*
hbac
anjangnya. Rambut yang panjang terlihat acak-acakan, tetapi seny
gan ekspresi serius sembari bersandar p
tephanie masih dengan senyumannya
ini." Dia menghela napas gusar. Senyum Stephanie begitu
ya," ujar Steph
ak pernah ingin didengarnya itu. Dia menggeleng dengan penuh peringatan. "Jangan pernngnya, bergantian menatap Daphne. "Kau cembur
ntas sekali pun di pikiran Daphne
e datar, menyembunyikan kekesala
an mu, dia bukan tuanku lagi, Step
"Itu juga terdengar bodoh di telin
Daphne teguh pendirian dan den
a
k dari lemparan patung kuda di atas l
mu!" seru Stephanie menunjuk ke
barnya, hampir tanpa emosi walaupun h
matanya bergetar menatap Daphne
peringatan sekali lagi pada Stephanie. "Jangan berikan hatimu
au!" seru Stephanie melempar pa
pigura yang dilempar Stephanie pun mengenai keningnya. Daphne sedi
e khawatir. Dia hendak tur
ujarnya langsung berbalik, berjalan ke luar dari kamar Stephanie, dan menutup pintunya dengan rap
*
tok
udara di ruangannya bagus. Dia menemukan Edgar berdiri di ambang pintu dengan kemeja y
jar Daphn
in. Dia menatap Daphne dengan nafsu yang terpancar, tetapi sebisa
bicara dengan Daphne, tak seperti dengan orang lain. Dan jelas
da bukunya yang tertutup
membuka halaman demi halaman. "Science fiction?" Dia menatap Daphne dengan senyuman tak
cil. "Hanya sebagai hiburan, tidak
ngangguk-angguk kecil. "Kau punya
tas itupun langsung mendengus kecil.
hanya dengan mendengar suara Daphne yang menjawab
ai tipis, sesaat sebelum dia sadar kalau uj
ya Edgar khawatir dan marah karena gadi
tertutup itu tanpa sengaja, "saya ti
lagi. Hatiku jadi sedih dan marah kalau melihatmu terluka," ujar Edgar h
tak nyaman itu. "Anda habis darimana?" Dia melirik kemeja Edgar ya
oleh lebarnya meja. "Olahraga, ya ... aku suka itu." Dia mengangguk-angguk kecil, kemudian menyeringai lebar. "Aku h
meja. Urat-urat lehernya menegang saat Edgar mena
a setiap kali aku bergerak dan menyentak di milikmu?" tanya Ed
bertengger di sana, kemudian meng
u dan Daphne menarik tangannya yang masih
terjadi, Tuan," balas
penerangan yang samar. Tidak ada jendela maupun ventilasi di sana. Jelas sekali kalau kamar Daphne didesain khusus demi keaman
pa berkedip. "Sampai matipun, kau akan tetap menjadi tuanku, penyelamatku." Dia menggeleng kecil. "Tidak l
inya. "Tidak perlu cinta di antara kita, Daphne. Kau dan aku," dia menunjuk dirinya dan Daphne,
las Daphne dengan tajam. "Stephanie ada di
ia melirik ke pintu. "Ya
segera ke luar dari kamarnya tanpa menutup pintu. Meninggalkan Edgar yang
*
itu sebanyak tiga kali. Tidak ada jawaba
i dalam?" tanya Daph
phanie dengan s
a. Dia langsung disambut dengan kamar yang gelap gulita tanpa pene
khawatir dan berjalan cepat ke arah
phne hingga gadis itu mendesis saat merasakan kuku-kuku tajam Stephanie tertancap di
seprai yang kusut dengan erat.
Tak bisakah kau memberikannya padaku?" pinta S
ia iblis. Kau tak boleh bersama dengannya. Menaruh ha
akitkan, tapi aku menyukai semua darinya. Dia sempurna," t
anie masih mengharapkan cinta Edgar. Daphne bergetar hebat di sisi ranjang. Hanya pada Stephanie, dia berani menunjukkan sisi lemahnya begini. Sementara napas Stephanie mulai terden
las. Mereka orang-orang paling berbahaya di dunia ini. Jangan, Stephanie..." Daphne terisak di sisi ranjang. Menumpu keningn
-