Louisa Loura Alexander seorang CEO sekaligus Arsitek ternama dan putri dari Louis Alexander. Tak pernah menyangka dirinya akan jatuh ke dalam jebakan rekan bisnisnya. Di tengah-tengah usahanya melarikan diri, Louisa dipertemukan dengan sosok yang sangat ia benci, Devian Salvatore-sepupunya. "Tolong... Tolong aku, Brengsek." ucapnya mengiba. "Hih! Wanita gila, jika meminta tolong harusnya tidak perlu mengeluarkan umpatanmu padaku." Kesal Devian dan tersentak saat bibir Louisa kini menempel dan melumat bibirnya. *** "Bisa-bisanya kalian berdua!! Daddy tidak mau tahu, kalian harus menikah!!" teriak Louis menggema di dalam rumah setelah tanpa sengaja melihat putrinya dan putra iparnya terbaring di atas ranjang hotel tanpa busana. 'Shit! Apa yang harus aku katakan pada Daddy dan Mommy. Demian mungkin saja akan membunuhku setelah ini.' batin Devian gusar, membayangkan tatapan membunuh saudara kembarnya.
"Segera hubungi Logan dan Zara, Devian. Minta mereka untuk datang ke Negara ini!" Teriak Louis menggema di ruang tamu dalam kediamannya.
Pria setengah baya itu menatap nyalang pria yang kini duduk di samping Putrinya. Sosok yang tak lain adalah Putra Iparnya.
Glek!
Devian menelan kasar ludahnya mendengar hal tersebut. Masih menundukkan kepalanya tanpa berani mendongak untuk sekedar menatap lawan bicaranya itu.
Bahkan Devian tak lagi mempedulikan penampilannya yang berantakan.
Bagaimana tidak, dia harus mengenakan pakaiannya dengan buru-buru di kamar hotel tadi. Karena kedapatan tidur tanpa busana setelah melakukan kegiatan panas.
Entah ini sial, atau memang karma. Tetapi kenapa?! Kenapa harus dengan sosok yang membenci dirinya?!
Perlahan Devian melirik sosok yang duduk di sampingnya. Wanita yang kini hanya terlihat diam dengan ekspresi sulit diartikan. Antara sedih dan marah. Ya, kira-kira seperti itu.
Tatapan Devian terhenti pada bercak merah keunguan di leher jenjang wanita itu, membuat ia tanpa sadar menelan kasar ludahnya.
Sekarang kenangan itu kembali terngiang di benak Devian. Betapa panasnya malam yang mereka lalui semalam, mendadak wajah Devian merona malu.
Keperjakaannya yang ia jaga... Ah, ralat. Keperjakaannya telah hilang oleh tangannya sendiri, tapi yang semalam itu pertama kali dia mencoba dengan milik wanita. Sialnya Devian ketagihan, hingga melakukannya beberapa kali tanpa henti.
Lebih sialnya lagi, dia ketahuan hingga berakhir di kediaman orang tua wanita itu yang tidak lain ialah Ipar Ibunya.
"Accidenti!" Devian mengumpat lirih. Ia menghela napas gusar, berniat mengedarkan pandangan agar tak pusing.
Namun, tatapannya justru tanpa sengaja terhenti pada wanita setengah baya yang duduk di sofa seberang meja.
'Aunty...' batin Devian menatap memohon.
"Devian!! Segera hubungi kedua orang tuamu!" Sentak Louis menyadarkan pemuda itu dari lamunan.
"I-iya, Uncle." Lirih Devian pasrah, merogoh saku celana kainnya untuk segera menghubungi Ayah dan Ibunya.
Mendadak tangan Devian gemetar. Ia bukan takut pada Ayah dan Ibunya, tetapi pada saudara kembarnya. Sosok yang lebih tua beberapa menit darinya, mungkin ia akan habis di tangan saudaranya itu.
"Daddy, tidak bisakah hal ini dibiarkan saja?"
Seketika pandangan tiga orang itu tertuju ke sumber suara.
Kedua mata Devian mengerjap memandang wajah wanita yang telah ia renggut keperawanannya. Wanita cantik yang sejak tadi diam saat tiba di kediaman itu, kini terlihat menatap datar Ayahnya.
Louis menatap penuh arti pada Putrinya, "dibiarkan? Apa kamu tengah bercanda, Louisa?"
"Jangan bercanda dengan Daddy, Louisa?!" Sentak Louis yang tak suka dengan ungkapan Putrinya. Mengapa Putri semata wayangnya begitu mudah mengatakan hal seperti itu?!
"Devian mungkin tak rugi apapun, tapi kamu..." Louis menggantung ucapannya, berdecak sambil menggeleng. Benar-benar tak habis pikir.
Louisa tak membantah. Memang Devian sama sekali tak rugi, tapi dirinya yang seorang wanita jelas mengalami kerugian. Hal yang selama ini ia jaga, hilang dalam semalam.
Semua ini karena jebakan rekan bisnisnya. Louisa tak memikirkan kemungkinan terburuk saat melangkahkan kaki memasuki kelab guna melakukan pertemuan dan penandatanganan kontrak. Dia yang biasanya waspada pada orang lain, benar-benar jatuh dalam jebakan semalam.
Minuman yang mengandung obat perangsang meluncur dengan sempurna di tenggorokannya, hingga membuat ia hampir berakhir di ranjang hotel dengan pria tua.
Entah nasib baik atau buruk, dia bertemu dengan Devian. Sepupunya yang paling ia benci, tetapi mampu mengakhiri penyiksaan obat perangsang yang menggerogoti tubuhnya.
Mengingat hal semalam membuat Louisa sedikit malu.
"Aku tak apa, Dad. Lagi pula hal ini sudah biasa terjadi di Negara kita 'kan? Bahkan banyak gadis yang lebih muda dariku sudah melakukannya dengan kekasih mereka," ucap Louisa mengingat jika Negara mereka adalah Negara bebas. Tak ada larangan untuk hal seperti itu dilakukan walau tak memiliki hubungan.
Louis semakin menggeleng tak percaya mendengar hal itu meluncur begitu bebas dari bibir Putrinya. Ia yakin, pasti ada kekecewaan di hati Putrinya itu.
"Aku akan segera menghubungi Mommy dan Daddy, Uncle. Aku permisi keluar sebentar," ucap Devian beranjak dari duduknya meninggalkan ruang tamu.
Ayah, Ibu dan Anak itu menatap punggung Devian dalam diam yang perlahan menghilang dari pandangan.
Louis kembali menatap lekat putrinya yang kembali menunduk.
"Louisa..." Rara menatap lama putri tunggalnya. Wanita yang sudah berumur 44 tahun itu beranjak dari duduknya, berpindah di samping Louisa.
"Aku tidak ingin masalah ini panjang, Daddy. Aku dan Devian tak sengaja melakukannya, coba saja aku lebih berhati-hati. Hal seperti semalam pasti tidak akan terjadi, jadi aku mohon untuk tidak memintanya bertanggung jawab. Lagi pula..." Seketika ucapan Louisa terhenti kala melihat tatapan Ayahnya.
"Soal orang-orang yang terlibat semalam, Daddy yang akan mengurusnya. Tetapi untuk kalian berdua, tetap harus menikah. Bahkan jika bukan Devian, Daddy akan tetap memintanya untuk bertanggung jawab. Dia mengambil hal yang telah kamu jaga, Sayang. Dia harus bertanggung jawab akan hal itu." Ucap Louis mutlak, berlalu meninggalkan Putri dan Istrinya di ruang tamu.
Louisa menghela napas dalam mendengar hal itu. Sekali Ayahnya mengatakan sesuatu, tidak ada yang bisa menghentikannya. Bahkan meski dia membujuk sekalipun, Ayahnya tak akan mengubah keputusan yang telah dibuat.
Sedang Devian berdiri tegang di samping mobilnya dengan tangan memegang ponsel di telinga. Beberapa kali Devian menelan kasar ludahnya, tak sanggup rasanya mendengar suara orang tuanya untuk saat ini. Tetapi ia tak mungkin juga lari dari tanggung jawab.
Ayah dan Ibunya tak pernah mengajarkan hal itu.
Cukup lama berdering, suara berat nan tegas terdengar di seberang telepon membuat nyali Devian menciut.
"Ciao, Dev."
(Halo, Dev.)
"Che cos'è?"
(Ada apa?)
Devian kembali menelan kasar ludahnya mendengar pertanyaan yang dilontarkan oleh Ayahnya di seberang telepon. Ia ragu, tapi akan lebih parah lagi jika tidak memberitahukan hal itu pada Ayahnya.
"Daddy..." Devian menelan kasar ludahnya dengan leher yang tiba-tiba tegang.
"Aku memerawani anak gadis orang."
Seketika hening menguasai di seberang telepon. Suara gesekan garpu dan sendok yang tadinya terdengar berubah senyap dalam sekejap.
Devian tahu, tak baik mengatakan hal yang mengejutkan saat Ayahnya tengah makan.
"Ha-ha-ha." Tiba-tiba suara tawa garing terdengar di seberang telepon.
"Kamu memang suka bercanda dengan Daddy di pagi hari begini, ya."
Devian mulai bingung ingin mengatakan apa.
"Tapi aku tidak tengah bercanda, Dad."
Seketika hening kembali menguasai di seberang telepon, Devian menarik napas dalam sebelum melanjutkan ucapannya.
"Aku... Memerawani Louisa. Anak Uncle Louis." Lirih Devian.
Tuttt!
Devian memandang lama layar ponselnya yang kini hanya menampilkan wallpaper. Ayahnya memutuskan panggilan sepihak.
"Mati aku." Lirih Devian pasrah. Ia yakin, Ayahnya saat ini tengah berteriak histeris di meja makan.
Mansion keluarga Salvatore di Milan, Italia.
"DEMIAN KITA HARUS KE AMERIKA SEKARANG!! ADIKMU MEMERAWANI LOUISA!"
WARNING 18+ Bella Adelian harus segera mencari calon suami dalam kurung waktu 3 hari setelah Kakeknya meninggal. Karena wasiat yang ditinggalkan Sang Kakek menyatakan jika dirinya harus memiliki pendamping hidup, barulah perusahaan mendiang Ayahnya tak jatuh ke tangan Ibu tirinya. Karena terdesak, Bella mengambil keputusan besar dengan menikahi orang asing yang tak dia kenal. Menikahi pria yang ia kira sebagai pria bayaran. "Perjanjian tetap perjanjian. Kita akan cerai saat waktunya tiba," ucap Bella menatap lekat sosok yang hanya diam memandangnya lama. Pria itu tersenyum miring, "sayangnya sejak awal aku tidak pernah menganggap perjanjian itu, Istriku. Jadi kita tidak akan bercerai. Bersiaplah untuk malam pertama, Ibu menginginkan cucu mungil untuk di gendong." "Pria sinting!" Teriak Bella frustasi.
WARNING 21+!! Athena Gimberly tak ingin menjalin hubungan serius dengan pria manapun karena suatu alasan, tapi dirinya ingin memiliki anak yang nantinya akan menemaninya di saat tua. Dari situlah pemikiran gila untuk mencari seseorang yang bisa memberikannya bibit tanpa harus melangsungkan pernikahan. Mempertemukannya dengan sosok Arthur Harley, seorang pria dengan harga diri tinggi. *** "Kamu ...." "Mari melakukan hal itu lagi. Yang sebelumnya tidak membuahkan hasil, jadi bisakah kita melakukannya lagi?" tanya Athena membuat pria itu terdiam.
21+ harap bijak dalam memilih bacaan. Seorang gadis duduk bersimpuh di lantai dengan tatapan memohon pada sosok pria yang berdiri di hadapannya, berharap agar sosok itu melepaskan. "Jangan menatapku seperti itu. Jika yang kau harapkan adalah kabur dari tempat ini. Maka hal itu tidak akan pernah terjadi!" ucap Kaisar dingin pada gadis yang duduk bersimpuh dengan luka di beberapa bagian tubuhnya. Kecelakaan yang menimpa Sang adik mengubahnya menjadi pria dingin yang tidak bisa disentuh. Mencari dengan segala cara untuk menemukan sang pelaku, hingga bertemu dengan Adelia. Follow ig:@author_kan
Warning!!! Khusus 18+++ Di bawah 18+++ alangkah baiknya jangan dicoba-coba.
Hari itu adalah hari yang besar bagi Camila. Dia sudah tidak sabar untuk menikah dengan suaminya yang tampan. Sayangnya, sang suami tidak menghadiri upacara tersebut. Dengan demikian, dia menjadi bahan tertawaan di mata para tamu. Dengan penuh kemarahan, dia pergi dan tidur dengan seorang pria asing malam itu. Dia pikir itu hanya cinta satu malam. Namun yang mengejutkannya, pria itu menolak untuk melepaskannya. Dia mencoba memenangkan hatinya, seolah-olah dia sangat mencintainya. Camila tidak tahu harus berbuat apa. Haruskah dia memberinya kesempatan? Atau mengabaikannya begitu saja?
Kulihat ada sebuah kamera dengan tripod yang lumayan tinggi di samping meja tulis Mamih. Ada satu set sofa putih di sebelah kananku. Ada pula pintu lain yang tertutup, entah ruangan apa di belakang pintu itu. "Umurmu berapa ?" tanya Mamih "Sembilanbelas, " sahutku. "Sudah punya pengalaman dalam sex ?" tanyanya dengan tatapan menyelidik. "Punya tapi belum banyak Bu, eh Mam ... " "Dengan perempuan nakal ?" "Bukan. Saya belum pernah menyentuh pelacur Mam. " "Lalu pengalamanmu yang belum banyak itu dengan siapa ?" "Dengan ... dengan saudara sepupu, " sahutku jujur. Mamih mengangguk - angguk sambil tersenyum. "Kamu benar - benar berniat untuk menjadi pemuas ?" "Iya, saya berminat. " "Apa yang mendorongmu ingin menjadi pemuas ?" "Pertama karena saya butuh uang. " "Kedua ?" "Kedua, karena ingin mencari pengalaman sebanyak mungkin dalam soal sex. " "Sebenarnya kamu lebih tampan daripada Danke. Kurasa kamu bakal banyak penggemar nanti. Tapi kamu harus terlatih untuk memuaskan birahi perempuan yang rata - rata di atas tigapuluh tahun sampai limapuluh tahunan. " "Saya siap Mam. " "Coba kamu berdiri dan perlihatkan punyamu seperti apa. " Sesuai dengan petunjuk Danke, aku tak boleh menolak pada apa pun yang Mamih perintahkan. Kuturunkan ritsleting celana jeansku. Lalu kuturunkan celana jeans dan celana dalamku sampai paha.
Yahh saat itu tangan kakek sudah berhasil menyelinap kedalam kaosku dan meremas payudaraku. Ini adalah pertama kali payudaraku di pegang dan di remas langsung oleh laki2. Kakek mulai meremas payudaraku dengan cepat dan aku mulai kegelian. “ahhhkkk kek jangannnhh ahh”. Aku hanya diam dan bingung harus berbuat apa. Kakek lalu membisikkan sesuatu di telingaku, “jangan berisik nduk, nanti adikmu bangun” kakek menjilati telingaku dan pipiku. Aku merasakan sangat geli saat telingaku di jilati dan memekku mulai basah. Aku hanya bisa mendesah sambil merasa geli. Kakek yang tau aku kegelian Karena dijilati telinganya, mulai menjilati telingaku dengan buas. Aku: “ahhkkk ampunnn kek, uddaahhhhh.” Kakek tidak memperdulikan desahanku, malah ia meremas dengan keras payudaraku dan menjilati kembali telingaku. Aku sangat kegelian dan seperti ingin pipis dan “crettt creettt” aku merasakan aku pipis dan memekku sangat basah. Aku merasa sangat lemas, dan nafasku terasa berat. Kakek yang merasakan bila aku sudah lemas langsung menurunkan celana pendekku dengan cepat. Aku pun tidak menyadarinya dan tidak bisa menahan celanaku. Aku tersadar celanaku sudah melorot hingga mata kakiku. Dan tiba2 lampu dikamarku menyala dan ternyata...
Shella memiliki masalah serius ketika keluarganya mencoba memaksanya untuk menikah dengan pria tua yang mengerikan. Dalam kemarahan, dia menyewa gigolo untuk berakting sebagai suaminya. Dia kira gigolo itu membutuhkan uang dan melakukan ini untuk mencari nafkah. Sedikit yang dia tahu bahwa pria tersebut tidak seperti itu. Suatu hari, dia melepas topengnya dan mengungkapkan dirinya sebagai salah satu orang terkaya di dunia. Ini menandai awal dari cinta mereka. Pria itu menghujaninya dengan semua yang dia inginkan. Mereka bahagia. Namun, keadaan tak terduga segera menjadi ancaman bagi cinta mereka. Akankah Shella dan suaminya berhasil melewati badai? Cari tahu!
Untuk membayar hutang, dia menggantikan pengantin wanita dan menikahi pria itu, iblis yang ditakuti dan dihormati semua orang. Sang wanita putus asa dan kehabisan pilihan. Sang pria kejam dan tidak sabaran. Pria itu mencicipi manisnya sang wanita, dan secara bertahap tunduk pada nafsu adiktif. Sebelum dia menyadarinya, dia sudah tidak dapat melepaskan diri dari wanita tersebut. Nafsu memicu kisah mereka, tetapi bagaimana cinta bersyarat ini akan berlanjut?