imu..." Pernyataan sahabatnya itu, mampu membuat d
h kalimat yang tak pernah terbayangkan oleh Olivia, keluar dari mulut sahabat dekatnya. Wanita itu menunduk, raut wajahnya berubah
i sana, aku bertemu dengan Al yang sedang mabuk berat di bar, karena tidak tega, aku membantunya, membawa
uat garis di pipinya, meskipun ekspresi wajahny
wa luka yang teramat dalam. Dua orang yan
lajukan kendaraannya. Menetralkan gemuruh
u hebat. Oliv berharap, semua ini hanyalah mimpi. Namun rasa sakit yang terla
menunduk dengan tubuh yang bergetar. Derasnya air
ungkin, dirinyalah yang terlalu bodoh karena begitu percaya kepada mereka? sehingga
korban pengkhianatan dari dua pendosa yang t
angisnya. Namun suara Prisa yang memanggil namanya, membuat dada
menghapus air matanya, dan bergegas melaj
kedua sudut bibirnya terangkat, hingga membuat sedikit lengkungan di wajahn
k menyerah, meskipun Alvaro telah menjadi suami dari sahabatnya. Cinta telah membuatnya buta, sehingga dengan mudah ia meruntuhkan persahabatannya dengan Olivia yang sudah terjalin lama. Ci
yang penting, dia bisa mendapatkan apa ya
s ranjang itu, Olivia dan Alvaro mencurahkan rasa cinta dan kasih sayang. Di atas ranjang itu pula, Olivia merasakan pe
hancur mengingat semua kenangan indah yang telah ia lalui bersama sang suami yang telah mengkhianati. "Ken
a, apapun yang ada pada Alvaro, bagaikan harta berharga yang harus ia jaga dengan sepenuh cinta. Namun perjuangannya telah sia-sia, ternodai oleh setitik tinta hitam yang merusak segalanya. Cinta itu harus berak
a barang-barangnya, ia tak ingin berlama-lama berada di tempat yang membuatnya sesak dan terbakar. Tempat itu bukan
a saat ini. Ingin sesegera mungkin Olivia menangis dan mencurahkan segala kesedihannya dip
dara. Oliv tak ingin mati konyol, meregang nyawa di jalan raya karena pandangannya terhalang oleh air mata. Jikapun takdir itu di depan mat
yang ia tuju. Rumah yang se
dang asik merangkai bunga, langsung teralihkan, "Oliv?" Kening wanita paruh baya
yum tipis p
utri kesayangannya dengan tergesa-gesa. Adelia menangkup wajah Olivia yang sudah penuh dengan air mata, "Sayang, ada apa? Ap
b, ia langsung men
ayan. Wanita muda datang menghampirin
er Oliv ke kamar
gguk, dan langsung menyeret
angkul lembut, punggung Oliv
yang terjadi?" Adelia masih mengun
mengutarakan kesedihannya, meskipun sebelumnya ia begitu tak sabar untuk me
idak apa-apa," tuturnya, "Ayo, Mama antar ke k
rhasil lolos dari mulutnya yang sejak tadi tertutup rapat. G
ingkuh?" Sama halnya dengan Olivia, Adelia begitu percaya kepada Alvaro, rasanya tida