Seorang istri yang curiga terhadap suaminya mulai mencari tahu tentang hubungan rahasia yang suaminya jalani. Perselingkuhan ini mengarah pada pengkhianatan yang lebih dalam, memaksanya mengambil langkah drastis untuk melindungi dirinya sendiri.
Malam itu, rumah sudah sepi ketika Karin mendengar suara mobil suaminya memasuki halaman. Jam di dinding menunjukkan pukul sebelas lewat. Sudah hampir sebulan suaminya, Andi, sering pulang larut malam. Alasannya selalu sama-banyak pekerjaan di kantor. Namun, bagi Karin, ada yang terasa janggal, sesuatu yang menggelitik nalurinya.
Andi masuk ke dalam rumah dengan langkah pelan, berusaha tidak membangunkan siapa pun. Namun, Karin sudah duduk di ruang tamu dengan wajah penuh pertanyaan. Suara pintu yang terbuka menarik perhatian Andi, yang tampak sedikit terkejut melihat istrinya terjaga.
"Kamu belum tidur, Rin?" tanya Andi dengan senyum kaku.
Karin mengangguk pelan sambil menatap suaminya. "Kamu sering banget pulang malam akhir-akhir ini. Banyak kerjaan, ya?"
Andi mengangguk sambil melepas sepatu dan berjalan menuju sofa. "Iya, kamu tahu sendiri, kan? Akhir tahun biasanya deadline proyek menumpuk."
Karin tersenyum tipis, namun matanya menelusuri setiap gerak-gerik Andi. Entah kenapa, senyuman itu terasa berbeda, seperti ada sesuatu yang disembunyikan di balik mata suaminya.
"Aku paham, tapi... sebulan belakangan kamu jadi sering pulang lebih malam daripada biasanya. Aku jadi khawatir."
Andi tertawa pelan dan menggenggam tangan Karin. "Sayang, kamu terlalu banyak berpikir. Ini hanya soal pekerjaan, tidak ada yang lain. Aku tidak mau kamu stres karena memikirkan hal-hal yang nggak perlu."
Karin hanya terdiam, mendengarkan kata-kata Andi yang seharusnya menenangkan. Tapi ada perasaan yang terus mengusik pikirannya, membuatnya tak bisa tenang.
Malam-malam berikutnya, Andi masih sering pulang larut. Bahkan, beberapa kali ia tidak mengangkat telepon atau membalas pesan dari Karin saat di luar rumah. Kecurigaan Karin semakin menguat, terutama setelah menemukan beberapa pesan di ponsel Andi yang ditandai sebagai "pesan penting" tapi tak pernah ia lihat isinya.
Suatu malam, ketika Andi tertidur, Karin memberanikan diri untuk membuka ponsel suaminya. Namun, ponsel itu terkunci dengan kata sandi baru. Hatinya tercekat, tak pernah sekalipun Andi mengubah sandi ponselnya tanpa memberitahunya.
Keesokan harinya, Karin mencoba mengutarakan kecurigaannya dengan hati-hati.
"Andi, belakangan ini kamu kayak orang lain," ujar Karin saat sarapan. "Aku jadi bingung sendiri. Ada yang berubah dari kamu."
Andi yang sedang menyeruput kopi mengangkat alisnya. "Maksud kamu apa?"
"Entahlah... aku hanya merasa kita sudah jarang ngobrol, dan kamu sering pulang malam. Aku hanya ingin tahu, apa semuanya baik-baik saja?"
Andi menatap Karin sejenak sebelum meletakkan cangkir kopinya. "Karin, jangan berpikir yang nggak-nggak, ya? Aku masih orang yang sama. Aku capek karena kerjaan, dan itu saja."
Karin mengangguk pelan, tapi hatinya tetap resah. Meskipun Andi berusaha menenangkan, naluri wanita di dalam dirinya terus berbisik bahwa ada yang tak beres.
Malam itu, Karin berbicara sendiri dalam hatinya, "Aku nggak bisa terus seperti ini... Aku harus tahu yang sebenarnya."
Saat itulah ia memutuskan, malam berikutnya akan menjadi awal dari penyelidikannya.
Malam berikutnya, Andi kembali pulang larut. Kali ini lebih dari tengah malam. Karin berbaring di tempat tidur, berpura-pura tidur, sementara telinganya menangkap setiap suara dari ruang tamu. Andi berjalan pelan-pelan menuju kamar, membuka pintu dan duduk di pinggir tempat tidur dengan lelah. Dia mengambil napas dalam, lalu berbisik seolah-olah bicara pada dirinya sendiri, "Sebentar lagi... semuanya akan selesai."
Karin menahan napas, berpikir cepat. "Apa yang akan selesai?" pikirnya. Suara Andi terdengar seperti seseorang yang menyembunyikan sesuatu. Karin memutuskan untuk menunggu hingga suaminya tertidur. Saat itulah ia berencana memeriksa barang-barang yang Andi simpan di ruang kerja.
Ketika suara napas Andi terdengar teratur, Karin pelan-pelan bangun dari tempat tidur. Dengan langkah hati-hati, dia berjalan menuju ruang kerja Andi, kamar kecil di ujung koridor yang jarang ia masuki. Pintu tidak terkunci. Di dalam, ia langsung melihat meja yang penuh dengan tumpukan kertas dan sebuah laci yang sedikit terbuka. Rasa gugup membuat tangan Karin gemetar, namun ia berusaha mengendalikan dirinya.
Karin menarik laci dengan hati-hati, berharap menemukan sesuatu yang bisa menjelaskan perubahan suaminya. Di dalamnya, ia melihat sebuah amplop cokelat berisi beberapa dokumen. Karin menahan napas saat menemukan sebuah foto-Andi dengan seorang wanita muda berambut panjang dan berpakaian formal, tersenyum dalam sebuah restoran mewah. Hatinya terasa remuk.
"Siapa dia?" Karin berbisik dengan suara nyaris tak terdengar.
Di balik foto, tertulis nama wanita itu dan tanggal foto tersebut diambil. Tanggalnya hanya dua minggu yang lalu. Mata Karin mulai memanas, tapi ia berusaha menahan air matanya. Ini adalah bukti yang pertama. Ia memasukkan foto itu kembali ke dalam amplop dan menutup laci, memastikan semuanya terlihat seperti semula.
Sebelum meninggalkan ruang kerja, Karin melihat ponsel Andi di atas meja. Rasa penasaran menguasai dirinya. Dengan tangan gemetar, ia mengambil ponsel tersebut dan mencoba beberapa kode, namun semua gagal.
"Sandi baru lagi..." bisiknya dengan putus asa.
Karin meletakkan ponsel itu kembali, menarik napas panjang, lalu berjalan kembali ke kamar tidur. Malam itu, matanya tak bisa terpejam. Semua kenangan indah mereka mengalir di pikirannya, bercampur dengan rasa sakit yang baru saja ia rasakan.
Pagi berikutnya, saat sarapan, Karin berusaha menahan amarah yang menggelegak di dalam dadanya. Dia menatap Andi yang duduk di depannya dengan senyum biasa, seolah tidak terjadi apa-apa.
"Andi," Karin memulai dengan suara bergetar. "Kamu yakin nggak ada yang kamu sembunyikan dari aku?"
Andi terkejut, tapi dengan cepat menyembunyikan ekspresi itu. "Apa maksud kamu, Rin? Kita sudah bahas ini, kan?"
"Aku hanya merasa..." Karin ragu sejenak, menatap mata suaminya. "Aku merasa kamu bukan lagi Andi yang dulu."
Andi tertawa tipis. "Sayang, kamu pasti cuma terlalu khawatir. Percaya deh, semua ini cuma fase yang akan segera berakhir."
Karin menahan diri untuk tidak berkata lebih jauh. Tapi kali ini, hatinya mantap untuk tidak berhenti. Ada kebenaran yang harus ia temukan, meski itu akan menghancurkannya.
Setelah percakapan pagi itu, Karin tidak bisa menyingkirkan bayangan wanita di foto itu dari pikirannya. Pertanyaan terus bergulir di benaknya-siapa wanita itu, dan seberapa besar peran dia dalam hidup Andi sekarang?
Siang harinya, Karin memutuskan untuk menemui sahabatnya, Maya, di sebuah kafe dekat rumah. Maya adalah satu-satunya orang yang bisa ia percaya sepenuhnya, dan Karin merasa perlu berbicara dengan seseorang tentang apa yang ia alami.
Maya menyambutnya dengan pelukan erat, merasa ada yang tidak beres sejak pertama kali melihat wajah Karin yang terlihat pucat dan gelisah.
"Ada apa, Rin? Kamu kelihatan nggak seperti biasanya," Maya memulai sambil menatap sahabatnya dengan cemas.
Karin menggigit bibirnya, menahan air mata yang hampir jatuh. "Aku... aku takut, May. Sepertinya Andi... dia bukan lagi suami yang aku kenal. Aku curiga dia punya orang lain..."
Maya menatap Karin dengan kaget, lalu menggenggam tangannya erat. "Apa yang bikin kamu berpikir begitu?"
Karin menghela napas panjang dan mulai bercerita, tentang bagaimana Andi sering pulang larut, tentang perubahan sikapnya, dan terutama tentang foto yang ia temukan di ruang kerja Andi.
"Kamu yakin dia nggak ada hubungan bisnis atau kerja dengan wanita itu?" tanya Maya, mencoba berpikir positif.
Karin menggeleng pelan. "Aku juga pengin percaya begitu, May. Tapi, kamu harus lihat wajahnya sekarang. Dia seperti orang yang menyimpan sesuatu yang besar dari aku. Rasanya asing... kayak aku hidup dengan orang yang berbeda."
Maya berpikir sejenak, lalu berkata, "Mungkin kamu butuh bantuan untuk memastikan ini. Kalau kamu mau, aku kenal seseorang yang bisa bantu-detektif pribadi. Dia pernah bantu sepupuku dulu, dan dia sangat bisa dipercaya."
Karin terdiam, memikirkan saran Maya. "Detektif pribadi?" bisiknya, mencoba mengerti apa yang ia rasakan tentang ide itu.
"Iya, Rin. Aku tahu ini mungkin kelihatan berlebihan, tapi kalau kamu benar-benar curiga, bukankah lebih baik kamu tahu kebenarannya?"
Karin menatap sahabatnya sejenak, mencoba menenangkan hatinya yang gelisah. Ia tahu bahwa apa pun yang akan ia temukan, pasti tidak akan mudah untuk dihadapi. Tapi rasa penasaran dan sakit di hatinya begitu kuat hingga ia merasa harus melakukannya.
"Oke, May... mungkin kamu benar," akhirnya Karin berkata. "Aku nggak bisa terus seperti ini. Aku butuh tahu yang sebenarnya."
Maya mengangguk dengan penuh empati. "Aku akan atur pertemuan dengan detektif itu. Kamu nggak sendirian, Rin. Apa pun yang terjadi, aku ada di sini untuk kamu."
Karin menghela napas lega, merasa sedikit tenang. Di tengah kebingungan dan rasa sakitnya, ia merasa setidaknya ada satu orang yang akan mendukungnya. Namun, dalam hatinya, ia tahu bahwa ini baru permulaan dari perjalanan yang akan membuka rahasia besar dalam hidupnya.
Malam itu, saat Andi tertidur, Karin merenung di tepi ranjang. Pikirannya melayang pada kenangan mereka bertahun-tahun lalu, saat Andi masih pria yang penuh kasih, penuh perhatian. Dulu, tidak ada yang bisa mengusik kepercayaan mereka satu sama lain. Namun, kini, ia merasa asing dengan pria di sampingnya.
"Maaf, Andi," gumamnya pelan, seolah berbicara pada diri sendiri. "Aku harus tahu siapa dirimu sebenarnya sekarang."
Keputusan itu sudah bulat. Apa pun yang ia temukan nanti, ia akan siap untuk menghadapinya.
Bersambung...
Seorang pria yang merasa kehilangan gairah dalam pernikahannya menemukan kembali cinta lama yang tak pernah benar-benar pudar. Namun, di balik tatapan penuh cinta itu, ia juga menemukan rahasia yang mengancam kehidupannya yang nyaman.
Seorang wanita terjebak dalam pernikahan tanpa cinta memutuskan untuk mencari kebahagiaan dari masa lalunya. Namun, ketika perselingkuhannya terungkap, ia harus menghadapi pilihan untuk memperbaiki atau meninggalkan hidupnya yang sudah dibangun.
Seorang pria yang merasa terjebak dalam rutinitas rumah tangganya mulai menjalin hubungan dengan rekan kerjanya. Perselingkuhan ini membawanya ke dalam dunia yang penuh gairah, namun juga rasa bersalah yang semakin menghancurkan dirinya.
Seorang istri yang selalu setia tiba-tiba menemukan bukti perselingkuhan suaminya. Ketika ia berusaha mengungkap kebenaran, ia justru menemukan lebih banyak kebohongan yang suaminya simpan selama ini.
Seorang pria mulai menerima surat-surat dari dirinya sendiri yang tertanggal 10 tahun di masa depan, memperingatkannya tentang kejahatan yang belum terjadi. Dia harus menggunakan informasi tersebut untuk mencegah pembunuhan, sambil mencari tahu siapa sebenarnya yang mengirim surat-surat itu.
Seorang jurnalis pergi ke hotel tua yang terkenal dengan cerita-cerita hantu untuk menulis artikel. Namun, saat tamu-tamu hotel mulai menghilang satu per satu, jurnalis tersebut menemukan bahwa ada lebih banyak kebenaran dalam cerita-cerita hantu itu daripada yang pernah dia bayangkan.
Kulihat ada sebuah kamera dengan tripod yang lumayan tinggi di samping meja tulis Mamih. Ada satu set sofa putih di sebelah kananku. Ada pula pintu lain yang tertutup, entah ruangan apa di belakang pintu itu. "Umurmu berapa ?" tanya Mamih "Sembilanbelas, " sahutku. "Sudah punya pengalaman dalam sex ?" tanyanya dengan tatapan menyelidik. "Punya tapi belum banyak Bu, eh Mam ... " "Dengan perempuan nakal ?" "Bukan. Saya belum pernah menyentuh pelacur Mam. " "Lalu pengalamanmu yang belum banyak itu dengan siapa ?" "Dengan ... dengan saudara sepupu, " sahutku jujur. Mamih mengangguk - angguk sambil tersenyum. "Kamu benar - benar berniat untuk menjadi pemuas ?" "Iya, saya berminat. " "Apa yang mendorongmu ingin menjadi pemuas ?" "Pertama karena saya butuh uang. " "Kedua ?" "Kedua, karena ingin mencari pengalaman sebanyak mungkin dalam soal sex. " "Sebenarnya kamu lebih tampan daripada Danke. Kurasa kamu bakal banyak penggemar nanti. Tapi kamu harus terlatih untuk memuaskan birahi perempuan yang rata - rata di atas tigapuluh tahun sampai limapuluh tahunan. " "Saya siap Mam. " "Coba kamu berdiri dan perlihatkan punyamu seperti apa. " Sesuai dengan petunjuk Danke, aku tak boleh menolak pada apa pun yang Mamih perintahkan. Kuturunkan ritsleting celana jeansku. Lalu kuturunkan celana jeans dan celana dalamku sampai paha.
Joelle mengira dia bisa mengubah hati Adrian setelah tiga tahun menikah, tetapi dia terlambat menyadari bahwa hati itu sudah menjadi milik wanita lain. "Beri aku seorang bayi, dan aku akan membebaskanmu." Pada hari Joelle melahirkan, Adrian bepergian dengan wanita simpanannya dengan jet pribadi. "Aku tidak peduli siapa yang kamu cintai. Utangku sudah terbayar. Mulai sekarang, kita tidak ada hubungannya satu sama lain." Tidak lama setelah Joelle pergi, Adrian mendapati dirinya berlutut memohon. "Tolong, kembalilah padaku."
Dua tahun setelah pernikahannya, Selina kehilangan kesadaran dalam genangan darahnya sendiri selama persalinan yang sulit. Dia lupa bahwa mantan suaminya sebenarnya akan menikahi orang lain hari itu. "Ayo kita bercerai, tapi bayinya tetap bersamaku." Kata-katanya sebelum perceraian mereka diselesaikan masih melekat di kepalanya. Pria itu tidak ada untuknya, tetapi menginginkan hak asuh penuh atas anak mereka. Selina lebih baik mati daripada melihat anaknya memanggil orang lain ibu. Akibatnya, dia menyerah di meja operasi dengan dua bayi tersisa di perutnya. Namun, itu bukan akhir baginya .... Bertahun-tahun kemudian, takdir menyebabkan mereka bertemu lagi. Raditia adalah pria yang berubah kali ini. Dia ingin mendapatkannya untuk dirinya sendiri meskipun Selina sudah menjadi ibu dari dua anak. Ketika Raditia tahu tentang pernikahan Selina, dia menyerbu ke tempat tersebut dan membuat keributan. "Raditia, aku sudah mati sekali sebelumnya, jadi aku tidak keberatan mati lagi. Tapi kali ini, aku ingin kita mati bersama," teriaknya, memelototinya dengan tatapan terluka di matanya. Selina mengira pria itu tidak mencintainya dan senang bahwa dia akhirnya keluar dari hidupnya. Akan tetapi, yang tidak dia ketahui adalah bahwa berita kematiannya yang tak terduga telah menghancurkan hati Raditia. Untuk waktu yang lama, pria itu menangis sendirian karena rasa sakit dan penderitaan dan selalu berharap bisa membalikkan waktu atau melihat wajah cantiknya sekali lagi. Drama yang datang kemudian menjadi terlalu berat bagi Selina. Hidupnya dipenuhi dengan liku-liku. Segera, dia terpecah antara kembali dengan mantan suaminya atau melanjutkan hidupnya. Apa yang akan dia pilih?
M-mama? Sedang apa Mama disini?"Tanya Rudi yang tiba-tiba merasakan ada tangan yang ada di bahunya saat ini. "Mama haus," ucap Nina yang sedang asik memainkan tangannya di area punggung menantunya itu. " Jangan begini,ma! Mama jangan lupa kalau aku adalah menantu Mama,suami dari anak kandung Mama sendiri," ucap Rudi yanh berusaha untuk mengingatkan Mama mertuanya itu dan sambil melepaskan tangan Nina dan menjauh dari tempat Nina berada. Melihat reaksi sang Menantunya itu, Nina yang haus akan belaian itu,bertekad untuk mendapatkan Rudi malam itu apapun caranya. Tiba-tiba sebuah ide muncul didalam pikirannya,-
Menikahi single mom yang memiliki satu anak perempuan, membuat Steiner Limson harus bisa menyayangi dan mencintai bukan hanya wanita yang dia nikahi melainkan anak tirinya juga. Tetapi pernikahan itu rupanya tidak berjalan mulus, membuat Steiner justru jatuh cinta terhadap anak tirinya.
Warning!!!!! 21++ Dark Adult Novel Aku, Rina, seorang wanita 30 Tahun yang berjuang menghadapi kesepian dalam pernikahan jarak jauh. Suamiku bekerja di kapal pesiar, meninggalkanku untuk sementara tinggal bersama kakakku dan keponakanku, Aldi, yang telah tumbuh menjadi remaja 17 tahun. Kehadiranku di rumah kakakku awalnya membawa harapan untuk menemukan ketenangan, namun perlahan berubah menjadi mimpi buruk yang menghantui setiap langkahku. Aldi, keponakanku yang dulu polos, kini memiliki perasaan yang lebih dari sekadar hubungan keluarga. Perasaan itu berkembang menjadi pelampiasan hasrat yang memaksaku dalam situasi yang tak pernah kubayangkan. Di antara rasa bersalah dan penyesalan, aku terjebak dalam perang batin yang terus mencengkeramku. Bayang-bayang kenikmatan dan dosa menghantui setiap malam, membuatku bertanya-tanya bagaimana aku bisa melanjutkan hidup dengan beban ini. Kakakku, yang tidak menyadari apa yang terjadi di balik pintu tertutup, tetap percaya bahwa segala sesuatu berjalan baik di rumahnya. Kepercayaannya yang besar terhadap Aldi dan cintanya padaku membuatnya buta terhadap konflik dan ketegangan yang sebenarnya terjadi. Setiap kali dia pergi, meninggalkan aku dan Aldi sendirian, ketakutan dan kebingungan semakin menguasai diriku. Di tengah ketegangan ini, aku mencoba berbicara dengan Aldi, berharap bisa menghentikan siklus yang mengerikan ini. Namun, perasaan bingung dan nafsu yang tak terkendali membuat Aldi semakin sulit dikendalikan. Setiap malam adalah perjuangan untuk tetap kuat dan mempertahankan batasan yang semakin tipis. Kisah ini adalah tentang perjuanganku mencari ketenangan di tengah badai emosi dan cinta terlarang. Dalam setiap langkahku, aku berusaha menemukan jalan keluar dari jerat yang mencengkeram hatiku. Akankah aku berhasil menghentikan pelampiasan keponakanku dan kembali menemukan kedamaian dalam hidupku? Atau akankah aku terus terjebak dalam bayang-bayang kesepian dan penyesalan yang tak kunjung usai?