erti tak ada apa-apa. Kikuk, canggung, keduanya makan berhadapan nyaris tanpa bicara. Tadinya ada begitu banyak pertanyaan di kepala Atma
, Atma tak tahu lagi, yang dia tahu saat ini dia sedang berdua saja di meja makan bersama Bha
memecah kesunyian, barangkali dia sud
umam At
adi mau ikut, kan?" Bhaga menatap lurus ke dalam manik
ma ibu? Apa waktunya bisa? Apa lagi bapak lagi sakit sek
Sekolahnya cuma tiga kali dalam seminggu, ada kelas malam juga, pasti bisa
juga nggak tau itu buat ap
inggung, Atma, tapi kamu nggak ak
d aku. Bukan! Maksudku ..., ibu udah tua, bapak juga kamu tau sendiri keadaannya gimana. Setelah mereka nggak ada, kemu
ah sop. "Jadi ..., Mas Bhaga akan menjual rumah dan kebun nant
cewaan pada suara Atma. "Maaf, Mas, harusnya aku nggak
memang harus dibunuh, aku juga udah yakin menetap
gi kalimat dari mulut yang tak perlu dan hanya akan membuatnya menyesal kemudian. Pikirnya, urusan rumah adalah sepen
*
TI
sih tak kunjung terpejam. Selama setengah jam matanya hanya memandangi langit-langit kamar yang putih bersih. Biasa di kamar sebelah ada Pak Giring
, sebab besok akan ada lebih banyak pekerjaan yang harus dikerjakan. Ketika mata lelah Atma akhirn
AR
tidurnya dan berlari ke lantai atas. Anehnya, Bhaga jug
akut petir juga?"
wa kecil. "Aku cuma mau masti
a tanpa sepengetahuannya, seluruh tubuhnya berdesir seketika
balik ..., balik dulu ke kamar." A
in nggak
a sukses menggu
tidur bareng. No!" seru Bhaga memp
kayak gitu. Bukan itu yang aku pikirkan sumpah! Maaf kalau aku teriak, tapi sungguh, ak
a. Dari jarak sedekat ini, Atma bisa mencium aroma sabun mandinya yang w
Atma me
a, kamu bisa ku
pikir juga kalau
i ruang tengah nggak apa-apa, rumah ini rumah tua dan besar, wajar kalau kamu takut. Apa lagi cuaca lagi
epat dan cepat. Kalau bukan karena inisiatif Bhaga malam itu, maka barangkali Atma memang tak akan bisa tidur dengan nyenyak malam itu
Bhaga masih tidur di sofa. Ketika dia lihat selimutnya tak tertutup dengan b
arti dari semu