"Maaf, Ning. Saya menikahimu karena perintah dari Abah dan Umik, bukan atas niat saya sendiri. Jadi, izinkan saya menata hati dulu agar bisa menerima takdir ini." -Aaraf Ibrahim- Perjodohan di dunia pesantren memang sudah tidak asing lagi, seperti yang dialami oleh Kayshilla Chandra dan Aaraf Ibrahim. Kedua insan yang sama-sama asing dan hanya bertemu saat hari akad itu harus berjuang mempertahankan rumah tangga yang mereka bina. Kesabaran Kayshilla terus teruji setiap hari, hingga ia tahu ada nama perempuan lain di hati suaminya. "Jika sainganku adalah perempuan lain? Apakah aku bisa merebut hati suamiku?" -Kayshilla Chandra-
"Maaf sebelumnya, Ning. Saya menerima pernikahan ini atas paksaan dari Abah dan Umik, bukan atas keinginan saya sendiri. Maaf kalau kita harus berjarak dulu, dan saya memperlakukan kamu dengan baik hanya saat di depan orang-orang."
Deg!
"Kita akan fokus pada urusan masing-masing, tanpa ikut campur satu sama lain. saya dengan kehidupan saya, dan kamu dengan kehidupanmu. Untuk pernikahan ini ... biar waktu yang menjawab, Ning."
Aku menggeleng. Bak mendengar sambaran petir yang langsung menghantam dada, kata-kata menyakitkan itu keluar dari mulut pria yang beberapa jam lalu melantunkan ijab qabul untukku.
Aaraf Ibrahim, pria yang saat ini menyandang status sebagai suamiku itu berkata tanpa adanya ekspresi berlebih. Wajah tampannya yang ditumbuhi jambang halus tampak dingin, bahkan mata hazel itu sama sekali tidak menatapku.
"Iya, Gus." Aku mengalihkan wajah agar dia tidak tahu tangisku sudah meledak. Ah, aku salah, bagaimana mungkin dia tahu? Dia saja tidak menatapku yang duduk di depannya.
"Saya tahu ini akan membuatmu sakit, tapi Abah memaksa saya. Tolong pahami kalau hati saya juga sakit, apa lagi saat hati saya masih untuk orang lain."
"Apa maksudnya?!" Aku mengangkat wajah dan menatap tajam bola mata itu, tidak peduli dia akan tahu lelehan air mata di wajahku.
"Saya mencintai wanita lain."
'Ya Allah ...,' batinku.
Aku menahan napas melihatnya yang begitu jujur mengakuinya perasaannya di hadapanku tanpa peduli perasanku. Apa dia pikir aku wanita tidak punya hati? Apa dia dikirim hanya untuk menghancurkanku?
"Seharusnya tidak usah menikahi saya, nikahi saja wanita itu. Jadi kita tidak sama-sama sakit."
Gus Aaraf menggeleng, "Abah sudah terlanjur memilihmu. Saat aku ingin melamar wanitaku, Abah sudah melamarmu lebih dulu."
Wanitaku? Dia terang-terangan mengakui wanita lain di hadapan istrinya. Aku tahu kami memang dijodohkan, bahkan sebelum pernikahan ini kami memang tidak pernah bertemu. Aku hanya melihat Gus Aaraf dari foto, tetapi entah dia pernah melihatku atau tidak.
"Lalu kamu mengorbankanku?" tanyaku dengan tawa sumbang, "beruntung kamu tidak punya saudara perempuan, Gus. Jadi kamu nggak akan melihat keluarga yang kamu sayangi terluka. Tapi ... keluargaku? Aku yakin Abah akan marah putrinya diperlakukan seperti ini."
Gus Aaraf terdiam dengan kepala menunduk, samar-samar aku mendengar bibirnya menggumamkan kata maaf. Namun, sangat lirih.
"Seharusnya kamu nggak perlu menjelaskannya, Gus. Katakan saja tidak mau menyentuhku, lalu aku akan maklum. Kalau begini ... aku akan sakit seumur hidup."
Hening! Pria itu masih diam. Dia adalah pria yang baik akhlaknya, dan ini salahku karena menjatuhkan hatiku padanya. Dia tidak bersalah, aku tahu itu! Abahnya yang melamarku hingga aku masuk ke kehidupannya.
Namun, tidak bisa kah dia menghormatiku sebagai perempuan?
Semua sepupuku menikah karena perjodohan, mereka bahagia dan damai bersama suaminya. Aku pikir, aku juga akan bahagia. Apa lagi Abah dan Umik mertua sangat ramah saat menyampaikan lamarannya bulan lalu. Ternyata, putranya malah menyakitiku.
"Maaf, Gus. Saya tidak bermaksud lancang, saya hanya ingin mengutarakan perasaan, seperti yang kamu lakukan malam ini. Saya ... saya menghormati kamu, saya ngerti," ucapku pasrah.
Cukup lama suamiku itu terdiam. Entah dia memikirkan perkataanku barusan, atau memikirkan kekasihnya?
"Maaf, Ning. Saya belum ada perasaan apa-apa sama kamu, jadi jangan berharap apa-apa kepada saya. Tapi, saya akan tetap memperlakukan kamu dengan baik, meskipun suatu saat nanti ada sikap saya yang akan menyakiti kamu."
"Tidak usah diperjelas, Gus. Saya nggak papa," jawabku dengan memaksakan senyum.
"Terima kasih, Ning. Kamu wanita baik."
Gus Aaraf berbicara dengan begitu tenang, lemah lembut, dan halus. Namun, tetap saja kata-katanya menusuk dalam ke jantung. Seperti ada tangan tak kasat mata yang meremas-remas perasaanku.
"Malam ini dan seterusnya, saya belum bisa memberikan hak kamu sebagai istri. Sekali lagi maafkan saya, Ning." Gus Aaraf lantas bangkit dan menuju sofa.
Sementara aku masih duduk di atas sajadah. Kami baru saja sholat berjamaah, memanjatkan doa untuk pernikahan ini. Namun, dengan tegasnya dia bilang tidak menginginkanku? Penolakannya malam ini langsung menamparku yang sudah siap menjalankan kewajiban sebagai istri.
Dia berkata layaknya begitu menjaga agar aku tidak sakit hati, tetapi justru itu malah membuat lukaku meradang. Aku sekuat mungkin menahan tangis yang hampir meledak di malam pertama pernikahan, sedangkan suamiku itu sudah fokus pada ponselnya.
Dia seperti lupa kalau baru saja menyakiti hatiku.
"Tidurlah, Ning. Kamu tidak perlu menungguku, karena aku akan tidur di sofa malam ini."
Deg!
Bahkan, dia menolak untuk satu ranjang denganku? Sebegitunya kah dia tidak ingin dekat denganku?
"Iya, Gus. Saya tahu."
"Jangan bicara apa-apa pada Abah dan Umik. Saya nggak mau kalau mereka kepikiran dan kondisi kesehatannya ngedrop."
Lalu, bagaimana dengan kondisiku?
"Baik, Gus."
Gus Aaraf hanya mengangguk. Pandangannya kini fokus pada layar ponsel, sesekali bibirnya akan mengulas senyum. Entah, dengan siapa ia sedang berkomunikasi.
Hingga saat aku sudah merebahkan diri di kasur, Gus Aaraf keluar kamar dengan ponsel yang menempel di telinganya. Sayup-sayup aku masih bisa mendengar suaranya berbicara dengan seseorang di seberang telepon.
"Halo, Ay."
Aku sontak bangkit dan membelalak kaget, 'siapa ay itu?' batinku.
***
Tepat di sepertiga malam aku terbangun, kebiasaan sholat malam sudah membuatku biasa bangun jam segini. Dengan perlahan aku menurunkan kaki dan langsung melihat suamiku yang tidur tanpa selimut.
"Aku mencintainya saat dia melantunkan ijab qabul di hadapanmu, Ya Allah. Aku menyayanginya saat dia berjanji di hadapan Abah akan menjagaku. Tapi kenapa dia sekarang menyakitiku?"
Tanpa terasa air mata menitik dan dengan cepat pula aku menghapusnya. Tidak ada gunanya menangisi laki-laki yang tidak mencintaiku, tapi netraku selalu terhipnotis, hingga akhirnya memanas dan aku menangis.
Kakiku melangkah menuju lemari untuk mengambil selimut. Bagaimanapun aku adalah istrinya, kenyamanan tidurnya adalah kewajibanku. Tidak peduli di hatinya ada nama siapa.
Kting! Kepalaku sontak menoleh saat mendengar dering ponselnya. Dengan cepat aku merapikan selimut untuknya, kemudian mataku menyipit melihat ponsel itu.
"Kamu ngapain?!"
Aku terlonjak kaget saat mendengar suara bariton itu menggema, suara serak dengan kelopak mata yang belum terbuka sempurna. Gus Aaraf cepat-cepat meraih ponsel yang bahkan belum sempat aku lihat dengan jelas tersebut.
"Kamu lihat ponselku, Ning?"
"E-enggak."
"Saya lihat sendiri kamu serius lihatin ponselku!" Gus Aaraf menghela napas kasar, "maaf, Ning. Tapi kita sudah sepakat untuk tidak mencampuri urusan satu sama lain, saya harap kamu nggak lupa!"
Aku mengangguk pasrah. Dia bangkit dan melempar selimut begitu saja ke lantai, langkahnya menuju ke kamar mandi, tetapi kata-kata menyakitkannya masih bergaung di telingaku.
Dunia Isabella Moretti hancur dalam satu malam. Orang tuanya tewas di tangan Lorenzo Ricciardi, mafia paling berbahaya sekaligus pria paling kejam di dunia. Namun, ketika tiba giliran Isabella untuk menemui ajalnya, Lorenzo malah membiarkannya hidup, tapi sebagai tawanan pribadinya. Lorenzo adalah pria yang menguasai dunia bawah tanah dengan kekejaman tanpa batas. Namun, di balik tatapan dinginnya, ada sisi lembut yang hanya bisa dilihat oleh Isabella. Saat kebencian berubah menjadi gairah cinta, Isabella sadar tak akan bisa lepas dari dekapan mafia kejam itu. Sayangnya, Lorenzo tidak tahu bahwa Isabella menyimpan rencana balas dendam untuk kematian keluarganya. Hingga akhirnya ia mendapati dirinya hamil, membawa benih dari pria yang paling ia benci sekaligus pria yang mulai ia cintai. Dapatkah Isabella melanjutkan dendamnya, ataukah ia akan menyerah pada cinta sang iblis tampan? Dan saat Lorenzo menghadapi pilihan antara kekuasaannya dan wanita yang mencuri hatinya, akankah ia tetap menjadi raja tanpa hati, atau menyerah pada pesona Isabella?
"Kau harus membayar utangmu sekarang juga," desis Lucas, matanya dingin seperti es. Flora terpaku, tak bergeming, dadanya sesak. Hutang? Hutang apa? Sebuah perjanjian hutang antara mendiang orang tua Flora dengan Lucas, yang kini berakhir mengikat Flora dengan pria yang baru dikenalnya malam ini di pesta lajang sahabatnya. Menjerumuskannya dalam lingkaran neraka. Flora tak pernah tahu orang tuanya berhutang pada seorang pria kejam, berusia lima belas tahun lebih tua darinya, pemilik Perusahaan Blackwood tempatnya magang sebagai staf marketing. Lucas, pria yang tak kenal ampun, menuntut pembayaran detik itu juga. "Jika kau tidak bisa bayar nominal utangnya, tubuhmu untukku malam ini!" tegas Lucas, menarik tangan Flora masuk ke kamar hotel.
Nadia ingin memberi kejutan kepada tunangannya, Raka, di hari ulang tahun pria itu. Namun, ia malah dibuat terkejut saat memergoki Raka tengah bergumul satu selimut dengan sang Kakak, Tania. Hal itu membuat Nadia kecewa, hingga berimbas gagalnya acara pernikahan yang akan digelar tiga hari lagi. Nadia terusir dari rumah, ia pergi menemui Kakak Iparnya, Darren, yang tengah bekerja di luar kota untuk menunjukkan rekaman perselingkuhan Raka dan Tania. Dua insan korban pengkhianatan itu memutuskan bekerjasama untuk membalas dendam. Namun, siapa yang tahu kedekatan mereka menghadirkan rasa nyaman? Lantas, bagaimana dengan rencana balas dendam itu? Akankah mereka berhasil, atau malah terjebak dalam hubungan cinta yang rumit?
Azriya Aurora terpaksa menikah dengan Gavriel Erlando lantaran wasiat dari mendiang sahabatnya — Kartika, bahkan ia harus menjadi ibu sambung untuk kedua putra Kartika. Azriya menanggung beban membongkar misteri di dalam Keluarga Erlando. Mertuanya selalu berusaha menyingkirkannya, hingga ia harus terusir dari rumah karena sebuah fitnah. Anak sambungnya membencinya karena ia dinilai telah membunuh Kartika, hingga suatu ketika ia tahu kakak iparnya juga berperan dalam kemalangannya di Rumah Besar Erlando. Siapa sebenarnya yang jahat? Sanggupkah Azriya bertahan dalam bahtera rumah tangganya? Ataukah ia akan menyerah dalam pernikahan ini?
Bagaimana jadinya ketika kamu dipertemukan dengan orang yang dicintai sejak kecil setelah berpisah selama dua puluh tahun dengan keadaan berbeda, pola pikir berbeda, dan tentunya dengan paras berbeda? Mengharapkan kepulangan seseorang yang telah ditunggunya selama dua puluh tahun, tetapi tak kunjung jua telah membuat hati Melisa mati rasa. Kendati begitu, dia mencoba membuka diri untuk cinta yang lain, hingga harus terjebak dengan laki-laki yang hanya mengincar hartanya. Sampai saat dipertemukan dengan cinta masa kecilnya, cobaan datang bertubi-tubi. Memendam kerinduan di negeri seberang membuat kondisi Rommy semakin terpuruk. Luka perpisahan yang dia tanggung sendiri mampu mengubahnya menjadi sosok perkasa dan idaman wanita, tetapi tidak dengan cinta masa kecilnya yang menolak ajakannya untuk menikah. Lalu bagaimana jadinya saat Melisa tahu bahwa ia telah di jodohkan dengan Rommy sedari kecil? Akankah takdir cinta memihak untuk keduanya bersatu?
M-mama? Sedang apa Mama disini?"Tanya Rudi yang tiba-tiba merasakan ada tangan yang ada di bahunya saat ini. "Mama haus," ucap Nina yang sedang asik memainkan tangannya di area punggung menantunya itu. " Jangan begini,ma! Mama jangan lupa kalau aku adalah menantu Mama,suami dari anak kandung Mama sendiri," ucap Rudi yanh berusaha untuk mengingatkan Mama mertuanya itu dan sambil melepaskan tangan Nina dan menjauh dari tempat Nina berada. Melihat reaksi sang Menantunya itu, Nina yang haus akan belaian itu,bertekad untuk mendapatkan Rudi malam itu apapun caranya. Tiba-tiba sebuah ide muncul didalam pikirannya,-
Cerita tentang kehidupan di kota kecil, walau tak terlalu jauh dari kota besar. Ini juga cerita tentang Kino, seorang pria yang menjalani masa remaja, menembus gerbang keperjakaannya, dan akhirnya tumbuh sebagai lelaki matang. Pada masa awal inilah, seksualitas dan sensualitas terbentuk. Dengan begitu, ini pula kisah tentang the coming of age yang kadang-kadang melodramatik. Kino tergolong pemuda biasa seperti kita-kita semua. Apa yang dialaminya merupakan kejadian biasa, dan bisa terjadi pada siapa saja, karena merupakan kelumrahan belaka. Tetapi, kita tahu ada banyak kelumrahan yang kita sembunyikan dengan seksama. Namun Kino mempunyai hal yang menarik yang dalam cerita ini lebih menarik dari cerita fenomenal lainnya.
Kisah seorang ibu rumah tangga yang ditinggal mati suaminya. Widya Ayu Ningrum (24 Tahun) Mulustrasi yang ada hanya sebagai bentuk pemggambran imajinasi seperti apa wajah dan bentuk tubuh dari sang pemain saja. Widya Ayu Ningrum atau biasa disapa Widya. Widya ini seorang ibu rumah tangga dengan usia kini 24 tahun sedangkan suaminya Harjo berusia 27 tahun. Namun Harjo telah pergi meninggalkan Widy sejak 3 tahun silam akibat kecelakaan saat hendak pulang dari merantau dan karna hal itu Widya telah menyandang status sebagai Janda di usianya yang masih dibilang muda itu. Widya dan Harjo dikaruniai 1 orang anak bernama Evan Dwi Harjono
Zara adalah wanita dengan pesona luar biasa yang menyimpan hasrat membara di balik kecantikannya. Sebagai istri yang terperangkap dalam gelora gairah yang tak tertahankan, Zara terseret ke dalam pusaran hubungan terlarang yang menggoda dan penuh rahasia. Dimulai dengan Pak Haris, bos suaminya yang memikat, kemudian berlanjut ke Dr. Zein yang berkarisma. Setiap perselingkuhan menambah bara dalam kehidupan Zara yang sudah menyala dengan keinginan. Pertemuan-pertemuan memabukkan ini membawa Zara ke dalam dunia di mana batas moral menjadi kabur dan kesetiaan hanya sekadar kata tanpa makna. Ketegangan antara kehidupannya yang tersembunyi dan perasaan bersalah yang menghantuinya membuat Zara merenung tentang harga yang harus dibayar untuk memenuhi hasratnya yang tak terbendung. Akankah Zara mampu menguasai dorongan naluriahnya, atau akankah dia terus terjerat dalam jaring keinginan yang bisa menghancurkan segalanya?
Ketika Nadia mengumpulkan keberanian untuk memberi tahu Raul tentang kehamilannya, dia tiba-tiba mendapati pria itu dengan gagah membantu wanita lain dari mobilnya. Hatinya tenggelam ketika tiga tahun upaya untuk mengamankan cintanya hancur di depan matanya, memaksanya untuk meninggalkannya. Tiga tahun kemudian, kehidupan telah membawa Nadia ke jalan baru dengan orang lain, sementara Raul dibiarkan bergulat dengan penyesalan. Memanfaatkan momen kerentanan, dia memohon, "Nadia, mari kita menikah." Sambil menggelengkan kepalanya dengan senyum tipis, Nadia dengan lembut menjawab, "Maaf, aku sudah bertunangan."
WARNING 21+ !!! - Cerita ini di buat dengan berhalu yang menimbulkan adegan bercinta antara pria dan wanita. - Tidak disarankan untuk anak dibawah umur karna isi cerita forn*graphi - Dukung karya ini dengan sumbangsihnya Terimakasih