/0/20602/coverbig.jpg?v=d75af516ce6fb953d1ae24f7069b49dd)
Sari, seorang wanita karier sukses, memiliki kehidupan pernikahan yang tampaknya sempurna. Namun, ketika ia mulai jatuh cinta pada koleganya, Fajar, rahasia kelam suaminya terungkap. Ternyata, suaminya juga berselingkuh. Dalam keputusasaan, Sari harus memutuskan apakah ia ingin menyelamatkan pernikahan atau meraih kebahagiaan dengan Fajar.
Sari menatap bayangannya di cermin besar di kamarnya, mengenakan setelan kerja yang rapi dan sempurna seperti biasanya. Senyum tipis terukir di wajahnya, namun matanya memancarkan kebingungan yang sulit ia jelaskan. Ia adalah seorang wanita karier sukses, kepala departemen pemasaran di perusahaan besar yang prestasinya sering menjadi inspirasi bagi banyak orang. Di luar, hidupnya terlihat sempurna. Pekerjaannya stabil, gajinya besar, dan ia memiliki suami yang tampaknya ideal-Bima, seorang pengusaha muda yang juga sukses.
Tapi di balik itu semua, ada kekosongan yang perlahan-lahan merayap dalam hidupnya. Sesuatu yang dulu terasa hangat dan penuh cinta kini terasa dingin dan jauh. Bima, yang dulu selalu ada untuk mendukungnya, kini sering pulang larut malam dengan alasan pekerjaan. Obrolan ringan mereka di meja makan semakin jarang terjadi, dan ketika ada, sering kali hanya berupa percakapan singkat yang penuh basa-basi.
Sari mencoba mengingat kapan terakhir kali mereka tertawa bersama, berbagi cerita tanpa ada rasa terburu-buru atau formalitas. Mungkin itu terjadi beberapa bulan yang lalu, atau bahkan setahun. Ia tidak ingat lagi. Kehidupan pernikahannya yang dulu penuh gairah kini terasa seperti rutinitas yang membosankan, seperti robot yang berfungsi tanpa emosi.
Suatu malam, ketika Sari sedang duduk di ruang tamu sambil menyesap teh hangat, Bima pulang lebih larut dari biasanya. Wajahnya terlihat lelah, dan tanpa banyak bicara, ia hanya memberi Sari ciuman singkat di pipi sebelum langsung masuk ke kamar. Sari memandang punggung suaminya yang menjauh, merasakan jarak di antara mereka yang seolah semakin lebar.
"Apa yang salah?" gumam Sari pada dirinya sendiri. Apakah kesibukan pekerjaan telah membuat mereka melupakan satu sama lain? Ataukah ada sesuatu yang lebih besar, sesuatu yang belum ia ketahui?
Pertanyaan-pertanyaan itu terus menghantuinya. Sari mencoba mengabaikannya dengan menenggelamkan diri dalam pekerjaan. Namun, semakin ia mencoba sibuk, semakin terasa kekosongan itu, seperti ruang hampa yang terus meluas di dalam dirinya.
Di kantor, Sari dikenal sebagai sosok yang tangguh dan berdedikasi. Tapi di rumah, ia hanyalah seorang wanita yang mencoba memahami mengapa pernikahannya yang tampak sempurna di luar, kini terasa hampa di dalam. Hari-hari berlalu dengan pola yang sama-berangkat pagi, pulang malam, dan hampir tidak ada interaksi berarti dengan Bima. Dan setiap kali ia melihat cincin di jari manisnya, Sari bertanya-tanya apakah cincin itu masih melambangkan cinta, atau hanya menjadi simbol dari komitmen yang hampa.
Kehidupan yang terlihat sempurna ini, pikir Sari, mungkin tidak seindah yang terlihat.
Malam itu, setelah Bima masuk ke kamar tanpa banyak bicara, Sari tetap duduk di sofa ruang tamu, mengaduk teh yang sudah mulai dingin. Keheningan rumah mereka semakin terasa, seakan-akan dinding pun tahu bahwa ada sesuatu yang salah. Perlahan-lahan, Sari memutuskan untuk berbicara. Dia tahu tidak bisa lagi menunda pertanyaan yang terus menghantuinya. Ia berjalan ke kamar, menemukan Bima yang sudah bersiap untuk tidur.
"Bim, kita perlu bicara," suara Sari terdengar tenang, namun ada kekhawatiran yang terselip di sana.
Bima menghela napas panjang sebelum menoleh, "Sekarang? Aku capek, Sar. Bisa nanti aja?"
"Nggak, aku rasa kita nggak bisa terus menunda ini. Ada yang perlu kita bicarakan."
Bima duduk di tepi ranjang, sedikit mengusap wajahnya, jelas terlihat lelah. "Oke. Apa yang mau kamu omongin?"
Sari berdiri di depan suaminya, menatap matanya, mencoba mencari jawaban yang mungkin sudah ada di sana. "Kamu merasa nggak, kalau hubungan kita udah nggak seperti dulu lagi?"
Bima terdiam sejenak, seolah mencari kata-kata yang tepat. "Sar, kita sama-sama sibuk. Kamu dengan pekerjaan kamu, aku juga dengan bisnisku. Wajar kalau ada masa-masa di mana kita merasa jauh."
"Tapi ini lebih dari sekadar sibuk, Bim. Aku merasa kita seperti orang asing di rumah kita sendiri. Kita jarang ngobrol, bahkan jarang ketawa bareng. Kamu juga sering pulang larut, kadang nggak ngasih tahu dulu," Sari mendesah, suaranya mulai bergetar.
Bima berdiri, mendekati Sari dan menempatkan tangannya di bahunya. "Sar, kamu tahu aku nggak sengaja. Semua ini karena pekerjaan, aku harus memastikan semuanya berjalan lancar. Aku lakuin ini buat kita, buat masa depan kita."
"Tapi apa gunanya kalau masa depan kita nggak ada kalau begini terus?" balas Sari, kali ini dengan nada yang lebih tajam. "Aku cuma merasa... kita kehilangan sesuatu, Bim. Aku nggak mau kehilangan kamu, tapi aku juga nggak tahu harus gimana lagi."
Bima menarik napas panjang, pandangannya menerawang. "Kamu nggak kehilangan aku, Sar. Aku masih di sini."
"Fisik kamu ada di sini, tapi hati kamu? Aku nggak tahu, Bim. Kamu tahu kan, hubungan nggak cuma tentang ada di rumah setiap malam. Ini tentang perasaan, tentang berbagi, tentang saling ada satu sama lain," Sari menatap Bima dengan mata yang mulai berkaca-kaca. "Kamu masih mencintai aku?"
Bima terdiam lagi, kali ini lebih lama dari sebelumnya. Ia mengalihkan pandangan, seolah mencari jawaban di dinding kamar yang kosong. "Sar, aku nggak tahu harus jawab apa. Aku... aku lelah. Mungkin kita butuh waktu buat diri kita masing-masing."
Jawaban itu membuat hati Sari terasa teriris. Kata-kata Bima terdengar samar di telinganya, seperti palu yang memukul harapan terakhirnya. Ia mengangguk pelan, menarik napas dalam-dalam, berusaha menahan air matanya.
"Baiklah," ucap Sari dengan suara serak. "Kalau itu yang kamu mau."
Bima menunduk, terlihat bersalah. "Aku nggak bilang aku mau ini, tapi mungkin ini yang terbaik buat kita untuk sementara."
Tanpa berkata apa-apa lagi, Sari keluar dari kamar, meninggalkan Bima sendirian. Di ruang tamu, ia duduk kembali di sofa, memandangi cangkir tehnya yang sudah dingin. Hatinya terasa beku seperti minuman yang ada di hadapannya. Bagaimana bisa pernikahan yang dulu penuh cinta berubah menjadi sekosong ini?
Sari meraih ponselnya, sejenak melihat ke daftar kontak. Di antara nama-nama itu, ada satu yang tak sengaja terpikirkan-**Fajar**. Dia adalah rekan kerjanya yang belakangan ini sering menjadi teman curhat. Fajar selalu mendengarkan, selalu membuatnya merasa didengar dan dimengerti, sesuatu yang semakin jarang ia dapatkan dari Bima.
Namun, Sari cepat-cepat mengabaikan pikirannya. Ini bukan saat yang tepat. Dia masih harus memikirkan perasaannya, tentang Bima, tentang pernikahannya. Ia belum siap untuk melangkah ke arah yang salah.
Malam itu, Sari tidur di sofa, merenungkan kehidupan yang selama ini terlihat sempurna, namun sebenarnya penuh dengan retakan yang tidak pernah ia sadari sebelumnya.
Sari terbangun dengan rasa pegal di seluruh tubuhnya. Tidur di sofa bukanlah ide yang baik, tetapi ia tak sanggup kembali ke kamar semalam setelah percakapannya dengan Bima. Ia mengusap wajahnya, mencoba menghilangkan kantuk yang masih tersisa, sementara pikirannya kembali dihantui oleh percakapan semalam.
Bima sudah pergi sebelum matahari terbit. Hal ini sudah sering terjadi akhir-akhir ini-Bima meninggalkan rumah pagi-pagi sekali tanpa sempat berpamitan. Mungkin karena ia tahu percakapan tadi malam masih tergantung di udara. Mungkin ia sengaja menghindarinya.
Dengan berat hati, Sari bangkit dan memutuskan untuk memulai harinya. Ia tahu ia harus fokus bekerja, walau hatinya masih terasa hampa. Setibanya di kantor, suasana hiruk pikuk rekan-rekannya menyambutnya. Rutinitas yang sibuk biasanya menjadi pelariannya dari masalah rumah tangga. Namun, kali ini, pikiran tentang Bima terus saja mengganggunya.
Ketika ia sedang menyelesaikan laporan untuk presentasi siang itu, sebuah suara yang familiar memecah lamunannya.
"Hey, Sar. Kamu baik-baik aja?" suara itu datang dari Fajar, rekan kerjanya yang sudah beberapa bulan ini menjadi teman bicara yang akrab.
Sari menoleh dan tersenyum tipis. "Ya, cuma... banyak pikiran aja."
Fajar mengangguk, tampak mengerti tanpa perlu penjelasan lebih lanjut. "Aku bisa lihat dari wajah kamu. Kalau mau cerita, kamu tahu di mana aku."
"Terima kasih, Fajar. Aku cuma... aku nggak tahu harus mulai dari mana."
Fajar duduk di kursi di seberang meja Sari, menatapnya dengan tatapan yang penuh perhatian. "Mulailah dari apa yang kamu rasakan. Kadang, dengan mengatakannya, kita bisa menemukan cara untuk memahaminya."
Sari menghela napas panjang. Ada sesuatu tentang Fajar yang membuatnya merasa aman, seolah-olah ia bisa jujur tanpa takut dihakimi. Ia menatap mata Fajar yang teduh, merasakan sedikit kelegaan meski hanya dari keberadaannya.
"Hubungan aku sama Bima... rasanya makin jauh. Kami jarang bicara, bahkan kalau bicara pun nggak pernah benar-benar tentang perasaan kami. Semalam aku coba ngomong, tapi hasilnya malah... ya, begitulah," Sari menunduk, merasa malu mengungkapkan kelemahannya.
Fajar menatapnya dengan penuh empati. "Hubungan memang nggak selalu mudah, Sar. Tapi kalau kamu merasa seperti ini, kamu berhak untuk mengungkapkan perasaanmu. Kalian berdua perlu saling mengerti, atau setidaknya mencoba."
"Aku udah coba, tapi Bima sepertinya... nggak peduli lagi," ucap Sari lirih, suara gemetar.
"Kadang kita butuh lebih dari sekadar bicara, Sar. Mungkin butuh waktu. Tapi ingat, kamu nggak sendirian. Aku di sini kalau kamu butuh tempat untuk cerita."
Sari tersenyum tipis, merasa sedikit lega. "Terima kasih, Fajar. Kamu selalu tahu cara bikin aku merasa lebih baik."
Fajar tersenyum, lalu bangkit dari kursinya. "Kalau kamu butuh break, ajak aku ya. Aku juga butuh kopi."
Setelah Fajar pergi, Sari duduk kembali dan merenung. Dia tidak pernah menyangka bahwa percakapannya dengan Fajar bisa memberi sedikit kedamaian di tengah kekacauan perasaannya. Meskipun ia tahu betul bahwa perasaannya terhadap Fajar mulai berubah, ia masih mencoba membatasi diri. Ia tidak ingin melibatkan dirinya dalam situasi yang lebih rumit daripada yang sudah ada.
Namun, saat jam makan siang tiba, Fajar menepati janjinya. Dia mengajak Sari ke kafe terdekat, memberi ruang bagi Sari untuk melupakan masalahnya sejenak. Mereka tertawa dan berbagi cerita, meski ada sesuatu yang tidak bisa dihindari-perasaan hangat yang perlahan tumbuh setiap kali Sari berada di dekat Fajar.
Ketika mereka kembali ke kantor, Sari merasa sedikit lebih baik, meskipun masalahnya belum terselesaikan. Tapi di balik senyumnya, ia mulai merasakan sesuatu yang lebih berbahaya-perasaan yang ia tahu tidak seharusnya ia rasakan.
Dalam perjalanan pulang, pikiran Sari kembali ke Bima. Apakah mungkin perasaan mereka akan kembali seperti dulu? Atau apakah pernikahan ini sudah tak bisa lagi diperbaiki? Di sisi lain, ada Fajar, yang tanpa sadar mengisi kekosongan yang ditinggalkan Bima.
Di tengah malam, saat ia berbaring sendirian di kamar tidur yang sunyi, Sari memandangi cincin di jarinya. Cincin yang dulu menjadi simbol cinta dan janji, kini terasa seperti beban. Sari bertanya-tanya, berapa lama lagi ia bisa mempertahankan kehidupan yang tampak sempurna ini, sebelum akhirnya semuanya hancur?
Bersambung...
Ketika seorang pria harus pindah ke kota lain untuk mengejar karier, ia dan kekasihnya menjalani hubungan jarak jauh. Meski sulit dan penuh tantangan, mereka berjanji untuk tetap setia hingga suatu hari mereka dapat bersatu kembali.
Saat hubungan mereka diuji oleh jarak dan waktu, seorang wanita tetap setia menunggu kekasihnya yang harus bekerja di luar negeri. Setiap tantangan yang mereka hadapi hanya memperkuat cinta mereka, meskipun banyak godaan yang datang menguji kesetiaannya.
Seorang anak laki-laki yang suka menulis puisi membuatkan puisi cinta pertama untuk teman sekelasnya yang cantik. Namun, saat ia membacakannya di depan kelas sebagai tugas sekolah, ia tak menyangka teman-temannya akan tertawa. Kini ia harus memilih antara merasa malu atau mencoba lagi.
Lina, seorang wanita yang menikah bahagia selama 10 tahun, merasa suaminya, Ardi, mulai menjauh. Ketika ia bertemu dengan Ivan, teman masa kecilnya, api lama menyala kembali. Lina dihadapkan pada pilihan sulit: bertahan dalam pernikahan yang mulai dingin atau mengikuti hatinya yang kini bergejolak pada Ivan.
Seorang siswa yang berbakat dalam bermain piano bertemu dengan siswi baru yang memiliki suara indah. Mereka berdua bekerja sama untuk kompetisi musik sekolah, dan melalui melodi, perasaan cinta mulai tumbuh di antara mereka.
Seorang playboy kaya dan terkenal yang tidak pernah percaya pada cinta bertemu dengan seorang wanita yang berbeda dari yang lain. Saat mereka terlibat dalam hubungan yang menggairahkan, dia harus memilih antara kehidupan lamanya yang penuh kebebasan atau menerima cinta sejati.
Kisah seorang ibu rumah tangga yang ditinggal mati suaminya. Widya Ayu Ningrum (24 Tahun) Mulustrasi yang ada hanya sebagai bentuk pemggambran imajinasi seperti apa wajah dan bentuk tubuh dari sang pemain saja. Widya Ayu Ningrum atau biasa disapa Widya. Widya ini seorang ibu rumah tangga dengan usia kini 24 tahun sedangkan suaminya Harjo berusia 27 tahun. Namun Harjo telah pergi meninggalkan Widy sejak 3 tahun silam akibat kecelakaan saat hendak pulang dari merantau dan karna hal itu Widya telah menyandang status sebagai Janda di usianya yang masih dibilang muda itu. Widya dan Harjo dikaruniai 1 orang anak bernama Evan Dwi Harjono
Cerita ini banyak adegan panas, Mohon Bijak dalam membaca. ‼️ Menceritakan seorang majikan yang tergoda oleh kecantikan pembantunya, hingga akhirnya mereka berdua bertukar keringat.
Ryan Sudono adalah seorang dosen muda yang menawan dan cerdas di sebuah kampus swasta ternama di salah satu kota besar di Jakarta. Ryan Anak tunggal dari keluarga yang sangat berada dan Papa Sudono dan mama Tyas pun juga seorang dosen. Papa dan mamanya Ryan ini sangat berpengaruh dalam kehidupan Ryan karena sejak kecil Ryan sering melihat kemesraan papa mamanya itu di rumah dan juga perhatian serta support papa mamanya itu di kehidupan Ryan sampai dengan saat Ryan sudah beranjak dewasa bahkan saat Ryan sudah menikah papa mamanya masih sangat perhatian apalagi kedua ortunya itu berharap sekali agar cepat dapat momongan dari Ryan dan istrinya. Ryan Sudah beristrikan Tania yang sangat cantik. Tania sesama Dosen yang baru beberapa hari ia nikahi, Namun ada kekecewaan dengan Tania sebagai istrinya di awal-awal pernikahan mereka. Disisi lainnya sang Istri Ryan yaitu Tania yang berasal dari keluarga yang biasa-biasa saja meski tak sekaya keluarga Ryan namun Tania juga punya kecerdasan di akademiknya yang membawa bisa berprofesi sebagai Dosen bareng sang suami, Ryan. Namun demikian, Tania punya kisah tersendiri dengan lelaki yang dulu mengejar cintanya saat ia masih SMA yaitu Robi. Mereka dipertemukan kembali saat ada acara reuni SMA. Robi ini awalnya seperti yang Tania kenal semasa di SMA dulu namun dalam perkembangannya mungkin karena lingkungan yang salah seiring berjalannya waktu si Robi ini ternyata menyimpan hal buruk yaitu memiliki profesi sebagai pengusaha pinjol yang banyak menjerat nasabahnya sehingga para nasabahnya itu terlilit hutang yang banyak ke perusahaan aplikasi pinjol milik Robi. Dan salah satu korban dari pinjolnya Robi adalah Rani mahasiswinya Ryan yang nantinya seorang dokter muda bernama Bayu lah yang berhasil melepaskan Rani dari cengkeraman kejahatan Robi. Kehidupan rumah tangga Ryan dan Tania terganggu oleh kehadiran Maya yang sejak lama sebelum Ryan menikah dengan Tania, dimana Maya diam-diam juga jatuh hati pada Ryan. Maya yang juga sahabat dari Ryan dan Tania, bekerja sebagai dosen di kampus yang sama juga dengan Ryan dan Tania. Kehidupan rumah tangga Maya dengan sang suami yang tidak sesuai harapan ini karena perjodohan dari ortunya. Maya akhirnya terpaksa menikah dengan lelaki pilihan ortunya yaitu Joko yang berwatak keras sehingga Maya merasa tidak bahagia selama hidup dengan suaminya itu. Joko dipilih oleh para ortu merkea karena Joko adalah putra dari sahabat sang mamanya Maya yang berteman akrab dengan mamanya Joko. Dengan alasan agar Joko bisa meneruskan usaha ayahnya Maya yang memiliki perusahaan properti sebagai salah satu manajer disitu maka Joko suatu saat diharapkan bisa menggantikan peran ayah mertua di perusahaan properti itu. Sampe usia pernikahan yang ke-3 tahun mereka belum dikaruniai anak. Entah siapa yang mandul yang jelas mereka berdua saling cuek dan belum periksa ke dokter tentang siapa yang mandul. Padahal idealnya sepasang suami istri mengharapkan kehadiran keturunan di keluarga mereka untuk melengkapi kebahagiaan sebuah rumah tangga. Sementara itu salah satu mahasiswinya Ryan yaitu Rani yang mungil tapi cantik dan agresif juga sangat menggebu mendekati Ryan. Rani yang mengalami kesulitan dalam tugas-tugas kuliahnya ditambah lagi tidak bisa fokus karena sedang bolak bali ke Bandung mengurus ibunya yang sedang sakit, disinilah Ryan terkondisi untuk terus membantu Rani dalam hal pengobatan sang ibu namun sayangnya hal ini nampaknya benar-benar dimanfaatkan Rani untuk mendekati Ryan sekaligus mengambil keuntungan dari kekayaan Ryan yang berlimpah. Padahal ada pria lain yang begitu baik yang sangat menyukai Rani yang tinggal kota bandung bersama sang ibu, yaitu Bayu seorang Dokter muda yang selalu setia melayani ibunya Rani di Rumah Sakit selama menjalani perawatan. Hubungan Ryan dan Maya semakin dekat tanpa diketahui oleh Tania apalagi kondisi rumah tangga Maya yang tidak harmonis dengan Joko sang suami membuat Maya semakin melarikan dirinya ke pelukan Ryan yang menawan itu. Ditambah lagi gairah Tania dalam berhubungan dengan Ryan sebagai sepasang suami istri sangat berbeda dengan perlakuan manis Maya ke Ryan. Pun Tania sempat terpesona oleh Robi sang mantan sewaktu di SMA nya dulu. Namun demikian dari semua itu, pada akhirnya Ryan dan Tania tetap bersatu karena ada hal yang ternyata bisa membuat mereka tetap mempersatukan mereka. Satu per satu orang-orang mencoba mengganggu kehidupan rumah tangga mereka itu berguguran alias mundur dan kembali dengan kehidupannya masing-masing secara normal kembali. Untuk Maya pada akhirnya mendapatkan kebahagiaan dari lelaki yang cocok dengannya. Sedangkan tokoh antagonis seperti Robi dan Joko pada akhirnya akan kena getahnya di akhir cerita nantinya. Untuk Mahasiswinya Ryan yaitu si cantik Rani pada akhirnya jatuh ke pelukan pria yang mau secara tulus menjaga dan melindunginya sekaligus ikut merawat ibunya selama ibunya sakit yaitu Dokter Bayu.
Rumor menyatakan bahwa Fernanda, yang baru kembali ke keluarganya, tidak lebih dari orang kampung yang kasar. Fernanda hanya melontarkan seringai santai dan meremehkan sebagai tanggapan. Rumor lain menyebutkan bahwa Cristian yang biasanya rasional telah kehilangan akal sehatnya dan jatuh cinta pada Fernanda. Hal ini membuatnya jengkel. Dia bisa menolerir gosip tentang dirinya sendiri, tetapi fitnah terhadap kekasihnya sudah melewati batas! Lambat laun, ketika berbagai identitas Fernanda sebagai seorang desainer terkenal, seorang gamer yang cerdas, seorang pelukis terkenal, dan seorang raja bisnis yang sukses terungkap, semua orang menyadari bahwa merekalah yang telah dibodohi.
"Jang, kamu sudah gak sabar ya?." tanya Mbak Wati setelah mantra selesai kami ucapkan dan melihat mataku yang tidak berkedip. Mbak Wati tiba tiba mendorongku jatuh terlentang. Jantungku berdegup sangat kencang, inilah saat yang aku tunggu, detik detik keperjakaanku menjadi tumbal Ritual di Gunung Keramat. Tumbal yang tidak akan pernah kusesali. Tumbal kenikmatan yang akan membuka pintu surga dunia. Mbak Wati tersenyum menggodaku yang sangat tegang menanti apa yang akan dilakukannya. Seperti seorang wanita nakal, Mbak Wati merangkak di atas tubuhku...
Istriku yang nampak lelah namun tetap menggairahkan segera meraih penisku. Mengocok- penisku pelan namun pasti. Penis itu nampak tak cukup dalam genggaman tangan Revi istriku. Sambil rebahan di ranjang ku biarkan istriku berbuat sesukanya. Ku rasakan kepala penisku hangat serasa lembab dan basah. Rupanya kulihat istriku sedang berusaha memasukkan penisku ke dalam mulutnya. Namun jelas dia kesulitan karena mulut istriku terlalu mungil untuk menerima penis besarku. Tapi dapat tetap ku rasakan sensasinya. Ah.... Ma lebih dalam lagi ma... ah.... desahku menikmati blowjob istriku.