo membantah! Cepat cari, kalian berpencar saja! Kalian mau, apa yang diceritakan Eyang terulang lagi!? Wajahnya mirip dengan makhluk itu! Bisa jadi, dia sebenarnya bukan manusia!" Serunya lagi. Para lelaki itu menyebar, mencari kesana dan kemari dalam gelap, hanya berbekalkan obor di tangan masing-masing.
Mawar yang mendengar suara-suara itu lantas merangkak ke balik semak belukar. Gadis ayu bermata merah menyala itu bersembunyi dengan tangan membekap mulutnya. Degup jantungnya menggila hingga dia sendiri mampu mendengarnya dengan jelas.
"Gusti, selamatkan aku," batinnya Mawar, dara jelita berkulit putih pucat, dengan pasang mata berwarna merah menyala. Warga desa LEDOKOMBO seringkali menyebut Mawar dengan sebutan, "Anak Iblis".
**Ssssst.. Ssssst...** Suara desisan terdengar jelas dalam rungunya. Mata Mawar membelalak kala merasakan sesuatu meliuk melingkari betisnya. Dia menajamkan penglihatannya dalam remang. "Akhh!" Dia memekik tertahan tanpa sengaja. Tangannya meraih kepala ular yang sudah bersiap mematuknya, dia menarik lantas melemparkannya menjauh.
Pekikan tertahan Mawar sampai pada telinga mereka, para lelaki yang mencarinya itu lantas menghentikan langkah, menyeringai jahat lalu berbalik mendekati semak yang barusan luput dari pengawasan.
Mawar berusaha menetralkan degup jantungnya yang menggila, bagai genderang perang. "Syukurlah, sepertinya mereka sudah pergi," gumamnya. Baru saja dia merasa aman, sebuah tangan terjulur membekap mulutnya.
"Uhmmm! Uhmmm!" Mawar meronta-ronta saat tubuh rampingnya diseret keluar dari balik semak-semak.
"Krakk!"
"Aaaawwww! Perempuan setan!! beraninya menggigitku!" Umpat lelaki yang barusan membekap mulutnya. Mawar terlepas dari bekapan, dia kembali berlari dengan kaki telanjang. Jalanan yang gelap nan becek, akar-akar yang menjulur keluar dari tanah sama sekali tak mendukung pelariannya.
**Jleb!!** "Aaaakhhh! Bruagh!"
Sebuah pecahan beling menembus telapak kaki Mawar, membuatnya jatuh tersungkur. Dia meringis, mengaduh. "Ssssshhh.. Gusti Allah, ini sakit sekali," lirihnya. Dia duduk, lalu meraba telapak kakinya dengan tangan yang gemetaran. Bibir bawahnya dia gigit kuat, sementara tangannya menyentak kasar pecahan beling yang berhasil melukai kakinya.
"Uuuhhmpppp!!! Hiks hiks hiks!" Teriakannya tertahan, namun air matanya lolos tanpa bisa dihalau.
"Ketemu!" suara itu mengagetkan. Mawar menggerakkan lehernya yang terasa kaku, melihat siapa yang bicara. Dia kembali gemetaran, beringsut mundur, namun tangan itu segera menjambak rambut panjangnya.
"Langsung kita habisi, atau..." Tanya seorang yang kini sedang menyoroti wajah Mawar dengan obor. Para lelaki itu saling pandang dengan seringai yang mengerikan.
"Kita beruntung, mereka menyerahkan tugas ini pada kita! Jadi kita bisa bebas mau lakukan apa saja, iya toh?" seru si jangkung. Tangan-tangan kekar itu mulai menyeret Mawar dengan kasar, membawanya paksa ke balik semak lantas mulai menggagahinya secara bergantian. Mawar hanya bisa meronta, namun tenaganya tak cukup kuat melawan delapan orang itu.
Teriakan demi teriakan, umpatan demi umpatan, juga sumpah serapah dan kutukan lolos dari mulut Mawar. Hingga di akhir, saat rasa sakit sudah sampai di ubun-ubun, dendam menggelegak, Mawar menyumpahi dengan lantang.
"Lepas! Biadab!! Cuih!!" Mawar meronta sekuat tenaga, dia juga meludahi wajah pria bajingan itu.
"B*jingan koe! Setan!!" umpat Mawar lagi.
"Plakkkk!!! Menengo (diamlah) anak setan!" sebuah tamparan melayang di pipi mulus Mawar, membuatnya berkunang-kunang. Telinganya berdenging kuat.
Amarah Mawar kian membuncah, dia tak dapat lagi menahan dirinya untuk melayangkan kalimat kutukan. Dengan seluruh sisa tenaganya, dia berteriak nyaring sembari menatap langit.
**Seda!!!** seru Mawar melengking disela tubuhnya yang sedang dihentak-hentak.
Warning!!!!! 21++ Dark Adult Novel Aku, Rina, seorang wanita 30 Tahun yang berjuang menghadapi kesepian dalam pernikahan jarak jauh. Suamiku bekerja di kapal pesiar, meninggalkanku untuk sementara tinggal bersama kakakku dan keponakanku, Aldi, yang telah tumbuh menjadi remaja 17 tahun. Kehadiranku di rumah kakakku awalnya membawa harapan untuk menemukan ketenangan, namun perlahan berubah menjadi mimpi buruk yang menghantui setiap langkahku. Aldi, keponakanku yang dulu polos, kini memiliki perasaan yang lebih dari sekadar hubungan keluarga. Perasaan itu berkembang menjadi pelampiasan hasrat yang memaksaku dalam situasi yang tak pernah kubayangkan. Di antara rasa bersalah dan penyesalan, aku terjebak dalam perang batin yang terus mencengkeramku. Bayang-bayang kenikmatan dan dosa menghantui setiap malam, membuatku bertanya-tanya bagaimana aku bisa melanjutkan hidup dengan beban ini. Kakakku, yang tidak menyadari apa yang terjadi di balik pintu tertutup, tetap percaya bahwa segala sesuatu berjalan baik di rumahnya. Kepercayaannya yang besar terhadap Aldi dan cintanya padaku membuatnya buta terhadap konflik dan ketegangan yang sebenarnya terjadi. Setiap kali dia pergi, meninggalkan aku dan Aldi sendirian, ketakutan dan kebingungan semakin menguasai diriku. Di tengah ketegangan ini, aku mencoba berbicara dengan Aldi, berharap bisa menghentikan siklus yang mengerikan ini. Namun, perasaan bingung dan nafsu yang tak terkendali membuat Aldi semakin sulit dikendalikan. Setiap malam adalah perjuangan untuk tetap kuat dan mempertahankan batasan yang semakin tipis. Kisah ini adalah tentang perjuanganku mencari ketenangan di tengah badai emosi dan cinta terlarang. Dalam setiap langkahku, aku berusaha menemukan jalan keluar dari jerat yang mencengkeram hatiku. Akankah aku berhasil menghentikan pelampiasan keponakanku dan kembali menemukan kedamaian dalam hidupku? Atau akankah aku terus terjebak dalam bayang-bayang kesepian dan penyesalan yang tak kunjung usai?
Joelle mengira dia bisa mengubah hati Adrian setelah tiga tahun menikah, tetapi dia terlambat menyadari bahwa hati itu sudah menjadi milik wanita lain. "Beri aku seorang bayi, dan aku akan membebaskanmu." Pada hari Joelle melahirkan, Adrian bepergian dengan wanita simpanannya dengan jet pribadi. "Aku tidak peduli siapa yang kamu cintai. Utangku sudah terbayar. Mulai sekarang, kita tidak ada hubungannya satu sama lain." Tidak lama setelah Joelle pergi, Adrian mendapati dirinya berlutut memohon. "Tolong, kembalilah padaku."
Ketika Nadia mengumpulkan keberanian untuk memberi tahu Raul tentang kehamilannya, dia tiba-tiba mendapati pria itu dengan gagah membantu wanita lain dari mobilnya. Hatinya tenggelam ketika tiga tahun upaya untuk mengamankan cintanya hancur di depan matanya, memaksanya untuk meninggalkannya. Tiga tahun kemudian, kehidupan telah membawa Nadia ke jalan baru dengan orang lain, sementara Raul dibiarkan bergulat dengan penyesalan. Memanfaatkan momen kerentanan, dia memohon, "Nadia, mari kita menikah." Sambil menggelengkan kepalanya dengan senyum tipis, Nadia dengan lembut menjawab, "Maaf, aku sudah bertunangan."
Siapa sangka kepulanganku yang mendadak dari Taiwan membuatku amat terkejut saat sampai di kampung halaman. Aku mendapati istriku gila dan anakku sudah meninggal dunia. Apa yang sebenarnya terjadi? Apakah semua kesaksian keluargaku itu bisa dipercaya?
BIJAKLAH DALAM MENCARI BACAAN. CERITA DEWASA!!! Aderaldo menepuk punggung Naara yang sontak membuat wanita itu menoleh cepat, dan dalam hitungan detik pula, Aderaldo mencondongkan badannya dan menempelkan bibirnya ke atas bibir Naara. Naara melotot tanpa bisa mengelak. Pria itu tersenyum disela ciumannya pada bibir Naara. Dua lengan cukup kekar melepas paksa ciuman Aderaldo dan Naara dengan menarik bahu pria itu. Satu pukulan melayang di perut Aderaldo tanpa bisa dicegah, hadiah dari Xion. "Dasar b******k! Beraninya kau mencium Naara!" bentak Xion marah. Aderaldo memutar bola matanya seraya memasukkan kedua tangannya ke kantung celana kain yang ia pakai. "Kau tidak ada hak untuk melarangku. Memangnya kau siapa?" desis Aderaldo. Xion ingin melayangkan tinjunya pada wajah Aderaldo, tapi ditahan oleh pria tampan berkemeja hitam itu. "Jangan memancingku untuk menghancurkanmu," bisik Aderaldo pada Xion dan pria itu melangkah pergi dengan mengedipkan matanya ke arah Naara yang masih diam mematung. Aderaldo bersiul dan melangkah santai meninggalkan kampus tercintanya. "Manis! Aku menyukainya," gumam Aderaldo sambil mengelap bekas ciumannya bersama Naara barusan. (Ikuti setiap part-nya dan kalian akan menemukan jawabannya ❤️)
Setelah tiga tahun tanpa cinta, pengkhianatan Nando sangat melukai Kumala. Dia tidak membuang waktu untuk menyingkirkan pria itu! Setelah perceraian, dia mengabdikan dirinya untuk mengejar karier. Menjadi terkenal sebagai desainer top, dokter yang terampil, dan peretas brilian, dia menjadi figur yang dihormati. Nando, menyadari kesalahan besarnya, mencoba dengan-untuk memenangkannya kembali, hanya untuk menyaksikan pernikahannya yang megah dengan orang lain. Saat sumpah mereka disiarkan di papan reklame terbesar di dunia, Farhan menyelipkan cincin ke jari Kumala dan menyatakan, "Kumala sekarang adalah istriku, harta karun yang tak ternilai harganya. Biarlah semua orang yang menginginkannya berhati-hati!"