ampiri pria muda bertubuh tinggi t
coklat muda bernama Bhaga itu. Masih terbayang di kepalanya, bagaimana bila Bhaga tak bisa menerima kehadirannya di rumah, Atm
a. Bu Sona memegang tubuh Bhaga yang terasa begitu padat dan tegap, berkat rutin berolahraga. "Ibu g
lunya nggak gagah? Nggak cak
bih cakep! Yuk masuk, bapak ada di dalam." Bu
h, kembali ke waktu lampau. Atma seolah mampu melihat Bhaga waktu remaja dulu, dia masih ingat wajahnya, sejak remaja pun Bhaga sudah begitu tampan dan bertubuh ting
beberapa waktu lalu, dia juga ikut bantu Ibu jaga bapak, kamu mungkin sudah lupa, tapi dia juga ana
pa ingat gitu lah." Bhaga tersenyum manis k
a jemari-jemarinya diremas lembut oleh Bhaga. "Semoga kamu betah ya tinggal sama ibu yang bawel," katanya lembut, be
buatkan teh ya buat Bhaga, gulanya sedikit aja, dia gak
ik,
*
melihat Bhaga setelah sekian lama. Begitu berwibawa pria itu, tapi dia juga tampak begitu lembut, manis. Pesona Bhaga dala
tak pernah jatuh cinta, mungkin Bhaga adalah pria paling mempesona yang pernah dia temui seumur hidup. Amat wajar Atma menjadi kagok. Lekas Atma menghapus segala sensasi di tu
k punya cukup nyali untuk masuk ke dalam sementara Bhaga sedang bicara serius dengan Pak Giring yan
ak datang?" Pak Giring bertanya lemah,
Bhaga, bekerja di perusahaan yang sama tempat Bhaga bekerja. Bila tak ada halangan, akhir ta
dapat cuti, dia akan datang jug
... urus ... urus rencana pernikahan kalian, sebelum
an Jessica menikah nanti." Bhaga menggenggam telapak tangan Pak Giring dengan lembut. "Aku tingga
panas. "Mas, ini tehnya," katanya lembut, mas
kasih,
ak pernah mengucap kata 'terima kasih' kepada Atma, barangkali karena Atma sudah dianggap sebagai anak sendiri, tapi ungka
aga ke kamarnya, ya." Bu
erat, kamar aku kan ada di lantai atas
ikah, dia punya kekasih, seorang gadis yang setara dengannya, Atma ingatkan dirinya kembali bahwa posisinya hanya seorang pembantu, walau tak banyak orang menyebutnya sebagai pembantu, sebetulnya itulah posisinya. Bu Sona dan