a napas kala ibu kembali mengatakan hal itu pada Dino, adikku. Sesak, ya itu yang kurasakan karena peke
i nonton tv saja, gih!" Ibu merebut bawang yang di tangan Di
lalu dilarang membantu pekerjaan rumah, sementara aku dari usia lima tahun sudah
nita." Aku terdiam, tak tahu kata apa yang harus aku ungkapkan pada ibu. Mengapa harus selalu aku yang mengerjakannya? Tidakkah i
, tinggal di rumah karena harus mengemasi semuanya hingga rapi, selepas itu aku harus menyusul ayah dan ibu ke pasar. Aku tidak
a sekolah itu membutuhkan biaya, dan aku tak
harus bisa kerja di luar rumah juga cari duit!" Kata-kata ibu selalu saja tern
mencari uang. Terkadang aku menangis, iri terhadap gadis kecil lainnya yang bisa bersekolah dengan riangnya. Akan tetapi, aku sadar jika buliran
tanya ibu dengan tangan yang si
ah,
guk. Entah mengapa perasaanku seper
Dino, jual buah ini d
u sudah harus berjualan ke sekolah adikku yang berjarak
mpah berisi buah semangka dan nangka yang siap makan. Mungkin ini sudah menjadi t
elangkahkan kaki yang terasa berat. Sedih, kece
membantu di pasar saja. Aku berhenti sejenak, menurunkan buah dan duduk di pinggir trotoar. Baru beberapa menit aku beristirahat, tiba-tiba saja orang-orang berlarian karena di
ya salah apa? Kena
ena berjualan di tempa
a aparat yang berbadan tegap itu, tetapi mereka abai dan tetap memaksaku
*
tergambar di wajah mereka. Aku sudah hafal, seu
si, sementara bapak memasang wajah yang
isa sampai terjaring razia. Harusnya kamu bilang s
. Mereka yang gak per
ak
ehingga tega melayangkan telapak tangannya pada wajahku. Ia mendelik ta
a, sejak aku berusia lima tahun. Aku merasa mereka bukanlah orangtua kandungku, terbukti dengan sikap mereka y
t mencari nafkah. Aku tak membuang kesempatan, berlari ke lemari dan mengambil beberapa helai baju lalu memasukk
g telah basah oleh peluh. Di pikiranku hanya satu, dapat
berhenti karena menurunkan penumpang. Aku bernapas lega karena tak ada satu orangpun yang memergoki aku kabur, kini tujuanku adalah panti asuha
ya pak supir kala semua
asuhan di
na rutenya, jadi Neng turun di perba
hanya aku, jadi beliau berat untuk mengemudi sampai ke kota. Angkutan pun berhenti, aku mengul
mangkal di seberang sana. Aku merogoh saku, tersisa uang di tangan hanya ada sepul
amun, baru saja kaki ini mendekat ke aspal tiba-tiba sebuah mobil melaju kencang hing
cont