u fokus menderas mushaf. Sesekali Gus Aaraf akan membenarkan bacaan
k kuliah, aku sudah me
akkan mushaf tanpa be
n kamu, karena aku nggak mengizinkan kamu pergi s
dulu kalau begitu, Gus. B
enggeleng,
an siangn
n, banyak juga yan
begitu, Gus. Saya cuma khawatir
sarung itu meletakkan ponselnya, netranya m
ecil, Kay. Kamu nggak per
ndengar ucapan sarkasnya. Yeah! Lagi-lagi aku har
f, G
a-ada saja!" ketusnya seraya kembal
a banyak setelan kemeja formal dan jas di dalamnya. Tangan
rgeming. Ada sakit saat diabaikan olehnya, tetapi juga ad
*
ngan baju yang ku siapkan semalam. Pria tampan itu semakin berwibawa saat mengenakan setela
uin kamu, ya, Nduk. Jadi ka
hari pertama nggak
pi sayangnya dia malah terlalu sibuk sama peru
. Biarkan putra ki
f nurut menjalankan pabrik, pasti Abah nggak akan capek, dan b
an pikirkan macam-macam, karena Abah dan Umik harus selalu seh
an yang bertolak belakang, sehing
i selama Abah mengurus pabrik, tolong kamu temani Umik. Abah juga kasihan k
patuh, "doaka
nya menggumamkan doa. Sesekali ujung netraku meliri
ay berangkat du
k. Hati-h
dengan hangat, kemudian tanganku mengulur menyalami Gus Aar
ksudnya
s?" tany
aja berlagak seolah menenangkan Abah yang tenga
perti itu, Gus. Saya cuma menyampaikan apa yang telah saya sepakati k
dapatkannya dari aku, kamu mengambil perhatian Abah dan Umik. Lal
suk gendang telingaku, bahkan lelaki itu memeloto
ik?! Kamu bilang kalau rumah tangga kita lagi nggak baik? Kam
h saya nggak melakukan seperti
ini karena permintaan Abah 'kan? Pantas saja sikap ka
engan lelehan air mata yang merembes turun membasahi pipi. Dia langs
kan hati mertua seperti perintah orang tuaku. Namun Gus Aaraf salah paham, di
t hubungan kami
*
c Univ
kkan pukul sebelas siang, itu ar
ya baru lihat?" tanya Pak Devano, Dos
aya pindahan
ngenalan 'kan?" tanyanya lagi dan aku h
ngga aku juga memilih kembali duduk ke kursiku. Masih ada beberapa teman di kelas i
kamu s
la Chand
teman-teman yang akan membantu kalau kamu bingung dengan beberapa
k. Terim
lu. Oh, iya ... kamu juga boleh kalau mau tanya-t
k, P
u tadi menerangkan materi. Aku rasa ini adalah pembicaraan pribadi, buk
ahnya. Bibirku selalu mengulas senyum saat berpapasan dengan maha
ak Ilham ke mana
tetapi nihil. Bahkan saat aku menghubungi P
I
ah belakang. Ternyata sebuah mobil dan aku baru
gapain,
amku saat kaca mo
iri celingak-celinguk d
ungguin jem
reng sa
up di depan dada, "tidak, Pak. Makasih sebelumnya,
siang juga. Memangnya kamu nggak lapar
Pak. Maaf!" t
dari mobilnya, tetapi tiba-tiba sebuah tangan mengge
kenapa Anda masih memaksa?!
gai penolong. Ia tidak membiarkan Pak Devano menjawa
enutup pintu mobi
e arahku. Tangannya sibuk memasang seat belt, sep
pa, Kays
di kelas
rang, tidak seharusnya kamu dekat-deka
tu masih datar dengan rahang mengeras.
aki lain! Jangan lupakan satu hal, Kay! Kamu
angguk dengan
? Kamu
Kamu 'kan tanggung jawabku, kalau kamu dekat-dekat sama laki-laki lain dan ak
h ...,"
k gini? Ih, tapi kenapa aku gemes, ya, sa