Seorang wanita terjebak dalam pernikahan tanpa cinta memutuskan untuk mencari kebahagiaan dari masa lalunya. Namun, ketika perselingkuhannya terungkap, ia harus menghadapi pilihan untuk memperbaiki atau meninggalkan hidupnya yang sudah dibangun.
Maya duduk di tepi jendela sambil menatap hujan yang menetes di kaca. Suara detakan jam di ruang tamu membuatnya tersadar dari lamunannya. Hujan selalu mengingatkannya pada masa-masa indah di masa lalu-ketika segalanya terasa lebih cerah. Dia mengalihkan pandangan ke cermin di depan, menilai wajahnya yang mulai pudar.
"Kenapa ya, kita tidak pernah menghabiskan waktu bersama lagi?" gumamnya pada diri sendiri, merasa sepi meskipun suaminya, Arman, ada di rumah.
Maya memutuskan untuk menyiapkan makan malam. Di dapur, aroma masakan yang sederhana memenuhi ruangan. Dia selalu berusaha menciptakan suasana hangat, tetapi di dalam hatinya, ada kehampaan yang tak tertutupi. Arman datang, menepuk bahunya.
"Maya, kamu lagi masak apa?" tanyanya, tidak menggubris suasana di sekeliling.
"Makanan kesukaanmu. Kamu belum makan seharian kan?" jawab Maya, berusaha tersenyum.
"Hmm, terima kasih. Aku baru saja selesai rapat yang melelahkan," Arman menjawab sambil meraih ponselnya. "Aku perlu menyelesaikan beberapa email. Bisakah kamu urus makan malamnya?"
Maya mengangguk pelan, hatinya seakan ditusuk dengan kata-kata itu. Di mana perasaan cinta yang dulu ada? Di mana tawa dan kebahagiaan yang dulu mereka bagi?
Setelah menyajikan makan malam, Maya duduk di meja makan menunggu Arman. Namun, Arman terlalu asyik dengan ponselnya untuk memperhatikan makanan yang terhidang.
"Arman, apa kamu tidak mau mencicipi ini?" Maya mencoba memecah keheningan.
"Ya, nanti saja. Ada yang penting di sini," jawabnya tanpa menoleh. Maya merasakan dadanya sesak. Dia merasa seperti orang asing di rumahnya sendiri.
"Apakah kita tidak bisa berbicara sebentar?" tanyanya dengan nada penuh harapan.
Arman menghela napas dan menatap Maya, akhirnya menyadari ekspresi di wajahnya. "Maya, aku lelah. Nanti kita bisa bicara, ya?" katanya sebelum kembali menatap layar ponselnya.
Maya mengangguk, tetapi air mata mulai menggenang di pelupuk matanya. Dia merasa terjebak dalam pernikahan yang tidak memuaskan. Cinta seolah hanya tinggal kenangan, dan ia tidak tahu bagaimana cara untuk menghidupkan kembali perasaan itu.
Setelah menyelesaikan makan malam sendirian, Maya pergi ke kamar. Dia duduk di tepi tempat tidur, meraih buku foto lama yang menyimpan kenangan manis. Di halaman itu terdapat foto dirinya dan Raka, cinta pertamanya. Senyum mereka lebar dan tulus, seolah tidak ada masalah di dunia ini.
"Raka...," bisiknya, mengenang saat-saat di mana dunia terasa penuh warna. Namun, perasaan nostalgia itu segera digantikan oleh kesedihan.
"Bagaimana kalau aku mencarinya?" pikirnya. "Mungkin dia masih ingat aku." Maya tahu itu adalah langkah berani, tetapi ada kerinduan yang menggelora di dalam hati.
Maya meraih ponselnya dan mulai mencari nomor Raka di kontak. Jari-jarinya ragu, tetapi detak jantungnya semakin cepat. Akhirnya, dia menekan tombol 'call' dan menunggu suara yang sudah lama tak didengar.
"Hallo?" suara di seberang telepon mengalun hangat, mengingatkannya pada masa-masa indah.
"Raka? Ini Maya," suara Maya hampir tercekat, tetapi dia berusaha terdengar tenang.
"Wow, Maya! Sudah lama sekali! Ada apa?" Raka terdengar terkejut, tetapi senang.
"Bisa kita bertemu? Aku ingin berbicara," ujarnya, menahan rasa cemas yang mengisi dadanya.
"Tentu! Di mana kita bisa bertemu?" tanya Raka, dan Maya merasakan harapan mulai tumbuh.
"Di kafe lama kita, tempat kita sering menghabiskan waktu," jawab Maya, merindukan suasana di sana.
"Baiklah, aku akan ke sana. Aku tidak sabar untuk melihatmu!" suara Raka mengalun ceria.
Maya tersenyum, meskipun dia tahu bahwa pertemuan ini akan mengubah segalanya. Sebuah langkah menuju kebahagiaan yang sudah lama hilang.
Saat menutup telepon, Maya merasakan rasa campur aduk-antara harapan dan rasa bersalah. Dia tahu pertemuan ini bisa membawa konsekuensi, tetapi dalam hatinya, dia tidak lagi ingin terjebak dalam kehampaan.
"Semoga ini adalah awal dari sesuatu yang baru," bisiknya, menatap bayangannya di cermin.
Dengan semangat baru, dia bersiap-siap untuk menghadapi masa lalu yang selama ini ia sembunyikan, berharap untuk menemukan kembali jejak cinta yang terlupakan.
Hari berikutnya, Maya bangun dengan semangat yang berbeda. Dia memilih pakaian yang sederhana tetapi cantik-sebuah dress floral yang membuatnya merasa lebih hidup. Ketika melihat bayangannya di cermin, dia bisa melihat sedikit cahaya di matanya yang sebelumnya redup.
"Sepertinya aku sudah mengabaikan diriku terlalu lama," bisiknya, senyum tipis menghiasi wajahnya.
Setelah menyiapkan sarapan untuk Arman, Maya berencana pergi lebih awal. Dia berharap Arman tidak terlalu memperhatikannya. Dia tahu bahwa pernikahan mereka sudah suram, dan tanpa cinta, setiap hari terasa sama. Namun, kali ini, dia tidak akan membiarkan ketidakpastian menghalanginya.
Setibanya di kafe, Maya merasakan degupan jantungnya meningkat. Kafe kecil itu, yang dulunya menjadi tempat mereka berbagi mimpi dan tawa, kini terasa asing. Dia duduk di sudut favorit mereka, meja di dekat jendela yang selalu dipenuhi sinar matahari. Dia memesan kopi sambil menunggu Raka.
Tak lama kemudian, sosok yang dikenalnya muncul di pintu. Raka tampak sedikit lebih dewasa, dengan gaya rambut yang rapi dan senyum yang selalu bisa membuat hatinya bergetar. Ketika matanya bertemu dengan Maya, seolah waktu berhenti sejenak.
"Maya! Kamu terlihat luar biasa!" serunya, mendekat dengan langkah percaya diri.
"Terima kasih, Raka. Kamu juga... masih seperti yang aku ingat," jawab Maya, berusaha menghilangkan rasa gugupnya.
Mereka duduk dan mulai berbicara, mengenang kembali kenangan indah yang pernah mereka bagi. Tawa mereka mengisi ruangan kafe yang sempat sunyi.
"Aku masih ingat bagaimana kita berusaha menciptakan lagu di atas atap rumahmu," Raka tertawa, mengenang masa-masa itu. "Itu adalah momen paling lucu dan konyol yang pernah kita alami."
"Ya, kita hampir terjatuh dari atap karena mencoba memainkan gitar sambil menari!" Maya ikut tertawa, merasakan kenyamanan saat berbicara dengan Raka.
"Sejak saat itu, aku selalu percaya bahwa kamu adalah orang yang paling berani yang pernah aku kenal," Raka berkata, menatap Maya dengan tulus. "Apa yang terjadi denganmu setelah kita berpisah?"
Maya menarik napas dalam-dalam, merasakan berat di dadanya. "Aku menikah... tapi rasanya tidak seperti yang aku harapkan. Hidupku terasa hampa," jawabnya, suara lembut tetapi tegas.
"Maaf mendengarnya. Apa suamimu tidak mencintaimu?" tanya Raka dengan perhatian.
"Dia... tidak buruk, tetapi tidak ada cinta di antara kami. Kami terjebak dalam rutinitas. Kadang-kadang aku merasa seperti kita hanya berbagi ruang dan waktu tanpa ada hubungan yang nyata," jelas Maya, air mata mulai menggenang.
"Yah, aku tahu pernikahan bisa rumit. Tapi kamu berhak mendapatkan cinta dan kebahagiaan," Raka menjawab, menyentuh tangan Maya dengan lembut.
Maya merasa getaran itu kembali, perasaan yang telah lama dia kubur. Dia melihat ke mata Raka, merasakan kedalaman yang hilang dalam hidupnya. "Aku tidak ingin menyakiti siapa pun, Raka. Tapi aku merindukan apa yang kita miliki," katanya, suara bergetar.
"Aku di sini sekarang, dan aku tidak ingin membuatmu merasa terjebak lagi. Mari kita mulai dari awal," jawab Raka, dengan harapan di matanya.
Maya merasa hatinya berdebar, antara keinginan dan rasa bersalah. "Tapi bagaimana dengan Arman? Dia masih suamiku," kata Maya, berjuang melawan perasaannya.
"Keputusan ada di tanganmu, Maya. Cinta tidak seharusnya membuatmu merasa terkurung. Kamu berhak untuk bahagia," Raka menjawab, menyemangati Maya dengan tatapan penuh pengertian.
Setelah beberapa jam berbicara dan berbagi cerita, Maya merasa ada cahaya baru dalam hidupnya. Pertemuan ini membangkitkan harapan yang lama hilang, tetapi dia juga tahu bahwa memilih jalan ini tidaklah mudah.
Saat mereka berjalan keluar dari kafe, Raka berhenti sejenak. "Apa kamu ingin bertemu lagi? Aku ingin mendengar lebih banyak tentang hidupmu," katanya dengan senyum lebar.
"Ya, aku ingin. Mungkin kita bisa menemukan kembali jejak cinta yang terlupakan," jawab Maya, merasa ada keberanian yang tumbuh dalam dirinya.
"Bagus, kita akan merencanakan pertemuan lagi. Jangan ragu untuk menghubungiku, ya?" Raka berkata sebelum mereka berpisah.
Maya pulang dengan perasaan campur aduk. Dia tahu bahwa keputusannya untuk bertemu Raka bisa mengubah hidupnya. Namun, di dalam hatinya, dia merasa ada harapan baru untuk menemukan cinta yang selama ini hilang.
Ketika dia melangkah memasuki rumah, Arman sedang duduk di sofa dengan tatapan lelah.
"Ke mana saja kamu?" tanyanya, nada suaranya mencerminkan keingintahuan yang mendalam.
"Sekadar keluar untuk jalan-jalan," jawab Maya, berusaha menyembunyikan perasaannya yang sebenarnya.
"Baiklah. Aku sudah menyiapkan makan malam. Ayo kita makan bersama," ajak Arman, tetapi Maya merasakan bahwa suasana di rumah itu semakin berat.
Maya tahu bahwa jalan yang dipilihnya tidak akan mudah. Dia berdiri di persimpangan, antara masa lalu yang membahagiakan dan kenyataan yang menyakitkan. Namun, satu hal yang pasti-dia tidak akan membiarkan kehampaan ini mengendalikan hidupnya lebih lama lagi.
Dengan keputusan yang tegas, Maya melangkah maju, bertekad untuk menemukan kembali jejak cinta yang telah lama terlupakan.
Bersambung...
Seorang istri yang curiga terhadap suaminya mulai mencari tahu tentang hubungan rahasia yang suaminya jalani. Perselingkuhan ini mengarah pada pengkhianatan yang lebih dalam, memaksanya mengambil langkah drastis untuk melindungi dirinya sendiri.
Seorang pria yang merasa kehilangan gairah dalam pernikahannya menemukan kembali cinta lama yang tak pernah benar-benar pudar. Namun, di balik tatapan penuh cinta itu, ia juga menemukan rahasia yang mengancam kehidupannya yang nyaman.
Seorang pria yang merasa terjebak dalam rutinitas rumah tangganya mulai menjalin hubungan dengan rekan kerjanya. Perselingkuhan ini membawanya ke dalam dunia yang penuh gairah, namun juga rasa bersalah yang semakin menghancurkan dirinya.
Seorang istri yang selalu setia tiba-tiba menemukan bukti perselingkuhan suaminya. Ketika ia berusaha mengungkap kebenaran, ia justru menemukan lebih banyak kebohongan yang suaminya simpan selama ini.
Seorang pria mulai menerima surat-surat dari dirinya sendiri yang tertanggal 10 tahun di masa depan, memperingatkannya tentang kejahatan yang belum terjadi. Dia harus menggunakan informasi tersebut untuk mencegah pembunuhan, sambil mencari tahu siapa sebenarnya yang mengirim surat-surat itu.
Seorang jurnalis pergi ke hotel tua yang terkenal dengan cerita-cerita hantu untuk menulis artikel. Namun, saat tamu-tamu hotel mulai menghilang satu per satu, jurnalis tersebut menemukan bahwa ada lebih banyak kebenaran dalam cerita-cerita hantu itu daripada yang pernah dia bayangkan.
WARNING AREA 21+ Harap bijak dalam membaca. Berisi kata-kata kasar dan adegan dewasa yang tak cocok dibayangkan oleh anak dibawah umur. Jadi hati-hati ya. ***** Diputuskan sang kekasih hanya karena tak mau memberikan keperawanannya membuat Renata frustasi. Ia sangat mencintai Dinar namun pria itu dengan seenak hati membuangnya. Galaunya Rena dilampiaskan oleh gadis itu mabuk di bar sampai tak sadarkan diri. Beruntung, Ervin teman Rena dari kecil sekaligus musuh bebuyutan Rena diminta oleh papinya Rena untuk mencari gadis itu. Dengan ditemukannya Rena di bar oleh Ervin, papinya Rena meminta Ervin menjadi bodyguardnya dan memantau kemana pun Rena pergi. Hal itu membuat Rena emosi. Ia selalu mencari cara untuk Ervin tak tahan dengannya. Namun waktu berlalu, siapa sangka Sebuah ciuman lembut dari Ervin mampu membuat Rena terbuai, bahkan sejak saat itu kehidupan keduanya berubah menjadi lebih panas.
Selama dua tahun, Brian hanya melihat Evelyn sebagai asisten. Evelyn membutuhkan uang untuk perawatan ibunya, dan dia kira wanita tersebut tidak akan pernah pergi karena itu. Baginya, tampaknya adil untuk menawarkan bantuan keuangan dengan imbalan seks. Namun, Brian tidak menyangka akan jatuh cinta padanya. Evelyn mengonfrontasinya, "Kamu mencintai orang lain, tapi kamu selalu tidur denganku? Kamu tercela!" Saat Evelyn membanting perjanjian perceraian, Brian menyadari bahwa Evelyn adalah istri misterius yang dinikahinya enam tahun lalu. Bertekad untuk memenangkannya kembali, Brian melimpahinya dengan kasih sayang. Ketika orang lain mengejek asal-usul Evelyn, Brian memberinya semua kekayaannya, senang menjadi suami yang mendukung. Sekarang seorang CEO terkenal, Evelyn memiliki segalanya, tetapi Brian mendapati dirinya tersesat dalam angin puyuh lain ....
Tania kembali ke Indonesia setelah 10 tahun Ia menetap di Malaysia. Tujuannya hanya satu yaitu ingin mencari cinta pertamanya yang ia temukan 10 tahun yang lalu. Laki-laki itu bernama Rian. Namun saat ia sampai di Indonesia, Ia mendapati kenyataan jika Rian yang selama ini ia cari tak mengenalnya sama sekali. Bahkan Tania sudah menunjukkan salah satu benda yang dulu Rian buatkan untuknya namun tetap Rian Tak mengenal benda tersebut. Sampai Tania bertemu dengan om dari Rian bernama Bian. Siapa sangka pertemuan Tania dengan Bian, membuka sebuah luka yang pernah membuat hidup Bian berantakan. Dan siapa yang menyangka juga ternyata Rian yang Tania cari, ternyata Bian yang berpura-pura menjadi Rian.
Kisah asmara para guru di sekolah tempat ia mengajar, keceriaan dan kekocakan para murid sekolah yang membuat para guru selalu ceria. Dibalik itu semua ternyata para gurunya masih muda dan asmara diantara guru pun makin seru dan hot.
Menikahi single mom yang memiliki satu anak perempuan, membuat Steiner Limson harus bisa menyayangi dan mencintai bukan hanya wanita yang dia nikahi melainkan anak tirinya juga. Tetapi pernikahan itu rupanya tidak berjalan mulus, membuat Steiner justru jatuh cinta terhadap anak tirinya.
Neneng tiba-tiba duduk di kursi sofa dan menyingkapkan roknya, dia lalu membuka lebar ke dua pahanya. Terlihat celana dalamnya yang putih. “Lihat Om sini, yang deket.” Suradi mendekat dan membungkuk. “Gemes ga Om?” Suradi mengangguk. “Sekarang kalo udah gemes, pengen apa?” “Pengen… pengen… ngejilatin. Boleh ga?” “Engga boleh. Harus di kamar.” Kata Neneng terkikik. Neneng pergi ke kamar diikuti Suradi. Dia melepaskan rok dan celana dalamnya sekaligus. Dia lalu berbaring di ranjang dan membentangkan ke dua pahanya.