"Pernikahan ini jangan sampai ada yang tau, kamu pikir saya sudi memperistrimu? Saya terpaksa, jika bukan karena Kakek, saya lebih baik melajang sampai akhir hayat saya dari pada harus menikahimu!" ~Revanno Argandi Putra. "Rere tidak pernah berharap lebih dengan pernikahan kita, tapi Rere akan berusaha menjadi istri yang baik buat Kak Vanno." ~ Reresya Audi Kumalasari.
Kamar putih berhias cantik yang seharusnya menjadi labuhan terindah setiap pasangan pengantin baru, namun tidak bagi dua insan yang baru saja mengikrarkan janji di depan Tuhan. Mereka adalah Revanno dan Rere. Pernikahan mereka baru saja usai, dan kini keduanya terkurung dalam sebuah kamar yang di sulap indah dengan taburan kelopak bunga mawar memenuhi lantai dan kasur.
"Pernikahan ini jangan sampai ada yang tau, lo pikir gue sudi memperistri lo? Gue terpaksa, kalau bukan karena Kakek, gue lebih baik melajang sampai akhir hayat dari pada gue harus menikahi lo yang jauh dari standar gue!" Ucapan pedas dan menikam itu terlontar dari mulut lelaki tampan yang kini duduk di pinggir ranjang, matanya menatap tajam ke arah wanita yang kini berdiri dengan kepala menunduk.
Sakit. Tentu saja saja sangat sakit, hati wanita mana yang tidak sakit mendengar ucapan seperti itu dari sosok lelaki yang baru saja menjadi suaminya. Rere mencoba tegar, ia menarik nafas dalam, lalu berucap pelan. "Rere tidak pernah berharap lebih dengan pernikahan kita, tapi Rere akan berusaha menjadi istri yang baik buat Kak Vanno."
Lelaki bernama lengkap Revanno Argandi Putra itu berdecih, seraya menatap jijik ke arah Rere. "Terserah apa kata lo! Yang harus lo tahu, gue gak akan pernah mengakui lo sebagai istri ! dan jangan berharap lebih dengan pernikahan ini! Satu lagi pernikahan ini tidak ada yang boleh tau, termasuk orang kampus, bisa buruk reputasi gue punya istri kayak lo!" lagi-lagi ucapannya menusuk hati Rere.
Menghela nafas untuk kesekian kalinya, Rere memilih diam tak menjawab, ia cukup lelah dengan hari ini, meskipun pernikahan mereka hanya di adakan kecil-kecilan, tapi tetap saja melelahkan. Ia beranjak menuju kamar mandi untuk bebersih diri sebelum beristirahat, namun langkahnya terhenti ketika suara dingin dan datar itu terdengar rungunya.
"Jangan sentuh barang-barang pribadi gue di kamar mandi, gue gak sudi di sentuh sama lo!"
"Baik Kak, Rere tidak akan menyentuhnya, Rere sudah menyiapkan keperluan Rere sendiri kok, jadi tidak akan mengusik milik Kakak." Setelah mengucapkan itu, Rere kembali melanjutkan langkahnya menuju kamar mandi.
Di dalam kamar mandi, Rere menangis sejadi-jadinya, ia mulai mengingat-ingat pertemuan pertamnaya dengan Aditama Argandi-Kakek angkatnya. Dia berandai, andai saja Tuhan tidak mempertemukannya dengan Aditama, mungkin saja sekarang dia tidak akan berakhir di sini menjadi istri seorang lelaki seperti Vanno. Namun jika ia tidak bertemu dengan Aditama, entah bagaimana hidupnya yang hanya sebatang kara, terlunta-lunta tak jelas, jika tidak ada Aditama mana bisa ia kuliah di kampus ternama, dan kemungkinan besar jika ia tidak bertemu Aditama, dia sudah menjadi gelandangan yang tidak tau arah. Entah dia harus bersyukur atau harus mengeluh atas pertemuannya dengan Aditama.
Usai dengan urusan kamar mandi, Rere keluar dengan baju tidur berbahan katun, tidak ada lingerie seperti pengantin pada umunya, bahkan membayangkan memakai baju itu saja membuat Rere bergidik ngeri, sudah bisa di pastikan ucapan pedas Revanno akan menusuk hatinya berkali-kali. Rere melangkah pelan, takut mengganggu penghuni kamar lainnya- Vanno.
"Siput banget! Lo pikir cuma lo aja yang mau pakai kamar mandi!" hardik Vanno berjalan menuju kamar mandi, sedangkan Rere memilih duduk di meja rias, sekedar memakai skncanre sederhananya.
Rere sengaja melamakan kegiatannya, sembari menunggu Vanno keluar, sebenarnya dia sangat lelah, raganya meronta-ronta minta di rebahkan, namun ia bingung dan takut, ia akan menunggu Vanno terlebih dahulu mengenai di mana dirinya harus tidur.
Dua puluh menit berlalu, pintu kamar mandi terbuka, Rere tidak menoleh, ia hanya diam menyibukkan diri di depan meja rias, samar di dengar langkah Vanno memasuki walk in closet. Tak lama lelaki itu kembali lagi, dengan setelan piyama berwarna hitam. Dia langsung menuju ranjang yanag sudah di hias dengan taburan kelopak mawar.
Bukh!
Satu bantal terlempar ke arah sofa. "Jangan harap gue sudi seranjang sama lo!" ucapnya, lalu membaringkan diri di ranjang yang berukuran besar.
Rere kembali menarik nafas dalam ,lalu menghembuskannya, dia sudah menduga hal ini, Rere pun bangkit menuju sofa lalu menata bantal yang di lempar oleh Vanno di sana. Dia pun segera berbaring sudah lelah tidak tahan lagi rasanya untuk membaringkan raganya yang letih. Dan benar saja tidak sampai lima menit Rere sudah terlelap ke dalam mimpi.
Sedangkan Vanno masih terjaga, matanya benar-benar tidak bisa terpajam, pikirannya terlalu kusut malam ini, sungguh bagi Vanno menikah dengan Rere merupakan bencana besar dalam hidupnya, hingga malam ini mampu menyita jam tidurnya karena terlalu memikirkan bagaimana kehidupannya kedepan bersama wanita yang tidak sama sekali ia inginkan.
'Akhh! Sial! Andai saja bukan karena Kakek sudah gue tolak mentah-mentah pernikahan konyol ini!'
'Kehidupan kelam lo di mulai Vanno!' raungnya dalam hati.
***
Sinar mentari pagi yang cukup cerah pagi ini, berhasil menjemput kesadaran Rere. Dia terbangun dengan sedikit rasa pegal di tubuhnya, bayangkan saja kemarin dia sangat lelah, lalu tidurnya di sebuah sofa, jelas akan terasa linu paginya. Namun baginya itu bukan hal yang besar, sudah biasa bagi seorang Reresya.
Ia menoleh ke arah ranjang, namun tak mendapati sosok sang suami, matanya menatap pintu kamar mandi yang tertutup, yang berati sosok itu sedang dalam kamar mandi. Rere pun memilih untuk membereskan bekas tdidurnya, lalu beralih ke ranjang, membereskan ranjang yang di tempati sang suami.
Suara kamar mandi terbuka, Rere sudah tau Vanno yang keluar, siapa lagi selain dia 'kan? Pagi itu tidak ada percakapan antara keduanya, mereka sama-sama bungkam, Rere sendiri terlalu takut untuk sekedar menyapa, sedangkan Vanno sudah pasti tidak sudi menyapa, dan sudah pasti lelaki itu tidak menganggap keberadaan Rere.
"Semangat Rere! Hari baru akan di muai! Jangan lemah dan menyerah ini demi Kakek!" ujar Rere sebelum keluar kamar menyusul sang suami yang sudah lebih dulu keluar.
***
"Selamat pagi Kakek," sapa riang Rere saat tiba di meja makana, di sana sudah duduk dua lelaki tampan , siapa lagi selain Kakek dan Vanno.
"Pagi Cucu Kakek yang paling cantik, mengapa kamu tidak menyapa suamimu juga Sayang?" tanya Aditama, dengan tatapan menggoda.
Rere meringis kecil, ia mendadak gugup saat ini. "Se-selamat pagi Kak Vanno." Sapa Rere dengan sedikit tergagap."
"Hm, pagi." Dingin , singkat dan padat jawaban dari lelaki yang di sapa.
Rere tak ambil pusing dia mulai melangkah, pelan namun pasti ia berjalan mendekat hingga tiba di meja makan, ia langsung saja mengambil tempat duduknya biasa yaitu berhadapan dengan Vanno.
"Rere kenapa duduknya di sana, kalian sudah menikah Nak, sekarang tempat dudukmu di sebelah suamimu, pindahlah Sayang." Suruh Aditama dengan lembut. Mendengar itu sontak membuat Rere gugup setengah mati, sedangkan Vanno terlihat acuh saja.
Rere pun pindah ke samping Vanno.
"Baiklah mari kita mulai sarapannya." Ajak sang Kakek.
Seperti biasa Rere selalu mengambilkan makanan untuk Aditama. Dan sekarang bertambah tugas, yaitu mengambilkan untuk Vanno, sebenarnya Rere sedikit ragu, namun ia tidak ingin di cap sebagai istri tidak becus, alhasil ia pun menyiapakan untuk Vanno. Vanno sendiri merasa malas, dan jengah, namun ia harus bebrsikap baik di depan sang Kakek agar menjaga perasaan Aditama yang saat ini sudah sangat renta.
"Kakek bahagia sekali , kahirnya kalian menikah, setelah ini Kakek tidak akan takut lagi ketika ajal Kakek tiba, karena kalian sudah bersatu, dengan begitu kalian baisa saling menjaga." Tiba-tiba Aditama berucap demikian.
"Kakek kok ngomongnya seperti itu, Rere tidak suka." Sahut Rere.
"Hm, baiklah-baiklah maafkan Kakek ya, kita sarapan saja." Mereka pun sarapan bersama, seperti biasa, namun kali ini dengan status Rere dan Vanno yang berbeda.
Usai sarapan, seperti biasa Rere akan membantu Mbok Jah berberes, padahal Aditama selalu melarang, namun Rere tetap saja kekeuh melakukannya.
"Rere setelah ini datanglah ke ruang keluarga, ada yang Kakek ingin bicarakan dengan kamu dan Vanno." Ujar Aditama, Rere pun mengaguk patuh.
Setelah selesai, seperti yang di perintahkan Aditama, Rere langsung menuju ruang keluarga, di sana rupanya sudah ada Vanno dan sang Kakek. "Maaf Kek, apa Rere lama?"
Aditama tersenyum, "Tidak, kemarilah, duduk di samping suamimu." Suruh Aditama.
Rere pun mau tidakmau menurut, meski sedikit takut dan ragu, ia tetap melangkah duduk di samping sang suami.
"Apa malam pertama kalian lancar?" tanya Aditama tanpa basa-basi, yang sukes mebuat rona merah di wajah cantik Rere. Sedangkan Vanno berdhem kecil lalu menarik pinggang Rere agar merapat papdanya.
"Lancar Kek, jangan khawatir." Sahut Vanno.
'Apa Kak Vanno ingin bersandiwara?' batin Rere, ia sedikit tidak nyaman berada di dekat Vanno seperti ini, tapi apa boleh buat, sepertinya dia harus mengikuti alur permainan yang di ciptakan Vanno.
"Rere katakan pada Kakek, sepertinya Kakek tidak percaya padaku." Suara Vanno terdengar lembut di telinga Rere, hampir saja Rere hanyut dalam sandiwara sang suami, namun untungnya sedetik kemudian ia tersadar, jika itu semua hanyalah drama sang suami.
"Kak Vanno benar Kek, emm la-lanar kok." Jawab Rere tergugu.
Senyum Aditam merekah, melihat keromatisan sang cucu. Ia mengabil sesuatu dari balik saku, lalu meletakkannya di atas meja. "Ini ambilah, kalian pergi berbulan madu, Kakek ingin sekali menimang cicit, entah sampai kapan Tuhan memberikan Kakek nafas, maka kalian cepatlah memberikan Kakek cicit."
Deg!
Namaku Jullyana, namun orang memanggil bento, wkwk tidak-tidak aku bercanda. Orang orang kerap memanggil ku dengan sebutan Sang penggoda. Yups! Mereka menganggapku wanita penggoda. Tidak bisa ku sangkal juga, julukan mereka ada benarnya, karena aku terpaksa menjadi seorang wanita penghibur di club malam. Jangan tanya kenapa dan mengapa? Tentu saja karena tuntutan ekonomi yang sulit. Bagaimana kisah ku? Ayo baca selengkapnya di bawah yaa;)
Pelita Abadisyara terpaksa menikah dengan calon Kakak iparnya. Semua berawal dari kecelakaan yang menimpa Anggun_kakak tirinya. Pelita di paksa menggantikan Anggun menikahi lelaki bernama Bramasta Prayoga.
Warning: 18+ (harap bijak memilih bacaan!) Ini kisah tentang wanita berparas cantik namun memiliki nasib yang sangat buruk, namanya Aletta casandra, gadis cantik dengan postur tubuh perfect yang harus rela di jadikan penebus hutang oleh sang Paman, yang merawatnya sedarai kecil. Kehidupan remajanya di renggut paksa, mau tidak mau harus manjadi budak seks seorang lelaki tampan nan kaya yang merupakan seorang pengusaha muda yang di segani dan ternama, bernama Leonardo Pradungganegara. Lelaki keturunan sultan namun memiliki sifat dan hati yang sangat kejam.
“Om Singa ini kenapa sih, Baby itu serius Ayo pacaran sama Baby, Baby belum pernah pacaran tau, Baby sangat penasaran seperti apa pacaran itu.” ~Kharisma Baby Arganda~ “Baby pacaran itu di dasari rasa sayang dan cinta, bukan main-main, lagi pula kamu masih sekolah.” ~Rega Pradipta~ “Baby sayang kok sama Om Singa, Baby juga cinta, kata Luna kalau jantung Baby berdebar setiap dekat dengan Om Singa itu karena Baby cinta sama Om Singa.” Rega benar-benar tak habis pikir dengan adik temannya itu. Bagaimana bisa dia memacari Baby yang masih berstatus pelajar. “Baby, perbedaan usia kita sangat jauh, kamu juga masih sekolah.” “Oh ayolah Om, umur hanyalah angka.”
“Tuan, ku mohon jangan-“ “Hussst! Diam! Sudah ku bilang kau milik ku mulai sekarang!” “Saya tidak mau!” teriak Bella. “Aku tidak menerima penolakan!”
Istriku Lidya yang masih berusia 25 tahun rasanya memang masih pantas untuk merasakan bahagia bermain di luar sana, lagipula dia punya uang. Biarlah dia pergi tanpaku, namun pertanyaannya, dengan siapa dia berbahagia diluar sana? Makin hari kecurigaanku semakin besar, kalau dia bisa saja tak keluar bersama sahabat kantornya yang perempuan, lalu dengan siapa? Sesaat setelah Lidya membohongiku dengan ‘karangan palsunya’ tentang kegiatannya di hari ini. Aku langsung membalikan tubuh Lidya, kini tubuhku menindihnya. Antara nafsu telah dikhianati bercampur nafsu birahi akan tubuhnya yang sudah kusimpan sedari pagi.
Maya terpaksa menggantikan posisi adik perempuannya untuk bertunangan dengan Arjuna, seorang pria cacat yang telah kehilangan statusnya sebagai pewaris keluarga. Pada awalnya, mereka hanyalah pasangan nominal. Namun, segalanya berubah ketika identitas Maya yang sebenarnya secara bertahap terungkap. Ternyata dia adalah seorang peretas profesional, komposer misterius, dan satu-satunya penerus master pemahat giok internasional .... Semakin banyak yang terungkap tentang Maya, Arjuna semakin merasa gelisah. Penyanyi terkenal, pemenang penghargaan aktor, pewaris dari keluarga kaya - ada begitu banyak pria yang menawan sedang mengejar tunangannya, Maya. Apa yang harus dilakukan Arjuna?!
Marsha terkejut saat mengetahui bahwa dia bukanlah anak kandung orang tuanya. Karena rencana putri asli, dia diusir dan menjadi bahan tertawaan. Dikira terlahir dari keluarga petani, Marsha terkejut saat mengetahui bahwa ayah kandungnya adalah orang terkaya di kota, dan saudara laki-lakinya adalah tokoh terkenal di bidangnya masing-masing. Mereka menghujaninya dengan cinta, hanya untuk mengetahui bahwa Marsha memiliki bisnis yang berkembang pesat. “Berhentilah menggangguku!” kata mantan pacarnya. “Hatiku hanya milik Jenni.” “Beraninya kamu berpikir bahwa wanitaku memiliki perasaan padamu?” kata seorang tokoh besar misterius.
Warning!!! Khusus 18+++ Di bawah 18+++ alangkah baiknya jangan dicoba-coba.
Banyak orang sering mengatakan bahwa level mencintai paling tertinggi adalah merelakan, mengikhlaskan, dan membuat sosok yang menempati hati ini supaya mendapatkan kebahagiaan selalu-meskipun sumber kebahagiaan itu bukanlah kita, melainkan orang lain. Sallyana berpikir kisah cintanya akan selalu mulus dan damai, namun takdir berkata lain. Veen-pemuda itu memaksanya untuk mundur membawa perasaan yang perlahan mulai terkikis oleh rasa perih dari sebuah penolakan. Ketika Sallyana mulai berhasil mengikhlaskan dan merelakan sosok itu menghilang dari hidup maupun hatinya, takdir justru memutuskan untuk kembali mempertemukan mereka berdua dengan status dan hubungan yang sudah tidak lagi sama seperti dulu kala. Akankah Sallyana kembali mencintai Veen? Apakah takdir akhirnya mengambil keputusan untuk mempersatukan mereka berdua setelah sempat terpisah? Atau takdir justru menyandingkan Sallyana dengan pemuda yang pernah mampir dalam hatinya saat sedang menjalani proses melupakan sosok Veen?