/0/14574/coverbig.jpg?v=395d59467c41e8342afe796e70b2c24e)
Pernikahan Gabriel dan Nadya ditentang oleh keluarga besar, karena perbedaan keyakinan yang dianut keduanya. Gabriel yang beragama lain memilih untuk menjadi imam terbaik dalam hidup sang calon istri demi menikahi Nadya yang beragama taat. Dampak dari keputusannya itu membuat nama Gabriel harus dicoret dari ahli waris Indofarma grup.
"Ma ...."
"Tidak!"
"Ma, biarkan aku menyelesaikan dulu ucapanku!"
"Tidak! Mama bilang sekali tidak ya tidak!" Gloria Liem menyentak. Nada bicaranya kian tinggi dan ketus.
Gabriel mengusap wajah piasnya yang terasa kebas. Skenario ini memang sudah dipikirkannya sejak tadi, sebelum dia datang ke rumah ini. Pasti jelas keluarga besar takkan setuju atas keputusan yang diambilnya. Seharusnya Gabriel juga tidak perlu datang ke sini, malam ini. Buat apa? Buang-buang waktu saja. Toh, pada akhirnya, tetap saja-Mama, Papa, Cici dan adiknya takkan setuju dengan hal ini.
Rencana meminta restu buat menikahi perempuan muslim sebaik dan secantik Nadya, pilihan Gabriel bukanlah perkara mudah. Nyatanya, dia takkan pernah dapat restu dari kedua orang tuanya. Sejak awal mereka memang tidak pernah menyukai Nadya. Bagi keduanya, Nadya hanyalah penghambat masa depan Gabriel.
Gabriel melirik Nadya yang duduk di sebelahnya. Gadis itu meremas lutut. Mukanya kelihatan tegang, menahan segalanya. Mulai dari rasa takut, gugup, berdebar dan bergetar hingga panas dingin karena ujung-ujungnya rencana minta restu untuk menikah tidak dikabulkan. Gagal total. Tidak sesuai harapan.
Gabriel menatap Liem Ko-en-Papanya, kemudian. "Pa ..., tolong izinkan aku menikahi Nadya!"
Koen Liem menggeleng. "Tidak, Gabriel. Kami tidak akan merestui pernikahan kalian. Kamu seharusnya tahu kalau sejak awal kami tidak akan pernah setuju dengan rencana ini!"
"Tapi aku mencintai Nadya, Pa!" Gabriel menekan kata-katanya. Dia menegaskan bahwa tidak ada wanita yang lebih baik daripada Nadya saat ini untuk menjadi calon istrinya. Tidak akan pernah ada!
"Cinta macam apa yang berani menentang restu orang tua, Iyel? Cinta macam apa, itu?" Gloria berseru kesal. "Kalau kamu mencintai dia dan dia mencintai kamu, seharusnya kalian mengerti kalau kalian tidak akan pernah bersama. Perbedaan agama yang kita anut akan jadi penghalang besar dalam perjalanan rumah tangga kalian. Seharusnya kamu paham itu!"
Gabriel menggeleng, muka tegangnya kian memerah. "Tidak, Ma. Ini tidak akan menghalangi kami. Aku ...."
Gabriel menelan ludah tercekatnya sekali, ditatapnya wajah kedua orang tua. Gloria sejak tadi menahan tangisan dan kesal bersamaan, kemudian Koen Liem diam tidak bersuara karena dia bosan mendengar perdebatan soal pernikahan yang tidak kunjung berakhir sejak berminggu-minggu lalu. Cici Gina dan Gamaliel hanya memerhatikan, tidak sanggup berkomentar sejak tadi. Lagi pula, kata-kata apa yang hendak mereka katakan malam itu.
Tak ada. Sebab suara mereka takkan diterima oleh Gabriel. Saat ini yang pria itu butuhkan adalah restu dari Koen Liem dan Gloria. Itu saja. Tidak banyak. Dia juga tidak datang ke rumah ini karena menuntut harta warisan. Jauh dari itu semua, Gabriel tidak butuh harta.
"Aku telah pindah keyakinan. Aku yakin aku akan menikahi Nadya. Jadi aku memutuskan akan masuk ke dalam agama Islam, meninggalkan kepercayaan keluarga kita!" Gabriel melanjutkan ucapannya. Jelas ketika dia mengatakan itu, reaksi pertama orang-orang yang menatapnya adalah terkejut bukan kepalang.
"Apa?" Gloria berteriak lantang. Lantas reflek berdiri. "Apa kamu gila, Gabriel? Kenapa kamu melakukan itu, hah? Kenapa hanya mau menikahi dia, kamu sampai-sampai meninggalkan agama kita. Kamu tahu Gabriel, kita adalah penganut agama Kristen yang taat. Tidak sepatutnya kamu meninggalkan semua ini hanya karena ingin bersama dia. Kamu benar-benar bodoh, Gabriel!"
"Ma .... Jika itu satu-satunya cara supaya aku bisa menikah Nadya, maka itu cara satu-satunya juga yang harus aku lakukan agar bisa bersama dia. Aku yakin atas keputusan yang aku ambil sekarang!"
"Di luar sana banyak wanita yang jauh lebih baik dari Nadya, Gabriel. Banyak! Bahkan kalau kamu mau, kamu bisa memilih satu-persatu. Theresia juga adalah pilihan yang terbaik. Tapi tidak dengan perempuan ini! Mama bilang ya, dia memang cantik. Dia baik. Dia berpendidikan. Dia masuk tipe keluarga ini sebagai calon menantu. Mungkin dia menantu idaman buat para mertua di luar sana. Tapi latar belakang agama kita beda, Gabriel! Maka dari itu Mama tidak akan pernah setuju dengan rencana kamu yang tolol ini!"
"Ma ...!"
"Keluar!" Gloria berseru marah. Amarahnya saat ini benar-benar menggebu tak tertahan. Bahkan suasana terasa mencekam manakala dia tidak bisa menahan emosi.
Sekali lagi Gabriel mengusap wajah piasnya yang terasa kebas. Beginilah jadinya jika dia berusaha meminta restu. Alih-alih dapat restu, dia malah dimaki dan diteriaki kasar. Hal paling tidak enak didengar ini memang sudah Gabriel pikirkan sejak berhari-hari lalu.
"Pa ...." Gabriel kembali menatap Koen Liem, berharap ayahnya itu bisa menerima keadaan ini. Sayangnya, jawaban Koen Liem masih sama. Dia setuju dan sepemikiran dengan Gloria.
"Apa yang kamu harapkan dari Papa, Gabriel? Kamu berharap Papa akan setuju dengan permintaan kamu? Memangnya apa yang kamu dapatkan setelah pindah agama." Koen Liem mengembuskan napas sengal-samar, "Jika itu keputusan kamu, sebaiknya kamu pergi dari sini. Karena kami tidak akan pernah memberikan restu sama sekali."
Gabriel mengeraskan rahangnya. Sejujurnya dia kesal.
Namun tidak bisakah Papanya tidak mengatakan hal itu di depan Nadya atau bahkan di depan mukanya? Mau bagaimanapun saat ini Gabriel telah memilih memasuk Islam, bukan lagi beragama Kristen seperti yang dianut kedua orang tuanya. Tidak perlu menghina begitu. Apalagi di depan Nadya, calon istrinya. Baiklah, jika itu keputusan mereka, maka Gabriel akan tetap pada pendiriannya.
"Papa boleh mengatakan segala keburukan tentang aku. Tetapi tolong, jangan pernah mengatakan apapun tentang keyakinanku saat ini. Karena itu tidak ada kaitannya dengan semua ini." Gabriel menelan ludahnya sekali lagi. Kemudian dia berdiri, tangannya menggamit tangan Nadya. "Aku tidak butuh restu kalian lagi saat ini kalau pada akhirnya masih saja begini keputusan kalian. Aku bisa melakukan segalanya sendiri, bahkan tanpa kalian. Jika ini keputusan yang kalian pilih, maka aku juga akan memilih keputusanku sendiri."
"Ya, silakan. Tapi perlu kamu ingat, Gabriel. Setiap apa yang kamu inginkan pasti ada konsekuensinya. Kamu harus tahu ini." Koen Liem mengingatkan.
Gabriel yang akan beranjak pergi selintas melirik sang Papa. Nada bicara orang tua ini kedengarannya seperti mengancam. Namun Gabriel tidak ambil pusing sama sekali. Apa yang akan terjadi kedepannya, dia akan menanggung segala resiko itu.
••••
"Soal tadi ...."
"Jangan dipikirin!" Gabriel memotong kalimat Nadya.
Dua orang itu sudah berada di dalam mobil, menuju kepulangan. Gabriel akan mengantar Nadya pulang selepas keluar dari rumah kedua orang tuanya. Kendaraan yang Gabriel kemudi sudah masuk di jalan tol dalam kota. Jalan agak lengang, langit hitam bertabur bintang gemintang nan terang. Kota kami bermandikan cahaya malam itu.
Nadya menghela napas sengal. "Setelah aku pikir-pikir, sepertinya lebih baik kita batalkan saja acara pernikahan ini. Aku tidak bisa melawan restu. Papa dan Mama Koko tidak menerima keadaanku dan itu menjadi bumerang untukku. Jadi sebaiknya, lebih baik kita akhiri saja rencana ini. Aku tidak bisa melanjutkannya kalau ada pihak yang tidak setuju dengan pernikahan kita!"
Mendengar ucapan Nadya barusan, Gabriel yang sedang mengemudikan mobilnya segera menepikan kendaraan ke bahu jalan. Untungnya jalan tidak terlalu ramai lalu lalang kendaraan lainnya. Gabriel menatap tak senang wajah Nadya, calon istrinya malam itu. Wajah Gabriel kentara geram.
"Kamu bilang mengakhiri? Kamu bilang kita usai di sini? Kamu serius?"
"Aku hanya tidak mau mengambil kamu dari Tuhan kamu, Ko. Dan begitu sebaliknya. Mama kamu benar soal tadi. Cinta kita terhalang oleh tembok pembatas yang berbeda."
"Tapi aku yang memutuskan, Nad. Kamu harus tahu, perjuanganku buat mendapatkan kamu itu sulit. Belum lagi meyakinkan Abi (ayah Nadya) kalau aku serius ingin menikahi kamu. Meyakinkan Mas Angga. Juga satu keyakinan demi bisa bersama kamu. Demi bisa pernikahan kita diterima negara, dicatat oleh pengadilan agama. Dan demi bisa se-amin dan seiman dengan kamu. Bahkan aku tidak peduli kalau harus meninggalkan Tuhanku. Aku telah memikirkan segalanya. Namun apa yang kamu bilang barusan? Kamu bilang mau mengakhirnya. Coba kamu pikir, jadi di sini hanya aku sendiri yang berjuang buat kita? Cuma aku yang peduli soal pernikahan ini?"
Gabriel men-jeda kalimatnya sejenak. Menatap mata sendu Nadya yang tidak melontarkan secuil kalimat apapun.
"Nad, aku bisa sampai ditahap ini karena kita. Karena kebersamaan kita. Aku tidak peduli tentang Mama dan Papa yang tidak setuju soal pernikahan kita. Bahkan kalau dunia menolak pun, aku akan tetap memilih bersama kamu. Aku nggak masalah kalau aku menjadi anak pembangkang, itu semua kulakukan demi kamu. Tapi coba kamu pikirkan langkah kita sejauh ini, masa harus berhenti begitu saja. Berhenti setengah jalan!"
"Ko ...."
"Setop, Nad. Kamu nggak usah bilang apapun. Kamu pasti kecapean karena kepikiran ucapan Mama dan Papa tadi. Aku akan cepat mengantar kamu pulang. Kamu butuh istirahat." Gabriel lagi-lagi memotong kalimat Nadya.
Otomatis ucapan pria ini membuat Nadya harus menahan semua perkataan yang hendak dilontarkan. Gabriel melanjutkan perjalanan kendaraan, sebentar lagi mereka akan tiba di rumah Abi, ayahnya Nadya. Gadis ini tinggal berdua bersama ayahnya, tanpa sang ibu. Karena Nadya sudah menjadi anak piatu sejak kecil. Sedangkan Mas Angga, dia tinggal bersama istrinya, di rumah lain. Mereka kan mandiri.
Nadya itu anak seorang yang taat beragama. Abi seorang dosen agama sekaligus dewan kemakmuran mesjid di tempat tinggal mereka. Mas Angga seorang pengusaha, yang sama-sama punya ilmu pendidikan agama yang tinggi. Nadya pun sama. Mereka dididik untuk taat pada perintah Tuhan.
Melihat betapa damainya keluarga Nadya, Gabriel yang notabene-nya seorang keturunan Tionghoa penganut kepercayaan protestan, merasa bahwa apa yang dipilihnya sudah tepat. Nadya adalah perempuan yang sempurna untuk Gabriel, bukan Theresia yang dijodohkan Mama untuknya.
"Oke, kita jangan bahas apapun saat ini." Nadya berkata lirih. Gabriel melanjutkan perjalanan kendaraan. Sudah tugasnya mengembalikan Nadya ke rumah Abi sebelum pukul sepuluh malam.
Jicko dipaksa ibunya menikah. Alasan klasiknya karena dia menginginkan cucu. Namun Jicko menolak hal itu. Sebagai gantinya, Jicko akan memberikan ibunya seorang cucu, tetapi tanpa status pernikahan seperti yang diinginkan ibunya. Jalan satu-satunya untuk bisa memiliki anak tanpa harus menikah adalah menawarkan kesepakatan dengan Ameera. Jicko kira itu adalah pilihan tepat. Semua akan saling menguntungkan. Ternyata perjalan kisahnya jauh lebih rumit daripada yang dibayangkan.
Zacky menikahi Indah demi tujuan balas dendam atas kematian sang adik kesayangannya. Konspirasi besar telah dibuat, Zacky berhasil melancarkan rencana jangka panjangnya itu. Akan tetapi semua rencana balas dendam yang Zacky buat tidak sepenuhnya berjalan dengan lancar, karena ada rahasia lain yang berhasil diketahuinya. Rahasia itu yang membongkar semua apa yang telah terjadi selama empat tahun lalu.
Fayrin diibaratkan sebagai uang koin yang punya dua sisi berbeda. Saat on-cam, dia terlihat bak Dewi yang turun dari kahyangan. Sifatnya sejalan dengan tutur kata dan perilakunya. Wajar jika banyak pria di luar sana memujanya, mengelukan nama itu sebagai artis terbaik sepanjang sejarah. Namanya seindah parasnya. Namun saat off-cam, maka Fayrin adalah sisi lain dari mata uang koin. Dia sangatlah jauh berbeda dari apa yang orang-orang lihat di layar kamera. Sifatnya tidaklah sama sekali sejalan dengan perilakunya atau bahkan namanya tidak seindah yang orang-orang banggakan. Tidak ada cerminan baik dari dirinya di balik layar. Kiky menyadari itu. Dua hal berbeda dari Fayrin saat on dan saat off. Tetapi semakin mengenal Fayrin lebih jauh, seorang gadis yang punya sifat arogan dan angkuh, pemuda itu menemukan sebuah arti perasaan yang kembali datang setelah sekian lama menghilang. Perasaan yang membuat Kiky selalu berdebar jika ingat segala hal tentang dia. Ketika Kiky sadar bahwa kebencian dan ketidaksukaan yang selama ini ditujukan untuk Fayrin mulai berubah menjadi rasa cinta yang amat mendalam, pemuda ini bertekad untuk mendapatkan Fayrin seutuhnya, melupakan batasan bahwa mereka berada di dunia peran yang berbeda.
Nafas Dokter Mirza kian memburu saat aku mulai memainkan bagian bawah. Ya, aku sudah berhasil melepaskan rok sekalian dengan celana dalam yang juga berwarna hitam itu. Aku sedikit tak menyangka dengan bentuk vaginanya. Tembem dan dipenuhi bulu yang cukup lebat, meski tertata rapi. Seringkali aku berhasil membuat istriku orgasme dengan keahlihanku memainkan vaginanya. Semoga saja ini juga berhasil pada Dokter Mirza. Vagina ini basah sekali. Aku memainkan lidahku dengan hati-hati, mencari di mana letak klitorisnya. Karena bentuknya tadi, aku cukup kesulitan. Dan, ah. Aku berhasil. Ia mengerang saat kusentuh bagian itu. "Ahhhh..." Suara erangan yang cukup panjang. Ia mulai membekap kepalaku makin dalam. Parahnya, aku akan kesulitan bernafas dengan posisi seperti ini. Kalau ini kuhentikan atau mengubah posisi akan mengganggu kenikmatan yang Ia dapatkan. Maka pilihannya adalah segera selesaikan. Kupacu kecepatan lidahku dalam memainkan klitorisnya. Jilat ke atas, sapu ke bawah, lalu putar. Dan aku mulai memainkan jari-jariku untuk mengerjai vaginanya. Cara ini cukup efektif. Ia makin meronta, bukan mendesah lagi. "Mas Bayuu, oh,"
Bagi yang belum cukup umur, DILARANG KERAS Membaca Cerita ini, karena banyak sekali adegan Dewasa. Mohon Bijak Dalam Membaca.⚠️ Menceritakan seorang anak muda, yang terjerumus kedalam lubang hitam, hingga akhirnya, pemuda tampan kecanduan seks dengan Guru dan keluarganya sendiri.
Arga adalah seorang dokter muda yang menikahi istrinya yang juga merupakan seorang dokter. Mereka berdua sudah berpacaran sejak masih mahasiswa kedokteran dan akhirnya menikah dan bekerja di rumah sakit yang sama. Namun, tiba-tiba Arga mulai merasa jenuh dan bosan dengan istrinya yang sudah lama dikenalnya. Ketika berhubungan badan, dia seperti merasa tidak ada rasa dan tidak bisa memuaskan istrinya itu. Di saat Arga merasa frustrasi, dia tiba-tiba menemukan rangsangan yang bisa membangkitkan gairahnya, yaitu dengan tukar pasangan. Yang menjadi masalahnya, apakah istrinya, yang merupakan seorang dokter, wanita terpandang, dan memiliki harga diri yang tinggi, mau melakukan kegiatan itu?
"Meskipun merupakan gadis yatim piatu biasa, Diana berhasil menikahi pria paling berkuasa di kota. Pria itu sempurna dalam segala aspek, tetapi ada satu hal - dia tidak mencintainya. Suatu hari setelah tiga tahun menikah, dia menemukan bahwa dia hamil, tetapi hari itu juga hari suaminya memberinya perjanjian perceraian. Suaminya tampaknya jatuh cinta dengan wanita lain, dan berpikir bahwa istrinya juga jatuh cinta dengan pria lain. Tepat ketika dia mengira hubungan mereka akan segera berakhir, tiba-tiba, suaminya tampaknya tidak menginginkannya pergi. Dia sudah hampir menyerah, tetapi pria itu kembali dan menyatakan cintanya padanya. Apa yang harus dilakukan Diana, yang sedang hamil, dalam jalinan antara cinta dan benci ini? Apa yang terbaik untuknya?"