Tak pernah terduga jika dia sebenarnya sang mafia itu. Suangguh pandai wanita itu menyembunyikan dirinya dalam cahaya terang yang senantiasa menyoroti setiap langkahnya. Namun sepnadai-pandainya tupai meloncat, suatu saat dia akan terjatuh juga. Salah sasaran akhirnya mengubah segalanya.
Khusus pembaca yang pernah mengalami gejolak hasrat cinta dan birahi masa remajanya, tentu kisahku ini akan sedikit memberikan kesan dan nostalgia terindah masa-masa remajanya.
Sengaja kusajikan utuh memotret masa beberapa tahun yang lalu, agar siapapun yang pernah merasakan bangku SMA dan dunia perkuliahan, bisa lebih menghayatinya. Namun demikian pada beberpa bab kisah ini hanya cocok buat dewasa karena mengandung adegan dewasa, mohon bijak dalam memilih bab-bab tertentu.
Biar Cinta Bicara.
Aku mengenalnya dalam sebuah insiden kesalah-pahaman yang sangat memalukan. Kami sekolah di SMA yang sama, namun jurusan dan kelas berbeda. Dia kelas Sosial sedangkan aku IPA. Jadi wajar jika sebelumnya kami tidak saling kenal karena letak kelas yang berjauhan.
Secara fisik, dia termasuk kriteria primadona sekolah. Selain cantik dan memiliki postur tubuh yang seksi nan proposional, dia juga sangat easy going dan supel dalam bergaul. Namun sayangnya terlalu banyak gosip buruk yang beredar tentang dirinya.
Dia memiliki predikat anak broken home, ratu toge, boomsex dan punya label cewek nakal lainnya, bahkan banyak juga yang mengatakan dia seorang cewek bispak. Deretan predikat buruk itulah yang membawaku terpaksa harus mengenal dan akhirnya sangat dekat dengannya.
Ketika itu, tak lama setelah bel jam istirahat berbunyi, aku, Aldy, dan Farel, seperti biasa bergegas hendak menuju kantin. Namun tiba-tiba kelas dihebohkan dengan kedatangan seorang siswi yang marah-marah sambil mencari-cari seseorang yang bernama Egar, ya itu namanku.
Setelah bertanya pada salah seorang teman sekelasku, siswi yang sepertinya sedang dilanda amarah tingkat dewa itu langsung menatapku dengan sorot mata yang menghujam serta raut wajah yang sangat tidak bersahabat diliputi angkara murka.
"Heh, Egar! Lu cowok macam apa sih? Jadi cowok mulutnya kok lemes amat! Mulai sekarang mendingan lu pake rok aja jangan celana panjang!" Tiba-tiba siswi itu menghardikku dengan sangat arogan, tanpa tedeng aling-aling.
Aku yang merasa tidak punya salah padanya, hanya sekilas menatapnya lalu pergi berlalu tanpa menghiraukannya. Diperlakukan demikian, rupanya cewek arogan itu semakin emosi.
Dia menarik sebelah tanganku dengan sangat kasar hingga tubuhku berbalik menghadapnya, "Jawab lu, bangsat!" bentak cewek sinting itu.
Tampaknya dia meminta jawaban atas hardikannya. "Eh, lu kenal gua gak?" tanyaku dengan nada yang tetap tenang. Lebih tepatnya ditenang-tenangkan.
"Nama lu Egar kan? Lu ngebacot jelek-jelekin gua di depan anak-anak kelas tiga IPS kan? Pake bilang gua cewek bispak segala, maksud lu apa?" Siswi yang sepertinya sedang mabok ikan asin itu semakin nyolot.
"Heh, lu tahu nama panjang gua, gak?" jawabku dengan pertanyaan. Dan aku tetap berusaha tetap tenang, tidak terpancing emosi agar suasana tidak semakin memanas. Menurut mama, menghadapi wanita yang sedang murka, tidak boleh sembarangan.
"Hah, apa pentingnya gua mesti tahu kepanjangan nama lu segala, Cot!" Dia menjawab masih dengan nada tinggi dan emosional.
"Mbak yang cantik, denger ya. Situ gak kenal gua, begitupun sebaliknya. Gua bahkan gak tahu siapa nama lu. Gimana mungkin gua bisa jelek-jelekin elu?" jawabku dengan suara yang masih tetap tenang dan datar.
Aku yakin, ucapanku cukup bisa menyentak kesadarannya, hal tersebut bisa kulihat dari beberapa saat lamanya dia diam tertegun menatapku tanpa bicara. Tampaknya mulai faham dan sadar dengan kesalahannya.
Tak berapa lama kemudian muncul seorang siswi lainnya yang juga tidak kukenal. Dia menarik tangan Regina dan membisikan sesuatu padanya. Lalu tanpa bicara apapun, mereka pun keluar kelasku. Sekilas aku masih bisa melihat tatapan liar dan benci dari cewek sinting yang sepertinya masih menyimpan amarah dan dendam padaku.
"Bro, kalau habis make cewek bispak, bayar dong. Lu malu-maluin kita aja!" bisik Aldy tendensius.
"Kampret, lu!" bentakku tanpa melihat ekspresi Aldy yang pastinya cengengesan, senang mendapati aku terkena damprat orang tak dikenal.
"Sungguh terlaluh, Bang Rhomah! Berapa sih harganya cewek itu? Kenapa lu sampai ngutang gitu, Bangt? Rusak deh reputasi Trio Cogan Masya Allah di sekolah ini!" timpal Farel tak kalah kampretnya.
"Kuampret lu pada!" Aku hanya bisa membentak kesal.
Sungguh biadab sekali dua sahabatku ini. Ketika aku dicecar oleh siswi sinting itu, mereka hanya diam membisu dengan sama sekali tidak melakukan upaya pembelaan dalam bentuk apapun. Namun setelah semua berakhir, mereka malah berkomentar julid layaknya para netizen zaman now.
"Maaf sodara-sodara, untuk saat ini, adegannya cukup sampai di sini dulu, kita lanjut bab selanjutanya besok, oke?" Farel tiba-tiba berbicara di hadapan semua orang yang sejak tadi melongo dan menonton pertengkaran singkat antara aku dengan siswi aneh itu.
"Huuuuuuuh!" Nada kecewa menggema di seantero kelasku. Lalu semua tertawa-tawa sambil berebut keluar kelas hendak ke kantin.
Setelah itu semua berjalan normal, namun beberapa teman lainnya masih memandangku dengan tatapan penuh curiga. Mereka pasti bertanya-tanya, ada apa antara aku dengan siswi sinting itu. Ya, jangankan mereka, aku sendiri tidak tahu dan tidak mengerti mengapa semuanya harus terjadi.
'Mimpi apa aku tadi malam? Dosa apakah yang kuperbuat pada Mama, sampai-sampai harus dipermalukan seperti ini oleh seseorang yang sama sekali belum kukenal?' Hanya itu pertanyaan yang masih tersisa dalam dadaku.
Ketika jam pelajaran sudah berakhir dan kami pun berhamburan keluar kelas hendak pulang. Tiba-tiba seorang cewek yang tadi mengajak siswi itu keluar dan pergi dari kelas, datang kembali menemuiku.
"Gar, kenalin gua Jeslyn, anak kelas tiga Sos," sapa cewek yang cantiknya sebelas dua belas dengan temannya, cewek sangar itu. Dia mengulurkan tangan mengajakku bersalaman. Aku segera menyambutnya tanpa menyebutkan nama karena yakin dia sudah kenal namaku.
"Ada apa lagi, Jes?" tanyaku datar dan sedikit ketus. Saat melihat wajah Jeslyn, aku langsung kembali teringat pada wajah cewek sinting itu yang membuat onar tak karu-karuan bikin kesal dan jengah.
"Gar, bisa ikut gue gak sebentar? Ada yang mau diomongan sama lu, penting banget!" Jeslyn bicara dengan mimik yang serius.
Aku mengangguk meng-iya-kan, karena yakin ini ada kaitannya dengan insiden yang terjadi antara aku dengan cewek sinting itu.
Benar saja dugaanku. Jeslyn membawaku ke belakang kelas Sosial, dan di sana sudah ada siswi sinting yang tadi saat marah-marah dengan tidak ada hujan dan tidak ada angin, memintaku untuk memakai rok jangan celana panjang.
"Egar, kenalin gua Regina. Maafin semua kesalah-pahaman tadi, ya!" ucap cewek sinting bernama Regina itu sesaat setelah aku berdiri kaku berhadap-hadapan dengannya.
"Oh, setelah lu teriak-teriak di depan semua orang?" jawabku sinis, bermaksud meminta dia menjelaskan tindakannya tadi yang sangat aneh dan super konyol itu.
"Sorry, Regina salah orang, Gar. Yang dia cari harusnya si Egar kelas tiga Sos, teman sekelas gue." Jeslyn ikut mengklarifikasi dengan wajah yang sangat memelas. Entah ada hubungan apa antara Regina dengan Jeslyn, mungkin mereka sepupuan, sama-sama cantik, beda kelas tapi sangat akrab saling bela.
"Oke Gar, gue tahu gue salah. Terus gue harus ngapain biar lu bisa maafin gue?" tanya Regina dengan raut wajah yang sangat mengiba, namun kini justru kecantikannya terpancar dengan jelas. Jauh bereda dengan saat dia marah-marah tadi.
"Ya klarifikasi dong sama semua orang. Biar mereka tahu kalau kejadian tadi itu salah elu, bukan salah gua." Aku menjawab dengan nada yang sedikit ketus, karena masih ada sisa-sisa kesal dalam hatiku.
"Oke, gue bakal minta maaf lewat radio sekolah, apa itu cukup?" tanya Regina masih dengan mimik yang sangat serius dan menghiba.
"Terserah," jawabku singkat.
"Ada lagi selain itu, Gar?" Jelsyn ikut bertanya.
"Cukup," jawabku sambil mengulurkan tangan mengajak Regina dan Jeslyn bersalaman sebagai tanda perdamaian dan saling memaafkan.
Tanpa banyak bicara atau ngobrol basa-basi lainnya, kami pun berpisah untuk pulang ke rumah masing-masing. Aku sudah sangat puas dengan penjelasan dan permintaan maaf dari Regina.
Keesokan harinya saat jam istirahat pertama, radio sekolah yang selalu on-air pada jam istirahat mulai mengudara. Benar saja, suara pertama yang terdengar adalah klarifikasi dan permintaan maaf dari Regina untukku. Cukup singkat, padat dan jelas, namun semua orang sudah mengetahui jika insiden kemarin itu benar-benar hanya salah paham.
"Lu pake pelet apaan, Nyet?" tanya Aldy heran.
"Kampret!" jawabku menanggapinya tak acuh.
"Kalau gua jadi si Regina, ogah minta maaf sama kampret macam dia!" timpal Farel sambil menunjukku, "nanti kegegeran. Kalau udah geer idungnya yang gede makin gede megap-megap kaya mau sakartul maut," lanjutnya kian memperkuat ledekan Aldy.
"Lu kenal sama Regina gak?" tanyaku merubah arah pembicaraan.
"Cowok mesum macam si Farel, gak mungkin lah kalau gak bisa nangkep sinyal togenya si Regina, Gar!" sahut Aldy.
"Lu kenal Regina juga, Dy?" tanyaku heran. Merasa hanya diriku yang tidak mengenal Regina sebelumnya.
"Kenal dari gosip anak-anak aja, Gar," jawab Aldy kalem.
"Maksudnya?" Aku mengejar kejelasan ucapan Aldy.
"Gara-gara kejadian kemarin itu, ketika lu dipanggil sama Jeslyn sepulang sekolah itu, gua sama Aldy saat di parkiran nanya-nanya sama yang lain soal cewek itu. Dapatlah info dan gosip-gosip hot tentang dia, hehehe," ujar Farel disertai senyum mesumnya.
"Hmmm, harusnya gua seneng sih, lu berdua ternyata peduli sama gua. Tapi kuampretnya kalian ujung-ujungnya malah asik nyari info gosip keburukan Regina doang," balasku dengan hati yang sedikit mangkel.
"Hahaha you know us so well, Gar!" ujar Aldy seraya bangkit dari duduknya dan mengajak kami ke kantin.
Namun tak lama sebelum kami keluar dari pintu kelas, Jeslyn kembali muncul mencariku.
"Gar, bisa ngomong bentar?" tanya Jeslyn saat sudah berdiri tepat di depanku yang kujawab dengan anggukan kepala.
Jeslyn diminta Regina untuk memanggilku. Aku pun meninggalkan Aldy dan Farel, lalu mendatangi Regina yang sedang duduk di kursi panjang depan kelasnya.
"Gue ke kelas dulu ya," ucap Jeslyn sambil berlalu melangkah.
"Eh kok gitu sih, Jes. Temenilah, biar gak jadi fitnah!" cegahku pura-pura serius.
"Kagak mau, kalau cowok dan cewek berduaan, yang ketiga itu setan. Lu pikir gue mau jadi setan apa?" jawab Jeslyn sambil terus melangkah tanpa menoleh lagi. Sementara aku dan Regina hanya tersenyum simpul menimpali ucapannya.
^*^
Kebutuhan biologis adalah manusiawi. Tak perduli dia berprofesi apa dalam dunianya, namun nagkah batin jelas tak mengenal tahta, kasta maupun harta.
Usia terkadang tidak menjadi patokan buat seseorang bisa berbuat lebih dewasa. Banyak faktor yang memperngaruhinya, termasuk salah pergaulan. Khusus pembaca yang pernah mengalami gejolak hasrat cinta dan birahi masa remajanya, tentu kisahku ini akan sedikit memberikan kesan dan nostalgia terindah masa-masa remajanya. Sengaja disajikan utuh memotret masa beberapa tahun yang lalu, agar siapapun yang pernah merasakan bangku SMA dan dunia perkuliahan, bisa lebih menghayatinya. Namun demikian pada beberpa bab kisah ini hanya cocok buat dewasa karena mengandung adegan dewasa, mohon bijak dalam memilih bab-bab tertentu
Kumpulan cerita seru yang akan membuat siapapun terbibur dan ikut terhanyut sekaligus merenung tanpa harus repot-repot memikirkan konfliks yang terlalu jelimet. Cerita ini murni untuk hiburan, teman istrirahat dan pengantar lelah disela-sela kesibukan berkativitas sehari-hari. Jadi cerita ini sangat cocok dengan para dewasa yang memang ingin refrehsing dan bersenang-senang terhindar dari stres dan gangguan mental lainnya, kecuali ketagihan membacanya.
Semula aku menduga berumah-tangga itu simple dan akan selalu indah. Cukup menyatukan dua hati yang berbeda, saling pengertian dan menjalankan kewajiban memberi nafkah lahir dan batin sekemampuanku. Namun ternyata begitu kompleks eleman yang terkandung di dalamnya. Asam garam dan romantikanya memang bukan kaleng-kalengan. Kini aku merasa sedang terjebak dalam pernikahan yang belum semestinya kujalani. Dalam usia masih yang masih sangat relatif muda, aku terpaksa harus mengarungi berbagai rintangan, ujian dan godaannya. Cita-cita membina mahligai indah yang sakinah mawadah warohmah, sepetinya masih sangat jauh api dari panggang. Terlalu banyak misteri yang harus kupecahkan. Ikuti terus perjalan panjangku dari awal hingga akhir sebuah cerita ‘Hasrat Pengantin Remaja.’
Untuk memenuhi keinginan terakhir kakeknya, Sabrina mengadakan pernikahan tergesa-gesa dengan pria yang belum pernah dia temui sebelumnya. Namun, bahkan setelah menjadi suami dan istri di atas kertas, mereka masing-masing menjalani kehidupan yang terpisah, dan tidak pernah bertemu. Setahun kemudian, Sabrina kembali ke Kota Sema, berharap akhirnya bertemu dengan suaminya yang misterius. Yang mengejutkannya, pria itu mengiriminya pesan teks, tiba-tiba meminta cerai tanpa pernah bertemu dengannya secara langsung. Sambil menggertakkan giginya, Sabrina menjawab, "Baiklah. Ayo bercerai!" Setelah itu, Sabrina membuat langkah berani dan bergabung dengan Grup Seja, di mana dia menjadi staf humas yang bekerja langsung untuk CEO perusahaan, Mario. CEO tampan dan penuh teka-teki itu sudah terikat dalam pernikahan, dan dikenal tak tergoyahkan setia pada istrinya. Tanpa sepengetahuan Sabrina, suaminya yang misterius sebenarnya adalah bosnya, dalam identitas alternatifnya! Bertekad untuk fokus pada karirnya, Sabrina sengaja menjaga jarak dari sang CEO, meskipun dia tidak bisa tidak memperhatikan upayanya yang disengaja untuk dekat dengannya. Seiring berjalannya waktu, suaminya yang sulit dipahami berubah pikiran. Pria itu tiba-tiba menolak untuk melanjutkan perceraian. Kapan identitas alternatifnya akan terungkap? Di tengah perpaduan antara penipuan dan cinta yang mendalam, takdir apa yang menanti mereka?
Warning!!!!! 21++ Dark Adult Novel Aku, Rina, seorang wanita 30 Tahun yang berjuang menghadapi kesepian dalam pernikahan jarak jauh. Suamiku bekerja di kapal pesiar, meninggalkanku untuk sementara tinggal bersama kakakku dan keponakanku, Aldi, yang telah tumbuh menjadi remaja 17 tahun. Kehadiranku di rumah kakakku awalnya membawa harapan untuk menemukan ketenangan, namun perlahan berubah menjadi mimpi buruk yang menghantui setiap langkahku. Aldi, keponakanku yang dulu polos, kini memiliki perasaan yang lebih dari sekadar hubungan keluarga. Perasaan itu berkembang menjadi pelampiasan hasrat yang memaksaku dalam situasi yang tak pernah kubayangkan. Di antara rasa bersalah dan penyesalan, aku terjebak dalam perang batin yang terus mencengkeramku. Bayang-bayang kenikmatan dan dosa menghantui setiap malam, membuatku bertanya-tanya bagaimana aku bisa melanjutkan hidup dengan beban ini. Kakakku, yang tidak menyadari apa yang terjadi di balik pintu tertutup, tetap percaya bahwa segala sesuatu berjalan baik di rumahnya. Kepercayaannya yang besar terhadap Aldi dan cintanya padaku membuatnya buta terhadap konflik dan ketegangan yang sebenarnya terjadi. Setiap kali dia pergi, meninggalkan aku dan Aldi sendirian, ketakutan dan kebingungan semakin menguasai diriku. Di tengah ketegangan ini, aku mencoba berbicara dengan Aldi, berharap bisa menghentikan siklus yang mengerikan ini. Namun, perasaan bingung dan nafsu yang tak terkendali membuat Aldi semakin sulit dikendalikan. Setiap malam adalah perjuangan untuk tetap kuat dan mempertahankan batasan yang semakin tipis. Kisah ini adalah tentang perjuanganku mencari ketenangan di tengah badai emosi dan cinta terlarang. Dalam setiap langkahku, aku berusaha menemukan jalan keluar dari jerat yang mencengkeram hatiku. Akankah aku berhasil menghentikan pelampiasan keponakanku dan kembali menemukan kedamaian dalam hidupku? Atau akankah aku terus terjebak dalam bayang-bayang kesepian dan penyesalan yang tak kunjung usai?
Yolanda mengetahui bahwa dia bukanlah anak kandung orang tuanya. Setelah mengetahui taktik mereka untuk memperdagangkannya sebagai pion dalam kesepakatan bisnis, dia dikirim ke tempat kelahirannya yang tandus. Di sana, dia menemukan asal usulnya yang sebenarnya, seorang keturunan keluarga kaya yang bersejarah. Keluarga aslinya menghujaninya dengan cinta dan kekaguman. Dalam menghadapi rasa iri adik perempuannya, Yolanda menaklukkan setiap kesulitan dan membalas dendam, sambil menunjukkan bakatnya. Dia segera menarik perhatian bujangan paling memenuhi syarat di kota itu. Sang pria menyudutkan Yolanda dan menjepitnya ke dinding. "Sudah waktunya untuk mengungkapkan identitas aslimu, Sayang."
Dua tahun setelah pernikahannya, Selina kehilangan kesadaran dalam genangan darahnya sendiri selama persalinan yang sulit. Dia lupa bahwa mantan suaminya sebenarnya akan menikahi orang lain hari itu. "Ayo kita bercerai, tapi bayinya tetap bersamaku." Kata-katanya sebelum perceraian mereka diselesaikan masih melekat di kepalanya. Pria itu tidak ada untuknya, tetapi menginginkan hak asuh penuh atas anak mereka. Selina lebih baik mati daripada melihat anaknya memanggil orang lain ibu. Akibatnya, dia menyerah di meja operasi dengan dua bayi tersisa di perutnya. Namun, itu bukan akhir baginya .... Bertahun-tahun kemudian, takdir menyebabkan mereka bertemu lagi. Raditia adalah pria yang berubah kali ini. Dia ingin mendapatkannya untuk dirinya sendiri meskipun Selina sudah menjadi ibu dari dua anak. Ketika Raditia tahu tentang pernikahan Selina, dia menyerbu ke tempat tersebut dan membuat keributan. "Raditia, aku sudah mati sekali sebelumnya, jadi aku tidak keberatan mati lagi. Tapi kali ini, aku ingin kita mati bersama," teriaknya, memelototinya dengan tatapan terluka di matanya. Selina mengira pria itu tidak mencintainya dan senang bahwa dia akhirnya keluar dari hidupnya. Akan tetapi, yang tidak dia ketahui adalah bahwa berita kematiannya yang tak terduga telah menghancurkan hati Raditia. Untuk waktu yang lama, pria itu menangis sendirian karena rasa sakit dan penderitaan dan selalu berharap bisa membalikkan waktu atau melihat wajah cantiknya sekali lagi. Drama yang datang kemudian menjadi terlalu berat bagi Selina. Hidupnya dipenuhi dengan liku-liku. Segera, dia terpecah antara kembali dengan mantan suaminya atau melanjutkan hidupnya. Apa yang akan dia pilih?