Desak
ah menakdirkan,
o
awak s
yaan Ibu Bos yang biasa kupanggi
jahku yang tengah menunduk seraya mencuci piring m
eng kuat, "
awa piring berisi buah apel ya
skan sambungan telepon secara sepihak, menangis sejadi-jadinya. Batinku benar-benar luluh latah. Detik itu juga aku membenarkan seluruh ucapan Erni, semuanya. Aku hanya orang yang menukarkan akal dengan rasa kasihan. Padahal sebenarnya aku yang pe
dak sihat, be
kerjakanku sepuluh tahun lamanya k
itu semakin mendekat, secepat mungkin buru-buru kuha
a-tanya ada apa denganku. Namun, dia memilih bungkam karena ini bukan ranahnya untuk bertanya. Atau mungkin saja yang ada di pikirannya, yang penting aku menyelesaikan pekerjaan, itu
*
ya kasar. "Oke, mulai sekarang, stop kirim uang ke mereka. Jangan pernah kirim sepeser pun lagi. Pik
h menceritakan semuanya pada Erni. Dan perempuan itu ... emosi
atanya menampilkan amarah berapi-api. "Aku gak habis pikir sama Ibu, Mbak. Tega sekali dia! Kurang apa pengorba
sinya berbeda. Aku membenarkan seluruh penuturan Erni. Lagi pula, mana bisa aku marah padanya. Dia yan
gusap wajah. "Harusnya Mbak sadar tentang i
agiakan orang tua dan adik. Apalah daya aku yang sedari dahulu terlalau fokus ingin memperbaiki ekonomi keluarga. Apalah daya aku yang sedar
punya tab
u tak pernah lupa menabung. Itu diajarkan oleh Bos tempatku bekerja sekarang. Sebelum ini, tepat saat awal-a
Mbak. Kalau kontrak kerja udah habis, jangan diperpanjang l
terlambat menika
"Gak ada kata terlambat untuk menikah, Mbak. Jodoh itu sudah ada yang ngatur. Berapa pun usia
sekadar mengutarakan satu kata. Suara Erni tak lagi terdengar, tetapi aku sadar sesekali dia
ntuk menghentikan tangis. Erni yang seolah mengerti akan usahaku menegur, "Gak usah sok kuat, deh, Mbak. Ka
h. Aku menutup wajah
, iya, apa gunanya perasaan sakit dan air mata kalau gak buat ini," tutur perempuan itu ti
un tanpa kata 'yang kuat, iya' atau 'sabar iya' atau 'semua akan berlalu' atau 'namanya hidup, pasti ada s
rihku disela isakan. "Aku benar-benar gak nya
atku. "Kalau Mbak udah tahu sebelumnya ini akan menimpa Mbak, iya pasti gak akan jadi menimpa, l
memberi alasan, memberi jawaban. Bodoh sekali sedari awal aku kurang mempercayainya. Jik
Er," lirihku se
kat. "Nikmatin aja sakitnya, Mbak. Kau dirasa u