jukkan pukul sebelas lewat. Sudah hampir sebulan suaminya, Andi, sering pulang larut malam. Alasannya selalu s
Namun, Karin sudah duduk di ruang tamu dengan wajah penuh pertanyaan. Suara pintu yan
Rin?" tanya Andi
uaminya. "Kamu sering banget pulang mal
lan menuju sofa. "Iya, kamu tahu sendiri, kan?
k-gerik Andi. Entah kenapa, senyuman itu terasa berbeda, se
n kamu jadi sering pulang lebih malam
lu banyak berpikir. Ini hanya soal pekerjaan, tidak ada yang lain. A
ng seharusnya menenangkan. Tapi ada perasaan yang t
atau membalas pesan dari Karin saat di luar rumah. Kecurigaan Karin semakin menguat, terutama setelah mene
el suaminya. Namun, ponsel itu terkunci dengan kata sandi baru. Hatinya terce
encoba mengutarakan kecur
n," ujar Karin saat sarapan. "Aku jadi bin
uput kopi mengangkat al
g ngobrol, dan kamu sering pulang malam. Aku h
nya. "Karin, jangan berpikir yang nggak-nggak, ya? Aku mas
skipun Andi berusaha menenangkan, naluri wanita di d
m hatinya, "Aku nggak bisa terus sepert
malam berikutnya akan menja
ra telinganya menangkap setiap suara dari ruang tamu. Andi berjalan pelan-pelan menuju kamar, membuka pintu dan duduk di pinggir tempat tid
seperti seseorang yang menyembunyikan sesuatu. Karin memutuskan untuk menunggu hingga suaminy
g kerja Andi, kamar kecil di ujung koridor yang jarang ia masuki. Pintu tidak terkunci. Di dalam, ia langsung melihat meja yang penuh denia melihat sebuah amplop cokelat berisi beberapa dokumen. Karin menahan napas saat menemukan sebuah foto-Andi dengan
rbisik dengan suara n
g lalu. Mata Karin mulai memanas, tapi ia berusaha menahan air matanya. Ini adalah bukti yang pertama. Ia
meja. Rasa penasaran menguasai dirinya. Dengan tangan gemetar, ia me
i..." bisiknya
i ke kamar tidur. Malam itu, matanya tak bisa terpejam. Semua kenangan indah mer
ang menggelegak di dalam dadanya. Dia menatap Andi yang duduk
a bergetar. "Kamu yakin nggak ada
embunyikan ekspresi itu. "Apa maksud
enak, menatap mata suaminya. "Aku me
uma terlalu khawatir. Percaya deh, semua
ali ini, hatinya mantap untuk tidak berhenti. Ada kebenar
ita di foto itu dari pikirannya. Pertanyaan terus bergulir di benaknya-s
e dekat rumah. Maya adalah satu-satunya orang yang bisa ia percaya sepenuhnya
ada yang tidak beres sejak pertama kali meliha
seperti biasanya," Maya memulai sa
h. "Aku... aku takut, May. Sepertinya Andi... dia bukan lag
alu menggenggam tangannya erat. "A
aimana Andi sering pulang larut, tentang perubahan sikapnya,
isnis atau kerja dengan wanita itu?"
rus lihat wajahnya sekarang. Dia seperti orang yang menyimpan sesuatu yang
mastikan ini. Kalau kamu mau, aku kenal seseorang yang bisa bantu-detekti
etektif pribadi?" bisiknya, mencoba meng
rlebihan, tapi kalau kamu benar-benar curiga
u bahwa apa pun yang akan ia temukan, pasti tidak akan mudah untuk dihadapi. Tapi
a Karin berkata. "Aku nggak bisa terus se
ertemuan dengan detektif itu. Kamu nggak sendirian, R
, ia merasa setidaknya ada satu orang yang akan mendukungnya. Namun, dalam hatinya, ia ta
a bertahun-tahun lalu, saat Andi masih pria yang penuh kasih, penuh perhatian. Dulu, tidak ada yang bi
erbicara pada diri sendiri. "Aku harus
pun yang ia temukan nanti, ia
ambu