un teh yang begitu luasnya. Di puncak bukit itu berdiri sebuah rumah besar bergaya eropa klasik, tipikal rumah orang kaya lama. Tidak jauh dar
lihat sebuah bayangan terus bergerak hilir-mudik. Sebuah bayangan perempuan muda bergaun mini selutut bermotif polkadot
inggi itu, sebab hari ini pemiliknya akan kembali. Kamar besar itu tak banyak isinya. Hanya sebuah ranjang besar dengan dipan kayu mode lama, se
yang harus dikerjakan lebih dulu. Secara alami dia tahu apa yang harus dia lakukan. Mesin penyedot debu menimbulkan suara yan
? Atma?
uan muda bernama Atma itu berlari keluar dari kamar yang
eskan? Kalau sudah, turun y
inggal aku bong
uka kalau ada barang-barangnya disentuh, biarkan a
ik,
Di dapur seorang perempuan paruh baya berparas ayu berkulit kuning langsat agak ta
ambil pisau untuk menguliti kentang yang te
bisa menyembunyikan aura bahagia dari wajahnya. Sejak suaminya jatuh sakit dan tak
anget, sudah lama ya n
orang, udah sukses, baru dua kali dia balik. Alasannya selalu karena dia sibuk! Sibuk terus. Ya walaupun sek
ma kali aku akan ketemu sama mas Bhaga, entah dia akan senang sama
ang sifatnya. Bukan cuma disayangi sama Ibu atau sama ayahnya, dia juga disayangi sama kakek dan neneknya, t
di atas kompor gas. Bubur itu telah matang, su
r ya, Ibu mau kasi
annya diterima dengan tangan terbuka oleh putera semata-wayang Bu Sona? Ibu Atma meninggal dua tahun lalu akibat gangguan paru m
aja, seperti bersih-bersih atau mencuci piring. Itu pun, Bu Sona selalu memberi gaji, uang saku, bahkan membelikan pakaian baru serta ponsel pintar untuk Atma. Dia disayangi selayaknya anak sendiri meski o
esekali dia lihat sosok Bhaga remaja berada di teras rumah, tapi mereka tak pernah bertegur sapa. Seperti anak orang kaya pada umumnya,
kota. Dan sejak Atma tinggal di rumah kel
*
eharusnya sejak beberapa menit yang lalu mobil yang menjemput Bh
as meja. "Minum dulu, Bu. Tenang aja, mas Bha
an yang ditumbuhi hamparan rumput jepang. Seorang pemuda tinggi tegap berkemeja putih turun dari pintu
aga