pat yang sepi, dikelilingi oleh tumpukan berkas dan komputer yang menyala. Proyek yang mereka kerjaka
ngat. "Kita sudah hampir selesai, S
ih kencang dari biasanya. "Iya, Fajar. Aku nggak bisa percaya kita bisa
tian. "Aku senang mendengar itu. Kadang, aku mer
berkurang, dan dia merasakan ketegangan di udara. Ia tahu mereka seharusnya tidak berad
yek ini," Sari mencoba membujuk dirinya s
sa tidak nyaman, tapi aku merasakan ada sesuatu yang lebih di a
ng semakin dalam. Dia mengingat wajah Bima, suaminya, yang sekar
suara pelan namun penuh keyakinan. "Kita bisa jadi teman, tapi
ekuensi dari pilihan itu menghantui pikirannya. Namun, saat Fajar menggengga
jar berbisik, matanya bersinar dengan harapan.
meluap. Fajar mendekat, dan tanpa sadar, bibir mereka saling mendekat. Dalam sekejap, keduanya
alangi. Sari merasakan detak jantungnya berdegup kencang, membuang jauh rasa bersalah yang selama ini mem
elah mereka terpisah, wajahnya memerah.
ia tidak sepenuhnya setuju. "Aku mengerti, tetapi aku juga merasa ada se
in kuat di antara mereka. Momen-momen itu terasa berharga, seolah-olah waktu terhenti di luar sana. Meski mereka tah
i ke realita. Sari melihat jam dinding, dan sebuah rasa takut me
pulang ke rumah?" tanya F
uara hatinya mengingatkan akan tanggung jawabnya sebagai istri. "Aku ha
l yang mudah. Di dalam pikirannya, bayangan Bima dan kecurigaannya berputar-putar. Namun, malam itu, saat ia melangkah
n itu. Malam ini menandai titik awal dari perubahan besar dalam
ika dia membuka pintu rumah, suasana sepi menyambutnya. Bima belum pulang, seperti biasanya
yang aku lakukan?" gumamnya pada diri sendiri. Momen manis bersama Fajar terasa seperti pengkhianatan. Dia tahu bahwa
rkejut melihat nama Bima di layar. Deng
larut, mungkin sekitar jam 10," suara Bima terdengar
pekerjaan yang harus diselesaikan," jawab Sar
t. Aku akan membawakan sesuatu untukmu," Bima menawarkan, da
ia terdiam sejenak, merasakan kerinduan pada s
nanti, ya?" Bima mengakhiri
tampak peduli padanya semakin memperdalam perasaannya. Tetapi, perasaan bersala
-
bertemu Fajar di kantor, rasa ketertarikan itu terus menguat. Mereka semakin sering menghabiskan waktu bersama, baik dalam proye
s kantor, Fajar menatap Sari dengan serius. "S
erlihat santai, tetapi hatinya b
ita berdiri," Fajar memulai, menggenggam tangan Sari. "A
mannya. "Fajar, kita sudah membahas ini. Aku sudah m
tapi aku tidak bisa berpura-pura lagi. Aku suka p
en lama yang penuh kebohongan. "Fajar, aku juga merasakannya. Tapi... aku tidak tahu
arusnya dan tidak seharusnya," Fajar menek
an. Kebahagiaannya tampak seperti ilusi yang telah p
rian. Kita bisa mencari jalan keluar bersama. Apakah kamu mau mencoba
tawarkan Fajar, tetapi ketakutan akan konsekuensi menghantuinya. "Aku butuh wa
sini, siap menunggu jika kamu ingin menjelajahi perasaanmu
g sulit, dan hatinya terbelah antara dua dunia yang berbeda. Dalam perjalanan pulang, dia berulang kali memikirkan hidupnya-sat
i yang sulit dijangkau. Dia memasuki rumah, dan saat melihat foto-foto mereka berdua yang tergantung di dinding, dia menyadari bahwa tidak ad
ambu