/0/17290/coverbig.jpg?v=7ccbd0cb91087b216bf988ef50b95682)
Blurb : Ditinggal selingkuh. Mandul. Dijadikan seorang ibu rumah tangga biasa. Berujung perceraian dengan satu ton tuduhan yang membuatnya merasa kerdil. Apalagi yang kurang bagi Kala? Semuanya berkumpul jadi satu, merobek sisi kemanusiaannya perlahan. Membuatnya mempertanyakan satu hal pada Sang Pencipta, kenapa harus dirinya? Kendati demikian, ada setitik waras yang masih ia punya. Saat mata mereka mengudara, Kala sadar, dirinya sudah tertawan. Pada satu sosok polos yang kelahirannya tak diinginkan oleh sang ibu. Sosok kecil bernama Sheryl Amanta Versha. Pusarannya makin mengerucut, hingga mempertemukan pada secercah rasa yang ia tampik demikian keras. Berhasil kah, ia dengan jalan yang dipilih? *** PS : Biar kalian enggak bingung, judul ini aku ganti untuk menyesuaikan kebutuhan. Judul aslinya KALA MANTARI Jika ingin versi cetaknya bisa hubungi IG Aku ya. Cha.riyadi8888
Sunyi terus menyelimuti ruang yang dihadiri empat orang itu. Satu di antaranya, seorang perempuan berambut lurus sebahu hanya menatap lurus ke depan, tanpa ekspresi. Sementara dua lainnya, menatap si perempuan itu dengan pandangan nelangsa seolah ikut merasakan segala sakit yang ia derita. Ah, masih ada seorang lagi yang sepertinya dia bahagia.
Buktinya, wajah tampan itu bisa menyungging senyum walau sedikit.
"Ini surat dari pengadilan. Saya ambil segera, biar semua urusan cepat beres," kata si pria.
Si perempuan tanpa ekspresi itu hanya mengangguk pelan. Melirik sekilas amplop putih berlogo Pengadilan Agama di salah satu wilayah tempat ia tinggal. Surabaya.
"Saya pamit kalau begitu. Masalah yang dibicarakan di pengadilan sebelumnya, sudah saya urus. Dua atau tiga hari lagi, akan ada yang datang untuk minta tanda tangan kamu."
Lagi-lagi si perempuan itu mengangguk.
"Bu, Pak, Janu pamit. Mohon maaf atas segala salah dan khilaf Janu selama ini. Saya pulangkan Tari ke rumah kalian kembali."
Isakan kecil lolos dari bibir wanita paruh baya yang sedari tadi memperhatikan interaksi dua orang di depannya. Tak tahan, dia bangkit dari duduk dan memilih masuk ke kamar. Mengabaikan pria yang bernama Janu mengulurkan tangan untuk berjabat tangan yang terakhir kalinya.
"Janu pamit, Pak."
Tangan Janu ditepis pelan oleh orang yang dipanggil Bapak. Mungkin kecewa, marah, kesal dan benci terhadap Janu masih teramat tinggi. "Silakan jika sudah selesai."
Janu hanya mengangguk, "Saya pamit. Jaga diri baik-baik, Tari."
****
Sengaja ia memilih menempuh jarak puluhan kilo di malam ini. Doanya terperanjat penuh sembunyi. Besar harapnya pada sang waktu, agar keping sakitnya perlahan lepas satu per satu. Cukup baginya, dua tahun dibuang penuh sia-sia. Berkubang pedih dan meredupkan cahaya dirinya sendiri.
Masa lalu memang demikian hebat menggerus tingkat kewarasannya. Untuk itu lah, di sini ia sekarang. Mengambil satu keputusan besar bernama damai. Butuh tekad kuat, keinginan gigih, serta keyakinan penuh, kalau jalan yang ia pilih adalah yang terbaik.
Menurut versinya.
Lagu lawas era delapan puluhan mengiring sepanjang perjalanan darat yang dia jalani. Sengaja ia memilih menggunakan bus travel ketimbang kereta atau pesawat. Ia ingin menikmati setiap meter jarak yang dibentang oleh Sang Pencipta. Menaruh keping demi keping sakit yang dimiliki pada setiap pemberhentian bus yang dia tumpangi. Siapa tahu, keping itu dibawa oleh angin ke pusat badai lalu diremukkan hingga tak bersisa. Lalu ia terlahir kembali, mungkin selayaknya kupu-kupu yang menyudahi masa metamorfosisnya.
Semoga.
Dilirik jam tangan perak di pergelangan kirinya, sudah menunjuk waktu tengah malam. Matanya mengedar, sebagian penumpang sudah terlelap tidur. Hanya dirinya dan sang supir yang masih terjaga-mungkin. Diembuskan napas pelan, ia mencoba peruntungan sekali lagi untuk memejamkan mata yang demikian sulit baginya.
Benar saja. Matanya ternyata masih segar untuk memperhatikan sorot cahaya lampu dari arah berlawanan. Ponsel yang sedari tadi tergeletak di sandaran kursi, dia ambil. Mengecek sekali lagi pesan terakhir yang dikirim oleh sahabatnya. Membaca baris demi baris alamat yang sepertinya ia sudah hapal di luar kepala saking seringnya dibaca. Tempat tujuannya kali ini.
Jakarta.
"Mas, Jakarta itu seperti apa?" Tangan si perempuan dengan terampil menata piring dan juga lauk di meja makan.
Pria yang menjadi lawan bicaranya tertawa. "Kota yang enggak pernah tidur. Sumpek."
Perempuan itu hanya menanggapi dengan ber-o-ria.
"Makanya aku pilih buat usaha di Surabaya. Walau sama-sama kota besar, enggak sesumpek Jakarta. Lagian, aku bisa ketemu kamu kan, Nduk."
Alih-alih tersipu, si perempuan berambut sebahu itu malah menepuk pelan bahu suaminya. "Sudah, makan saja. Gombalmu enggak laku."
"Tari, aku serius lho."
Perempuan bernama Tari itu hanya tersenyum menanggapi. "Iya, aku juga serius. Sekarang waktunya makan, bukan gombal."
Gelembung ingatan itu pecah, membuat si perempuan merengap. Mengambil napas buru-buru sebanyak yang ia bisa. Meneguk dengan kasar air mineral yang selalu ia sediakan di dekatnya. Sudah sejauh ini malah ia mengingat hal sepele yang dulu hanya dianggap obrolan selingan menjelang makan malam.
Hanya mengingat hal itu saja, tetes air mata kembali membasahi pipi. Cukup, Tari. Cukup!
***
"Mau kamu apa, sih, Nak?" Seorang wanita paruh baya melemparkan dirinya ke sofa empuk begitu tiba di rumah yang cukup besar itu.
"Dia enggak becus, Ma. Masa iya aku pertahanin."
"Iya, Mama tahu. Tapi hari Senin kamu sudah mulai kerja. Mama bukan enggak mau dititipi anak kamu. Mama sayang banget sama Sheryl, Nak. Sayang banget. Tapi Mama enggak sanggup ngikutin gerak Sheryl. Dia butuh pengasuh. Mama yang ngawasin kerja mereka."
Pria yang diajak bicara sama frustrasinya dengan wanita yang sudah lebih dulu memijat pangkal hidungnya. Raut lelahnya jelas tercetak di wajahnya yang kini menatap sang ibu dengan pandangan prihatin.
"Maafin, Aria, ya Ma. Ini salah Aria."
Wanita paruh baya itu terenyuh. Di hadapannya, bersimpuh anak lelaki kebanggaannya sampai kapan pun. Anak yang kini benar-benar menjadi sosok yang mampu membuatnya kagum. Bukan sekadar pencapaian dalam karir, bukan. Wanita itu tidak terlalu mengharap hal itu. Akan tetapi, sikap dan juga perbuatannya yang membuat sisi lembut sang wanita yang usianya tak lagi muda itu bangga.
"Setiap orang punya masa lalu, Nak."
"Tapi karena Aria, Mama jadi ikutan susah. Harusnya Aria membahagiakan Mama."
"Mama sudah sangat bahagia, Nak." Diusapnya kepala pria yang sudah duduk bertumpu pada pangkuannya itu.
"Sheryl jangan dijaga oleh wanita tadi. Cari yang lainnya aja, ya, Ma. Kali ini, Aria janji lebih kooperatif."
"Benar, ya. Jangan bikin Mama pusing sama kamu yang banyak mau, lho."
Pria itu terkekeh. "Iya, Ma."
Jess tak terlalu menggubris sekitarnya. Bahkan jikalau ada gempa bumi berkekuatan 10 skala richer sekalipun, Jess tak peduli. Dunianya hanya; kafe, apartemen, rumah Xena, dan An Flower. Hidup damai tanpa ada gangguan, itu harapnya. Akan tetapi, hidupnya memang sudah tak lagi damai. Di mana seorang Dirdja mengekorinya mirip kutil. Menempelinya mirip lintah. Mengajaknya berdebat hingga habis segala sabar yang Jess miliki. Segala cara sudah Jess lakukan untuk menyingkirkan bahkan kalau perlu, ia pinjam tongkat sihir Voldemort untuk mendaraskan mantera; Avada Kedavra. Untuk melenyapkan eksistensi Arslan dari hidupnya, tentu saja. Di mana ujung perselisihan mereka berakhir di ranjang. Menjungkir balikkan kedamaian yang Jess punya juga … menambah deret perih yang ia alami. Sampai ia berkata dengan suara paling menyedihkan yang ia punya, “Tolong, menjauh dari gue. Tolong.” Setelah benar-benar ia sendirian, apa memang ini yang Jess inginkan?
BLURB Seri Dirdja-1 Kisah Xena, anak bungsu Dirdja. Misinya balas dendam. Dikabulkan Tuhan, ia bersyukur. Jika tidak, ia akan cari peluang. Terutama pada Riga. Mereka berdua sejenis. Yang satu liar dibalut lugu, satu lagi dingin dengan suhu sepanas musim kemarau. Cinta dan dendam, bersisian. Berdampingan. Persis seperti mereka. *** Cover by LANA MEDIA
Warning!!!!! 21++ Dark Adult Novel Ketika istrinya tak lagi mampu mengimbangi hasratnya yang membara, Valdi terjerumus dalam kehampaan dan kesendirian yang menyiksa. Setelah perceraian merenggut segalanya, hidupnya terasa kosong-hingga Mayang, gadis muda yang polos dan lugu, hadir dalam kehidupannya. Mayang, yang baru kehilangan ibunya-pembantu setia yang telah lama bekerja di rumah Valdi-tak pernah menduga bahwa kepolosannya akan menjadi alat bagi Valdi untuk memenuhi keinginan terpendamnya. Gadis yang masih hijau dalam dunia dewasa ini tanpa sadar masuk ke dalam permainan Valdi yang penuh tipu daya. Bisakah Mayang, dengan keluguannya, bertahan dari manipulasi pria yang jauh lebih berpengalaman? Ataukah ia akan terjerat dalam permainan berbahaya yang berada di luar kendalinya?
Megan dipaksa menggantikan kakak tirinya untuk menikah dengan seorang pria yang tanpa uang. Mengingat bahwa suaminya hanyalah seorang pria miskin, dia pikir dia harus menjalani sisa hidupnya dengan rendah hati. Dia tidak tahu bahwa suaminya, Zayden Wilgunadi, sebenarnya adalah taipan bisnis yang paling berkuasa dan misterius di kota. Begitu dia mendengar desas-desus tentang hal ini, Meagan berlari ke apartemen sewaannya dan melemparkan diri ke dalam pelukan suaminya. "Mereka semua bilang kamu adalah Tuan Fabrizio yang berkuasa. Apakah itu benar?" Sang pria membelai rambutnya dengan lembut. "Orang-orang hanya berbicara omong kosong. Pria itu hanya memiliki penampilan yang mirip denganku." Megan menggerutu, "Tapi pria itu brengsek! Dia bahkan memanggilku istrinya! Sayang, kamu harus memberinya pelajaran!" Keesokan harinya, Tuan Fabrizio muncul di perusahaannya dengan memar-memar di wajahnya. Semua orang tercengang. Apa yang telah terjadi pada CEO mereka? Sang CEO tersenyum. "Istriku yang memerintahkannya, aku tidak punya pilihan lain selain mematuhinya."
Kisah Daddy Dominic, putri angkatnya, Bee, dan seorang dosen tampan bernama Nathan. XXX DEWASA 1821
Tanpa membantah sedikit pun, aku berlutut di antara sepasang paha mulus yang tetap direnggangkan itu, sambil meletakkan moncong patokku di mulut kenikmatan Mamie yang sudah ternganga kemerahan itu. Lalu dengan sekuat tenaga kudorong batang kenikmatanku. Dan …. langsung amblas semuanya …. bleeesssssssssssskkkkkk … ! Setelah Mamie dua kali melahirkan, memang aku merasa dimudahkan, karena patokku bisa langsung amblas hanya dengan sekali dorong … tanpa harus bersusah payah lagi. Mamie pun menyambut kehadiran patokku di dalam liang kewanitaannya, dengan pelukan dan bisikan, “Sam Sayang … kalau mamie belum menikah dengan Papa, pasti mamie akan merengek padamu … agar kamu mau mengawini mamie sebagai istri sahmu. “ “Jangan mikir serumit itu Mam. Meski pun kita tidak menikah, kan kita sudah diijinkan oleh Papa untuk berbuat sekehendak hati kita. Emwuaaaaah …. “ sahutku yang kuakhiri dengan ciuman hangat di bibir sensual Mamie Tercinta. Lalu aku mulai menggenjotnya dengan gerakan agak cepat, sehingga Mamie mulai menggeliat dan merintih, “Dudududuuuuuh …. Saaaam …
Hidup itu indah, kalau belum indah berarti hidup belum berakhir. Begitu lah motto hidup yang Nayla jalani. Setiap kali ia mengalami kesulitan dalam hidupnya. Ia selalu mengingat motto hidupnya. Ia tahu, ia sangat yakin akan hal itu. Tak pernah ada keraguan sedikitpun dalam hatinya kalau kehidupan seseorang tidak akan berakhir dengan indah. Pasti akan indah. Hanya kedatangannya saja yang membedakan kehidupan dari masing – masing orang. Lama – lama Nayla merasa tidak kuat lagi. Tanpa disadari, ia pun ambruk diatas sofa panjang yang berada di ruang tamu rumahnya. Ia terbaring dalam posisi terlentang. Roti yang dipegangnya pun terjatuh ke lantai. Berikut juga hapenya yang untungnya cuma terjatuh diatas sofa panjangnya. Diam – diam, ditengah keadaan Nayla yang tertidur senyap. Terdapat sosok yang tersenyum saat melihat mangsanya telah tertidur persis seperti apa yang telah ia rencanakan. Sosok itu pelan – pelan mendekat sambil menatap keindahan tubuh Nayla dengan jarak yang begitu dekat. “Beristirahatlah sayang, pasti capek kan bekerja seharian ?” Ucapnya sambil menatap roti yang sedang Nayla pegang. Sosok itu kian mendekat, sosok itu lalu menyentuh dada Nayla untuk pertama kalinya menggunakan kedua tangannya. “Gilaaa kenyel banget… Emang gak ada yang bisa ngalahin susunya akhwat yang baru aja nikah” Ucapnya sambil meremas – remas dada Nayla. “Mmmpphhh” Desah Nayla dalam tidurnya yang mengejutkan sosok itu.
Kemudian Andre membuka atasannya memperlihatkan dada-nya yang bidang, nafasku makin memburu. Kuraba dada-nya itu dari atas sampah kebawah melawati perut, dah sampailah di selangkangannya. Sambil kuraba dan remas gemas selangkangannya “Ini yang bikin tante tadi penasaran sejak di toko Albert”. “Ini menjadi milik-mu malam ini, atau bahkan seterusnya kalau tante mau” “Buka ya sayang, tante pengen lihat punya-mu” pintuku memelas. Yang ada dia membuka celananya secara perlahan untuk menggodaku. Tak sabar aku pun jongkok membantunya biar cepat. Sekarang kepalaku sejajar dengan pinggangnya, “Hehehe gak sabar banget nih tan?” ejeknya kepadaku. Tak kupedulikan itu, yang hanya ada di dalam kepalaku adalah penis-nya yang telah membuat penasaran seharian ini. *Srettttt……